Newsletter

Anies Restui Restoran Hingga Bioskop Buka! Cuan, Cuan, Cuan?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 October 2020 05:59
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia  Anjlok
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak menguat pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, sampai harga obligasi mengarah ke utara.

Sepanjang minggu kemarin, IHSG menguat signifikan 2,58% secara point-to-point. IHSG bahkan tidak pernah membukukan koreksi, selalu hijau dalam lima hari perdagangan.

Pencapaian ini membuat IHSG menjadi indeks saham terbaik ketiga di Asia, hanya kalah dari Sensex (India) dan Weighted Index (Taiwan). Berikut pergerakan indeks saham utama Asia sepanjang pekan lalu:

Dalam periode yang sama, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 1,05% di perdagangan pasar spot. Seperti halnya IHSG, rupiah tidak pernah melemah sepanjang pekan lalu.

Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 2,2 basis poin (bps) secara point-to-point pada pekan lalu. Penurunan yield menandakan harga obligasi sedang naik karena tingginya minat pelaku pasar. Ini terlihat dari kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) yang naik hampir Rp 5 triliun sepanjang 2-8 Oktober 2020.

Dari dalam negeri, investor menyambut positif pengesahan Undang-undang (UU) Cipta Kerja. UU ini diharapkan mampu memecah kebuntuan dalam berinvestasi di Tanah Air.

"Dampak UU ini memang membutuhkan waktu. Namun tentunya akan meningkatkan daya saing Indonesia untuk menarik investasi asing di sektor riil. Pengesahan ini menunjukkan pemerintah masih berkomitmen menjalankan reformasi struktural meski di tengah kondisi yang menantang," kata Wellian Wiranto, Ekonom OCBC, sebagaimana diwartakan Reuters.

Sementara dari sisi eksternal, pelaku pasar semringah saat pemerintah AS kembali membuka ruang untuk berdialog dengan Kongres mengenai stimulus fiskal. Padahal sebelumnya Presiden AS Donald Trump menyatakan menarik diri dari pembahasan tersebut.

"Kalau saya mengirimkan proposal paket stimulus berupa bantuan tunai (US$ 1.200), paket tersebut akan langsung diterima orang rakyat. Saya siap meneken sekarang. Apakah Anda dengar itu, Nancy (Pelosi, Ketua House of Representatives)?" cuit Trump di Twitter.

"Walau nominal stimulus berkurang, tetapi ada peluang untuk stimulus yang lebih besar nantinya," ujar Tapas Strickland, Analis National Australia Bank, seperti dikutip dari Reuters.

Harapan akan kehadiran paket stimulus baru berhasil mengerek optimisme pelaku pasar. Hasilnya, aset-aset berisiko kembali jadi buruan, termasuk di negara-negara berkembang Asia seperti Indonesia.

Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama di bursa saham New York menguat tajam minggu lalu. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 3,27% secara point-to-point, S&P 500 melesat 3,8%, dan Nasdaq Composite meroket 4,6%. Nasdaq membukukan kenaikan mingguan tertinggi sejak Juli.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, investor bersemangat setelah Gedung Putih kembali bersedia membahas paket stimulus dengan Capitol Hill. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin bahkan sudah mengirimkan proposal terbaru pada Jumat siang waktu Washington.

Pemerintah AS kini mengajukan paket stimulus bernilai US$ 1,8 triliun, naik ketimbang proposal sebelumnya yakni US$ 1,6 triliun. Pekan ini, Mnuchin dan Pelosi akan melanjutkan pembicaraan.

"Kami ingin berprasangka bahwa Ketua House punya itikad bak sehingga kita bisa mencapai kemajuan dalam waktu dekat," ujar Alyssa Farah, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters.

Selain itu, sepertinya pelaku pasar mulai mengambil posisi karena peluang kemenangan Joseph 'Joe' Biden dalam pemilihan presiden (pilpres) AS semakin besar. Jajak pendapat yang digelar Reuters dan Ipsos per 6 Oktober menunjukkan, 44,2% calon pemilih akan memberikan suara bagi Biden jika pilpres dilakukan sekarang. Suara yang memilih Trump hanya 37,1%.

"Setiap kali angka polling untuk Biden naik, begitu pula investasi di pasar modal," ujar Robert Phipps, Direktur Per Stirling Capital yang berbasis di Texas, sebagaimana diwartakan Reuters.

Pelaku pasar melihat ada satu kebijakan Biden yang bakal mencolok dibandingkan Trump, yaitu dalam hal perdagangan. Saat Biden, kemungkinan, jadi presiden Negeri Adidaya, maka perang dagang dengan berbagai negara (terutama China) akan selesai.

Jadi satu risiko besar di perekonomian dunia, yaitu perang dagang, bisa dicoret dari daftar. Ekonomi pun bisa lebih stabil.

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu menyimak sejumlah sentimen. Pertama, musim laporan keuangan (earnings season) akan dimulai di AS. Sentimen ini sangat bisa mempengaruhi gerak Wall Street dan kemudian menular ke bursa saham di seluruh negara, termasuk Indonesia.

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan, laba emiten di indeks S&P 500 pada kuartal III-2020 akan turun 21% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang anjlok 31% YoY.

earningsRefinitiv

"Ini adalah sinyal yang sangat baik. Bahkan ada kemungkinan laba akan lebih baik dibandingkan perkiraan," kata Art Hogan, Chief Market Strategist National Securities yang berbasis di New York, seperti diwartakan Reuters.

Sentimen kedua, masih dari AS, adalah perkembangan soal pembahasan stimulus. Pelosi lagi-lagi menolak proposal dari pemerintah karena nilainya dipandang masih terlalu kecil. Partai Demokrat mengusulkan nilai stimulus US$ 2,2 triliun.

"Sampai saat ini, kami masih belum menyepakati banyak hal. Demokrat menunggu sinyal dari pemerintah selagi pembahasan mengenai angka stimulus terus berlangsung," kata Pelosi dalam suratnya kepada para anggota Partai Demokrat.

Tidak hanya dari kubu oposisi, Partai Republik pendukung pemerintah pun sepertinya belum memberi lampu hijau. Dalam pembicaraan jarak jauh dengan Mnuchin dan Kepala Staff Gedung Putih Mark Meadows, sejumlah senator Republik juga keberatan dengan proposal baru pemerintah karena terlalu besar.

Oleh karena itu, Pimpinan Senat Mitch McConnell dari Partai Republik tidak yakin paket stimulus ini bisa disahkan sebelum pilpres. "Begitu dekatnya pelaksanaan piplres dan masih adanya perbedaan pendapat begitu kentara," keluhnya, seperti dikutip dari Reuters.

Ketidakpastian soal stimulus fiskal di Negeri Paman Sam bisa menjadi sentimen negatif di pasar keuangan global. Investor yang awalnya yakin ekonomi AS bakal pulih dengan sokongan stimulus fiskal bisa jadi memilih wait and see. Sikap ini akan menjadi pemberat bagi IHSG dan rupiah untuk menguat.

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mulai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Oktober 2020. Suku bunga acuan akan diumumkan esok hari.

Konsensus sementara yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warijyo dan kolega masih akan mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 4%. Adalah rupiah yang akan membuat BI ragu-ragu menurunkan suku bunga acuan.

Mata uang Tanah Air memang cenderung menguat akhir-akhir ini. Namun itu terjadi setelah melalui kuartal III-2020 yang 'berdarah-darah'. Selama Juli-September 2020, rupiah ambles 4,65% di hadapan dolar AS. Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia.


Dalam UU No 3.2004, disebutkan bahwa mandat BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. BI tidak (atau belum, siapa yang tahu?) diberi tugas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Jadi wajar saja jika BI memilih untuk menjaga rupiah meski ada kebutuhan untuk menurunkan suku bunga demi menggenjot pertumbuhan ekonomi domestik. Mau bagaimana lagi, BI hanya menjalankan amanat UU...

Sentimen kempat, juga dari dalam negeri, adalah keputusan pemerintah provinsi DKI Jakarta yang mengakhiri penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat. Mulai hari ini, Jakarta kembali ke masa PSBB Transisi di mana 'keran' aktivitas masyarakat kembali dibuka secara bertahap.

Contoh, restoran, rumah makan, dan kafe kini sudah boleh menerima pengunjung untuk makan-minum di tempat (dine-in) dengan kapasitas maksimal 50%. Sementara taman rekreasi dan pariwisata boleh kembali buka dengan batasan pengunjung maksimal 25% dari kapasitas. Aktivitas dalam ruangan (indoor) dengan pengaturan tempat duduk, misalnya bioskop, sudah bisa dilakukan dengan kapasitas maksimal 25%.

psbbPemerintah Provinsi DKI Jakarta

Gubernur Anies Rasyid Baswedan mengambil keputusan ini setelah melihat perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Ibu Kota yang melandai. Per 8 Oktober, jumlah pasien positif corona adalah 83.372 orang. Bertambah 1.182 orang (1,44% dibandingkan sehari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (25 September-8 Oktober), rata-rata pasien baru bertambah 1.189 orang per hari. Naik dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 1.147 orang.

Namun pertumbuhan kasus menunjukkan perlambatan. Dalam dua pekan terakhir, rata-rata pasien baru bertambah 1,6% per hari. Lebih rendah ketimbang dua pekan sebelumnya yang nyaris 2%.

"Dengan pelonggaran ini, kami memperkirakan kontraksi (pertumbuhan negatif) ekonomi secara kuartalan pada kuartal IV-2020 dibandingkan kuartal III-2020 bisa dihindari. Akan tetapi, aktivitas ekonomi masih belum akan stabil dalam beberapa bulan ke depan, tergantung perkembangan kurva infeksi. Oleh karena itu, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2021 akan lebih dekat ke 4%, turun dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 5,6%," sebut Helmi Arman, Ekonom Citi, dalam risetnya.

Namun, pelonggaran PSBB di Jakarta tidak dipungkiri akan membawa dampak ekonomi yang signifikan. Bahkan peningkatan aktivitas warga Ibu Kota bakal mengangkat ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Maklum, Jakarta adalah provinsi penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar. Jika Jakarta bisa bangkit, maka Indonesia secara keseluruhan bisa terungkit.

growthBPS DKI Jakarta

Harapan pemulihan ekonomi nasional bisa berdampak positif terhadap pasar keuangan. Investor akan semakin pede menanamkan modal di bursa saham, valas, hingga obligasi. Oleh karena itu, jangan remehkan peluang penguatan IHSG, rupiah, sampai harga SBN hari ini.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. RDG BI periode Oktober 2020 hari pertama.
  2. Rilis data pemesanan barang modal Jepang periode Agustus 2020 (06:50 WIB).
  3. Rilis data inflasi produsen Jepang periode September 2020 (06:50 WIB).
  4. Media briefing UU Cipta kerja klaster perpajakan (09:30 WIB).
  5. Rilis data angka pengangguran Turki periode Juli 2020 (14:00 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY)

-5,32%

Inflasi (September 2020 YoY)

1,42%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2020)

4%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-6,34% PDB

Transaksi berjalan (kuartal II-2020)

-1,18% PDB

Neraca pembayaran (kuartal II-2020)

US$ 9,24 miliar

Cadangan devisa (September 2020)

US$ 135,15 miliar

 

Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular