Newsletter

'Kado Natal' Sudah Diberikan, Investor Masih Ogah Ambil?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
24 December 2021 06:33
IHSG
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dan pasar mata uang bersorak menyambut kabar positif terkait Omicron pada perdagangan Kamis (23/12/2021), tetapi sebagian investor masih memilih mengamankan dana di pasar obligasi. Jelang libur Natal, kado kabar positif disodorkan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,4% atau 25,96 poin ke 6.555,55 pada perdagangan kemarin. Namun, ada lebih banyaK saham yang terkoreksi, yakni sebanyak 307 unit saham, sementara 207 menguat, dan 159 sisanya stagnan.

Nilai transaksi tercatat masih tipis yakni sebesar Rp 11,7 triliun, jauh dari posisi di awal tahun yang mencapai Rp 15 triliun. Dari angka tersebut, investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 135 miliar.

Sentimen positif juga mendorong pelaku pasar memuru rupiah, sehingga sukses membukukan penguatan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah bahkan sempat menyentuh Rp 14.200/US$ yang merupakan level terkuat sejak 19 November lalu.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melesat 0,6% di Rp 14.200/US$. Sayangnya selepas itu energi penguatan rupiah mengendur hingga kemudian berakhir di levelRp 14.247/US$, atau menguat 0,27% di pasar spot.

Ketika sentimen pelaku pasar membaik, rupiah memang menjadi perkasa. Dengan kondisi fundamental ekonomi yang cukup bagus, penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19) terkendali, serta imbal hasil tinggi membuat rupiah bersinar.

Di sisi lain, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) masih menguat yang mengindikasikan aksi beli masih menerpa, dan terindikasi dilakukan oleh investor asing yang kian berani masuk ke aset pendapatan tetap di pasar negara berkembang.

Mayoritas investor ramai memburu SBN acuan kemarin, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield) di tenor SBN acuan. Hanya SBN bertenor 1, 15, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun naik 2,9 basis poin (bp) ke 3,32%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun naik tipis (0,1 bp) ke 6,291%, dan yield SBN berjangka waktu 30 tahun menguat 0,6 bp ke 6,822%.

Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan di pasar surat utang melemah 1,1 bp ke level 6,389%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup di zona hijau pada perdagangan Kamis (23/12/2021), setelah studi menyebutkan bahwa risiko fatalitas Omicron memang kecil sehingga tak memicu gelombang ketiga pandemi.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 196,67 poin (+0,55%) ke 35.950,56 dan Nasdaq tumbuh 0,83% ke 15.653,37. S&P 500 bertambah 0,62% ke 4.725,79 dan kini terpaut kurang dari 0,4% dari rekor tertingginya.

Reli terjadi setelah studi dari Afrika Selatan (Afsel), Inggris, dan Skotlandia menunjukkan bahwa penderita Omicron memiliki peluang terkecil dibanding varian lain dalam memicu pemburukan keadaan yang mamaksa penderita harus dirujuk ke rumah sakit.

Di Afsel, penderita Omicron memiliki peluang 80% bergejala ringan sehingga tidak harus mondok ke rumah sakit. Peneliti di Universitas Edinburg, Inggris menunjukkan bahwa pasien rawat inap akibat Omicron ternyata 68% lebih rendah dari kasus varian Delta.

Saham yang diuntungkan dari pembukaan kembali ekonomi memimpin di pembukaan seperti Hiltn Worldwide yang melesat hingga 9,8% sepekan ini. Saham perbankan dan teknologi juga menguat seperti Microsoft dan Nvidia.

Pembalikan ke atas (rebound) tersebut membawa indeks Wall Street mencetak reli minggu in dan membentuk pola Santa Rally,i karena perdagangan Jumat besok diliburkan jelang libur Natal.

"Sekali pasar berbalik menguat, mereka yang memborong saham di kala koreksi [dip buyers] tak akan mau melewatkan kesempatan ketika Santa Rally terjadi," tutur Jim Paulsen, Kepala Perencana Investasi Leuthold Group, seperti dikutip CNBC International.

Kemarin, Balai Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) AS menyetujui peredaran obat Covid-19 besutan Pfizer. Studi menunjukkan bahwa pil tersebut memiliki efektivitas hingga 89% untuk meringankan gejala Covid sehingga penderita tak perlu mondok di rumah sakit. Pada Kamis, izin serupa diterbitkan bagi Merck.

Pada Rabu tersebut, Dow Jones menguat 0,7%, menjadi reli hari kedua dengan total kenaikan 800 poin lebih. S&P 500 melompat 1% menjadi 4.696,56 dan kini terpaut 1% dari rekor tertingginya. Sementara itu, Nasdaq melesat 1,2%.

Malam tadi (WIB), belanja konsumsi personal (personal consumption expenditures/PCE) per November diumumkan menguat 0,6% secara bulanan, sementara secara tahunan tumbuh 4,7% atau sedikit lebih tinggi dari ekspektasi pasar di level 4,5%.

Klaim tunjangan pengangguran per pekan lalu berada di angka 205.000 atau sesuai dengan ekspektasi. Sementara itu, penjualan barang tahan lama per November naik 2,5%, atau lebih tinggi dari estimasi Dow Jones yang memperkirakan angka 1,5%.

Hipotesis tersebut terbukti benar adanya. Varian terbaru Covid-19, yakni Omicron, terindikasi  secara klinis memiliki tingkat fatalitas yang rendah. Artinya, jika terjadi penyebaran Omicron, tak akan terjadi kelumpuhan sistem layanan kesehatan seperti yang terjadi pada varian Delta.

Studi tersebut dikonfirmasi di Afrika Selatan dan Inggris. Di benua lain, yakni Amerika, pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan izin edar bagi dua obat penanganan Covid-19 yang dirilis oleh Pfizer dan Merck.

Kedua kabar tersebut menjadi kado Natal tahun ini, menghapus kekhawatiran yang dalam sebulan terakhir menyelimuti pemodal mengenai peluang terjadinya gelombang ketiga pandemi, dan pembatasan sosial (lockdown) skala besar.

Ke depan, ada harapan bahwa Omicron justru mengakhiri pandemi seperti yang terjadi pada Spanish Flu pada 1918 di mana masyarakat dan virus H1N1 saat itu sudah bisa berdamai dan hidup bersamaan, sampai sekarang.

Di tengah kondisi demikian, maka fenomena Santa Rally pun berpeluang terjadi di bursa AS (Wall Street), yang berpeluang diikuti di Indonesia. Dini hari tadi, tiga indeks utama bursa AS menguat dan resmi mengakhiri pekan dengan penguatan (karena perdagangan Jumat diliburkan untuk merayakan Natal).

Sepanjang bulan berjalan, indeks S&P 500 terhitung menguat 3,5%. Jika mengacu pada data historis, maka pekan perdagangan jelang Natal tahun ini di AS berpeluang mengonfirmasi terjadinya fenomena Santa Rallly.

Menurut Stock Trader's Almanac, secara historis Santa Rally terjadi ketika 5 hari perdagangan terakhir Desember dan dua hari pertama Januari menguat. Indeks S&P 500 tercatat positif, dengan persentase 79% dari periode tersebut sejak 1928-2020, dengan rerata kenaikan 1,7%.

Periode Desember tahun ini menjadi bulan dengan volatilitas tertinggi keempat sejak tahun 1928, setelah periode Desember 2000, 2008 dan 2018. Volatilitas terjadi di tengah penurunan volume perdagangan sebesar 20%-30%.

"Desember ini menjadi bulan perdagangan keempat yang paling volatil sejak 1987. Rerata perdagangan harian bagi S&P 500 adalah sebesar 1,1%," tutur Art Hogan, Kepala Perencana Pasar National Securities, seperti dikutip CNBC International.

Di Indonesia, fenomena Santa Rally masih perlu konfirmasi dari pergerakan Jumat, hari ini. Jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertekan meski sentimen positif terkait pandemi menyerbu, maka artinya volatilitas masih tinggi.

Jika hal ini yang terjadi, maka fenomena Santa Rally di bursa domestik masih jauh panggang dari api. Sebaliknya, reli yang terbentuk di hari perdagangan terakhir pekan ini akan menjadi pertanda jelas bahwa pemodal tidak ingin ketinggalan gerbong, dan window dressing melanda.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Inflasi Jepang per November (06:30 WIB)
  • RUPSLB PT Capitalinc Investment Tbk (09:00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY)

3,51%

Inflasi (November 2021, YoY)

1,75%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2021)

3,50%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021)

5,82% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q3-2021)

1,5% PDB

Cadangan Devisa (November 2021)

US$ 145,9 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular