
Newsletter
Lockdown Dibuka, Banjir Stimulus, Pasar pun Ceria!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 April 2020 06:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri bergerak bervariasi pada perdagangan Senin (27/4/2020) kemarin. Meski perjalanannya tak mulus, tetapi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mencatat penguatan, rupiah juga melanjutkan kinerja impresif, sementara harga obligasi kembali melemah.
Banyak sentimen positif dari eksternal sejak akhir pekan lalu yang membuat sentimen pelaku pasar cukup bagus. Sementara pada perdagangan hari ini, Selasa (28/4/2020) ada beberapa sentimen yang membuat pelaku pasar ceria, yang akan mempengaruhi pergerakan pasar keuangan dalam negeri. Sentimen tersebut akan dipaparkan di halaman 3 dan 4.
IHSG Senin kemarin bergerak dengan volatilitas tinggi, beberapa kali keluar masuk zona hijau dan merah, sebelum akhirnya membukukan penguatan 0,38% di 4.513,141. Dengan demikian, IHSG melanjutkan tren sideways (menyamping) yang sudah terjadi sekitar dua pekan terakhir. IHSG bergerak dalam rentang 4.441 sampai 4.747.
Sementara itu rupiah kembali melanjutkan kinerja impresifnya. Rupiah menghabiskan mayoritas perdagangan hari ini di zona merah, bahkan menjadi yang terburuk di Asia sejak pagi hingga siang hari.
Tetapi di menit-menit akhir, rupiah memangkas pelemahan hingga berbalik menguat 0,26% ke Rp 15.310/US$, bahkan menjadi juara alias yang terbaik ketiga di Asia. Style alias gaya khas rupiah dalam mengarungi perdagangan selalu seperti itu dalam tiga hari perdagangan beruntun pekan lalu, plus hari ini. Bahkan jika melihat jauh ke belakang, pergerakan seperti itu sering kali terjadi, rupiah style!
Sementara dari pasar obligasi, yield tenor 10 tahun naik 6,8 basis poin (bps) menjadi 7,992%.
Sebagai informasi, pergerakan yield berbanding terbaik dengan harganya, ketika yield naik berarti harga sedang turun, sebaliknya ketika yield turun artinya harga sedang naik. Ketika harga turun, itu berarti sedang ada aksi jual di pasar obligasi.
Meski demikian, sepanjang pekan lalu terjadi inflow di pasar obligasi senilai Rp 110 miliar, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.
Sentimen positif datang dari Amerika Serikat (AS) yang membuat pasar Asia ceria. Pada Jumat (24/4/2020) waktu AS, Presiden Trump menandatangani paket stimulus baru senilai US$ 484 miliar. Sebesar US$ 370 miliar dari paket tersebut akan diberikan kepada UMKM, kemudian US$ 75 miliar untuk membantu rumah sakit yang berjuang melawan pandemi, dan US$ 25 miliar untuk memperluas tes COVID-19.
Paket stimulus fiskal tersebut menjadi yang ke-empat digelontorkan pemerintah AS, termasuk yang stimulus jumbo US$ 2 triliun yang digelontorkan sebelumnya. Total stimulus yang digelontorkan oleh pemerintah AS nyaris US$ 3 triliun.
Bursa saham AS menguat merespon gelontoran stimulus tersebut. Sementara pasar Asia dan pasar baru akan merespon di awal pekan kemarin.
Setelah AS, bank sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) menambah gairah di pasar keuangan. Dalam pengumuman kebijakan moneter kemarin, BOJ mengatakan akan melakukan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai tak terbatas guna meredam dampak penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) ke perekonomian.
Kebijakan tersebut sama dengan bank sentral AS (The Fed) yang diumumkan Maret lalu, melakukan pembelian aset berapa pun yang diperlukan, alias tanpa batas
Dalam kebijakan sebelumnya, bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda menetapkan nilai QE sebesar 80 triliun yen per tahun. Kemarin, batas tersebut dihilangkan, sehingga diartikan sebagai QE tanpa batas.
Dengan menghapus batas QE 80 triliun yen per tahun, BOJ dikatakan akan lebih mudah saat mulai mengetatkan moneter ketika kondisi ekonomi sudah mulai normal, dan inflasi mendekati target bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda tersebut.
"Bagi BOJ, menghapus batas QE seperti menjatuhkan dua burung dengan satu batu. Karena BoJ dapat meningkatkan pembelian aset saat ini, dan menguranginya jika ingin mengakhiri kebijakan moneter ultra longgar" kata Toru Soehiro, ekonom senior di Mizuho Securities, sebagaimana dilansir Reuters.
Panduan kebijakan moneter bank sentral sangat mempengaruhi pergerakan pasar keuangan, apalagi bank sentral utama dunia seperti BOJ. Program QE cenderung membuat aset-aset berisiko menguat, tetapi ketika bank sentral mengumumkan akan mengurangi jumlah QE, aksi jual akan terjadi dan membuat pasar bergejolak.
Hal ini pernah terjadi pada tahun 2013, ketika The Fed mengumumkan akan mengurangi nilai QE, pasar pun bergejolak saat itu, mata uang negara emerging market, yang dikenal dengan istilah "taper tantrum"
Dengan hilangnya batas nilai QE 80 triliun per tahun, ke depannya BOJ tentunya tidak perlu lagi memberikan panduan berapa nilai QE yang akan dikurangi saat mulai menghentikan kebijakan moneter ultra longgar, sehingga meminimalisir gejolak di pasar.
Banyak sentimen positif dari eksternal sejak akhir pekan lalu yang membuat sentimen pelaku pasar cukup bagus. Sementara pada perdagangan hari ini, Selasa (28/4/2020) ada beberapa sentimen yang membuat pelaku pasar ceria, yang akan mempengaruhi pergerakan pasar keuangan dalam negeri. Sentimen tersebut akan dipaparkan di halaman 3 dan 4.
IHSG Senin kemarin bergerak dengan volatilitas tinggi, beberapa kali keluar masuk zona hijau dan merah, sebelum akhirnya membukukan penguatan 0,38% di 4.513,141. Dengan demikian, IHSG melanjutkan tren sideways (menyamping) yang sudah terjadi sekitar dua pekan terakhir. IHSG bergerak dalam rentang 4.441 sampai 4.747.
Sementara itu rupiah kembali melanjutkan kinerja impresifnya. Rupiah menghabiskan mayoritas perdagangan hari ini di zona merah, bahkan menjadi yang terburuk di Asia sejak pagi hingga siang hari.
Tetapi di menit-menit akhir, rupiah memangkas pelemahan hingga berbalik menguat 0,26% ke Rp 15.310/US$, bahkan menjadi juara alias yang terbaik ketiga di Asia. Style alias gaya khas rupiah dalam mengarungi perdagangan selalu seperti itu dalam tiga hari perdagangan beruntun pekan lalu, plus hari ini. Bahkan jika melihat jauh ke belakang, pergerakan seperti itu sering kali terjadi, rupiah style!
Sementara dari pasar obligasi, yield tenor 10 tahun naik 6,8 basis poin (bps) menjadi 7,992%.
Sebagai informasi, pergerakan yield berbanding terbaik dengan harganya, ketika yield naik berarti harga sedang turun, sebaliknya ketika yield turun artinya harga sedang naik. Ketika harga turun, itu berarti sedang ada aksi jual di pasar obligasi.
Meski demikian, sepanjang pekan lalu terjadi inflow di pasar obligasi senilai Rp 110 miliar, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.
Sentimen positif datang dari Amerika Serikat (AS) yang membuat pasar Asia ceria. Pada Jumat (24/4/2020) waktu AS, Presiden Trump menandatangani paket stimulus baru senilai US$ 484 miliar. Sebesar US$ 370 miliar dari paket tersebut akan diberikan kepada UMKM, kemudian US$ 75 miliar untuk membantu rumah sakit yang berjuang melawan pandemi, dan US$ 25 miliar untuk memperluas tes COVID-19.
Paket stimulus fiskal tersebut menjadi yang ke-empat digelontorkan pemerintah AS, termasuk yang stimulus jumbo US$ 2 triliun yang digelontorkan sebelumnya. Total stimulus yang digelontorkan oleh pemerintah AS nyaris US$ 3 triliun.
Bursa saham AS menguat merespon gelontoran stimulus tersebut. Sementara pasar Asia dan pasar baru akan merespon di awal pekan kemarin.
Setelah AS, bank sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) menambah gairah di pasar keuangan. Dalam pengumuman kebijakan moneter kemarin, BOJ mengatakan akan melakukan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai tak terbatas guna meredam dampak penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) ke perekonomian.
Kebijakan tersebut sama dengan bank sentral AS (The Fed) yang diumumkan Maret lalu, melakukan pembelian aset berapa pun yang diperlukan, alias tanpa batas
Dalam kebijakan sebelumnya, bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda menetapkan nilai QE sebesar 80 triliun yen per tahun. Kemarin, batas tersebut dihilangkan, sehingga diartikan sebagai QE tanpa batas.
Dengan menghapus batas QE 80 triliun yen per tahun, BOJ dikatakan akan lebih mudah saat mulai mengetatkan moneter ketika kondisi ekonomi sudah mulai normal, dan inflasi mendekati target bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda tersebut.
"Bagi BOJ, menghapus batas QE seperti menjatuhkan dua burung dengan satu batu. Karena BoJ dapat meningkatkan pembelian aset saat ini, dan menguranginya jika ingin mengakhiri kebijakan moneter ultra longgar" kata Toru Soehiro, ekonom senior di Mizuho Securities, sebagaimana dilansir Reuters.
Panduan kebijakan moneter bank sentral sangat mempengaruhi pergerakan pasar keuangan, apalagi bank sentral utama dunia seperti BOJ. Program QE cenderung membuat aset-aset berisiko menguat, tetapi ketika bank sentral mengumumkan akan mengurangi jumlah QE, aksi jual akan terjadi dan membuat pasar bergejolak.
Hal ini pernah terjadi pada tahun 2013, ketika The Fed mengumumkan akan mengurangi nilai QE, pasar pun bergejolak saat itu, mata uang negara emerging market, yang dikenal dengan istilah "taper tantrum"
Dengan hilangnya batas nilai QE 80 triliun per tahun, ke depannya BOJ tentunya tidak perlu lagi memberikan panduan berapa nilai QE yang akan dikurangi saat mulai menghentikan kebijakan moneter ultra longgar, sehingga meminimalisir gejolak di pasar.
Next Page
Lockdown Akan Dibuka, Wall Street Ceria
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular