
Newsletter
Lockdown Dibuka, Banjir Stimulus, Pasar pun Ceria!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 April 2020 06:17

Penyebaran COVID-19 tentunya masih menjadi salah satu perhatian pelaku pasar. Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, jumlah kasus di seluruh dunia kini sudah melewati 3 juta orang. Dari total kasus tersebut, lebih dari 210 ribu orang meninggal dunia, dan lebih dari 891 ribu orang sembuh.
Meski sudah menembus 3 juta kasus, tetapi tren penambahan per harinya sudah melandai. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tren penambahan kasus per harinya sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu.
Sementara itu di Indonesia, Senin kemarin dilaporkan total kasus mencapai 9,096 orang, dengan 765 meninggal dunia dan 1.151 sembuh. Tren penambahan kasus di Indonesia sebesar satu digit persentase sejak 13 April lalu. Jakarta yang menjadi episentrum, tingkat penambahan kasusnya juga sudah melandai.
Laju penambahan kasus yang terkendali tersebut menimbulkan dua persepsi, yang pertama penanganan dari pemerintah yang efektif meredam penyebaran, dan yang kedua masih sedikitnya warga yang dites.
Citi mengukur efektivitas social distancing dengan memperkenalkan Social Distancing Index. Semakin menjauhi nol, maka masyarakat semakin berjarak yang artinya kebijakan pembatasan sosial cukup berhasil.
Pada 17 April, nilai Social Distancing Index Indonesia adalah -39. Lebih baik dibandingkan negara-negara maju seperti Jerman (-38), Amerika Serikat (-35), atau Jepang (-24).
Sementara dari sisi jumlah tes yang dilakukan, Worldometer mencatat jumlah uji corona yang telah dilakukan di Indonesia adalah kepada 75.157 orang. Artinya dari 1 juta populasi Ibu Pertiwi, hanya 275 orang yang sudah menjalani tes corona.
Jumlah tersebut masih sedikit dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Singapura, misalnya, telah melakukan uji corona terhadap 121.774 orang. Artinya dari 1 juta penduduk Negeri Singa, 20,815 orang sudah melakukan tes.
Kemudian di Malaysia, pengujian sudah dilakukan terhadap 144.686 orang. Dari 1 juta penduduk Negeri Jiran, 4.470 sudah melakukan tes.
Akibat dua persepsi tersebut, belum bisa dipastikan apakah penyebaran COVID-19 di Indonesia memang terkendali atau ini hanya puncak dari gunung es.
Selain perkembangan kasus COVID-19, pergerakan harga minyak mentah juga perlu diperhatikan. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kembali ambrol 25% kemarin dan mengakhiri perdagangan di kisaran US$ 12/barel. Sementara minyak Brent merosot lebih dari 6%, dan kembali ke bawah US$ 20/barel.
Ambrolnya harga minyak mentah kemarin tidak terlalu mempengaruhi sentimen pelaku pasar yang sedang membaik setelah adanya rencana pembukaan lockdown di Eropa dan AS.
Meski demikian, jika minyak mentah hari ini kembali ambrol dan ke bawah US$ 10/barel, bisa jadi sentimen pelaku pasar kembali memburuk.
Sementara itu penguatan Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia sekali lagi mengirim hawa positif ke pasar Asia hari ini. Mulai dilonggarkannya lockdown di beberapa negara bagian AS tentunya memunculkan harapan perekonomian AS perlahan mulai bangkit, dan kemerosotan ekonomi mampu diredam.
Sebelumnya AS, beberapa negara di Eropa juga sudah berencana membuka lockdown setelah penyebaran COVID-19 melambat. Italia berencana membuka lockdown secara bertahap pada 4 Mei nanti. Italia dan Spanyol bahkan sudah mengijinkan warganya mulai beraktivitas meski terbatas sejak dua pekan lalu.
Kemudian Jerman juga mulai mengizinkan warganya beraktivitas, toko-toko kecil sudah diizinkan buka kembali sejak Senin, dan sekolah mulai aktif lagi per 4 Mei. Belanda juga berencana membuka lockdown secara bertahap mulai 11 Mei.
Sementara itu Reuters yang mengutip Telegraph melaporkan Inggris akan mulai melonggarkan aturan pembatasan sosial Mei nanti.
"7 Mei adalah hari di mana pemerintah wajib meninjau langkah-langkah lockdown, tetapi jika Boris ingin merubahnya, menjadi lebih cepat ... bisa saja terjadi lebih cepat," tulis salah satu partai pendukungnya.
Dalam pidatonya Senin pagi waktu setempat, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan saat ini masih terlalu dini menghentikan lockdown, dan risiko akan ada penyebaran gelombang kedua menjadi cukup besar jika hal tersebut dilakukan.
Tetapi kabar baiknya, Inggris dikatakan sudah berada di puncak penyebaran, yang artinya jumlah kasus akan mulai melandai. Johnson tidak memberikan detail apakah kapan lockdown akan mulai dilonggarkan, tetapi ia mengatakan akan memberikan update dalam beberapa hari ke depan.
(pap/sef)
Meski sudah menembus 3 juta kasus, tetapi tren penambahan per harinya sudah melandai. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tren penambahan kasus per harinya sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu.
Sementara itu di Indonesia, Senin kemarin dilaporkan total kasus mencapai 9,096 orang, dengan 765 meninggal dunia dan 1.151 sembuh. Tren penambahan kasus di Indonesia sebesar satu digit persentase sejak 13 April lalu. Jakarta yang menjadi episentrum, tingkat penambahan kasusnya juga sudah melandai.
Laju penambahan kasus yang terkendali tersebut menimbulkan dua persepsi, yang pertama penanganan dari pemerintah yang efektif meredam penyebaran, dan yang kedua masih sedikitnya warga yang dites.
Citi mengukur efektivitas social distancing dengan memperkenalkan Social Distancing Index. Semakin menjauhi nol, maka masyarakat semakin berjarak yang artinya kebijakan pembatasan sosial cukup berhasil.
Pada 17 April, nilai Social Distancing Index Indonesia adalah -39. Lebih baik dibandingkan negara-negara maju seperti Jerman (-38), Amerika Serikat (-35), atau Jepang (-24).
Sementara dari sisi jumlah tes yang dilakukan, Worldometer mencatat jumlah uji corona yang telah dilakukan di Indonesia adalah kepada 75.157 orang. Artinya dari 1 juta populasi Ibu Pertiwi, hanya 275 orang yang sudah menjalani tes corona.
Jumlah tersebut masih sedikit dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Singapura, misalnya, telah melakukan uji corona terhadap 121.774 orang. Artinya dari 1 juta penduduk Negeri Singa, 20,815 orang sudah melakukan tes.
Kemudian di Malaysia, pengujian sudah dilakukan terhadap 144.686 orang. Dari 1 juta penduduk Negeri Jiran, 4.470 sudah melakukan tes.
Akibat dua persepsi tersebut, belum bisa dipastikan apakah penyebaran COVID-19 di Indonesia memang terkendali atau ini hanya puncak dari gunung es.
Selain perkembangan kasus COVID-19, pergerakan harga minyak mentah juga perlu diperhatikan. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kembali ambrol 25% kemarin dan mengakhiri perdagangan di kisaran US$ 12/barel. Sementara minyak Brent merosot lebih dari 6%, dan kembali ke bawah US$ 20/barel.
Ambrolnya harga minyak mentah kemarin tidak terlalu mempengaruhi sentimen pelaku pasar yang sedang membaik setelah adanya rencana pembukaan lockdown di Eropa dan AS.
Meski demikian, jika minyak mentah hari ini kembali ambrol dan ke bawah US$ 10/barel, bisa jadi sentimen pelaku pasar kembali memburuk.
Sementara itu penguatan Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia sekali lagi mengirim hawa positif ke pasar Asia hari ini. Mulai dilonggarkannya lockdown di beberapa negara bagian AS tentunya memunculkan harapan perekonomian AS perlahan mulai bangkit, dan kemerosotan ekonomi mampu diredam.
Sebelumnya AS, beberapa negara di Eropa juga sudah berencana membuka lockdown setelah penyebaran COVID-19 melambat. Italia berencana membuka lockdown secara bertahap pada 4 Mei nanti. Italia dan Spanyol bahkan sudah mengijinkan warganya mulai beraktivitas meski terbatas sejak dua pekan lalu.
Kemudian Jerman juga mulai mengizinkan warganya beraktivitas, toko-toko kecil sudah diizinkan buka kembali sejak Senin, dan sekolah mulai aktif lagi per 4 Mei. Belanda juga berencana membuka lockdown secara bertahap mulai 11 Mei.
Sementara itu Reuters yang mengutip Telegraph melaporkan Inggris akan mulai melonggarkan aturan pembatasan sosial Mei nanti.
"7 Mei adalah hari di mana pemerintah wajib meninjau langkah-langkah lockdown, tetapi jika Boris ingin merubahnya, menjadi lebih cepat ... bisa saja terjadi lebih cepat," tulis salah satu partai pendukungnya.
Dalam pidatonya Senin pagi waktu setempat, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan saat ini masih terlalu dini menghentikan lockdown, dan risiko akan ada penyebaran gelombang kedua menjadi cukup besar jika hal tersebut dilakukan.
Tetapi kabar baiknya, Inggris dikatakan sudah berada di puncak penyebaran, yang artinya jumlah kasus akan mulai melandai. Johnson tidak memberikan detail apakah kapan lockdown akan mulai dilonggarkan, tetapi ia mengatakan akan memberikan update dalam beberapa hari ke depan.
(pap/sef)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular