Newsletter

Corona Resmi Pandemi, Wall Street Jatuh Lagi, Macam Mana Ini?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 March 2020 05:52
Corona Resmi Pandemi, Wall Street Jatuh Lagi, Macam Mana Ini?
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berakhir variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah signifikan, sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan.

Kemarin, IHSG finis dengan pelemahan 1,28%. IHSG bernasib serupa dengan mayoritas indeks saham Asia. Bahkan koreksinya bukan yang paling dalam.




Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di Rp 14.340/US$ kala penutupan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Rupiah beruntung masih bisa stagnan karena mata uang Tanah Air nyangkut di zona merah hampir seharian.

IHSG, rupiah, dan pasar keuangan Asia ditinggalkan investor karena kecewa dengan dinamika rencana stimulus fiskal, terutama di AS. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menjanjikan bakal ada stimulus besar seperti tidak ada penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh).

"Kami akan mendiskusikan mengenai penurunan tarif PPh. Akan ada penurunan yang substansial, sangat substansial. Angkanya besar," kata Trump, seperti diwartakan Reuters.

Namun setelah menyerahkan proposal ke Kongres, belum ada kejelasan lebih lanjut mengenai rencana stimulus tersebut. 'Penonton' pun kecewa.

"Mentalitas berburu aset-aset berisiko jadi turun. Pasar agak kecewa dengan penundaan paket stimulus di AS, yang dijanjikan Selasa," kata Margaret Yang Yan, Analis CMC Market, seperti diberitakan Reuters.

Sementara dari dalam negeri, laju pasar keuangan Indonesia agak terbeban oleh pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Perry mengungkapkan BI bakal menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini.

"Dengan penyebaran virus corona di negara-negara maju, kami harus melakukan kalkulasi ulang. Dalam RDG berikutnya, angka proyeksi (pertumbuhan ekonomi) akan lebih rendah," ungkap Perry.

Dalam RDG Februari 2020, BI sudah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,1-5,5% menjadi 5-4,4%. Untuk kuartal I-2020, BI memperkirakan ekonom Tanah Air tumbuh di bawah 5%.


 

Beralih ke Wall Street, koreksi dalam lagi-lagi terjadi. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 5,86%, S&P 500 ambles 4,89%, dan Nasdaq Composite ambrol 4,7%.

Bursa saham New York jatuh setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa penyebaran virus corona sudah masuk kategori pandemi. Artinya, penyebaran penyakit sudah terjadi di banyak negara di berbagai benua.

"Begitu Anda menyebut pandemi, situasi jadi tidak terkendali. All hell break loose. Apalagi pertolongan dari fiskal datang terlambat karena mungkin ada perbedaan pendapatan antara Presiden dengan Kongres," kata Peter Tuz, Presiden Chase Investment Counsel yang berbasis di Virginia, seperti diberitakan Reuters.

Saat ini virus corona sudah menyebar di lebih dari 100 negara. Jumlah kasus tidak kurang dari 120.000 dan korban jiwa sudah lebih dari 4.500 orang.

"Intinya, situasi akan lebih buruk. Jumlah kasus akan bertambah dan situasi memburuk dari apa yang terjadi sekarang," ujar Anthony Fauci, Kepala US National Institute of Allergy and Infectious Desease, seperti dikutip dari Reuters.


Kondisi jadi lebih keruh kala beredar kabar pemerintah AS menyembunyikan data jumlah kasus virus corona. Gedung Putih disebut meminta otoritas kesehatan untuk menangani pasien corona secara rahasia. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 04:13 WIB, jumlah kasus corona di Negeri Paman Sam adalah 1.136 dengan korban jiwa sebanyak 32 orang.

"Kami memiliki data orang-orang yang sudah kritis dan tidak boleh bepergian. Perintah ini (merahasiakan informasi) datang langsung dari Gedung Putih," kata seorang sumber di lingkaran pemerintahan, seperti diwartakan Reuters.

 

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang tidak menggembirakan. Melihat Wall Street yang 'terbakar' begitu rupa, bisa-bisa investor di pasar keuangan Asia sudah kalah mental terlebih dulu.

Sentimen kedua adalah perkembangan penyebaran virus corona. Seperti yang disebutkan oleh Anthony Fauci, situasi sepertinya bakal terus memburuk.

Pemerintah AS sedang mempertimbangkan untuk melarang warganya bepergian ke Eropa. Bahkan kemungkinan pemerintah AS bakal melarang warga Eropa untuk menginjak tanah Negeri Adidaya.

"Saya siap menggunakan seluruh upaya yang dimiliki pemerintah untuk mengatasi virus corona," cuit Trump di Twitter.

Di Jerman, Kanselir Angela Merkel mengatakan berdasarkan pendapat para ahli kemungkinan 60-70% populasi Negeri Panser akan terjangkit virus corona. Per akhir 2018, populasi Jerman adalah 82,79 orang.

"Kami akan melakukan apa yang kami bisa. Pada akhirnya kami akan melihat bagaimana dampaknya terhadap anggaran negara. Saat virus sedang mengintai di luar sana, dan masyarakat tidak dibekali dengan vaksin, maka persentase yang tinggi dari populasi, 60-70% menurut perkiraan para ahli, akan terinfeksi," jelas Merkel, seperti diberitakan Reuters.


Kemudian di Prancis, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan baru untuk meredam penyebaran virus corona. Maklum, korban meninggal akibat virus corona di Negeri Anggur melonjak 50% menjadi 48 orang.

Tempat penitipan anak dan sekolah di daerah Corsica dan Montpellier akan ditutup selama 15 hari ke depan. Pemerintah juga melarang warga mengunjungi panti jompo karena manula sangat rentan terpapar virus corona.

Sedangkan di Iran, pemerintah mendesak warga untuk tinggal di rumah karena korban jiwa virus corona yang yang bertambah menjadi 354 orang. Wajar saja karena situasi di Negeri Persia sudah begitu genting.

"Kami mengidentifikasi 958 kasus COVID-19 baru sehingga total jumlah kasus meningkat menjadi lebih dari 9.000 di seluruh Iran. Sebanyak 63 orang kehilangan nyawa dalam 24 jam terakhir," kata Kianush Jahanpur, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Iran, seperti diberitakan Reuters.

Di Korea Selatan, jumlah kasus corona baru bertambah 242 dalam sehari. Ini membalik tren perlambatan laju kasus baru yang sebelumnya terjadi selama 11 hari beruntun.


Berita buruk menyebar di penjuru dunia gara-gara virus corona. Siap-siap saja investor bakal bereaksi dengan melakukan panic selling.

 

Sentimen kedua adalah perkembangan harga komoditas, terutama minyak. Pada pukul 05:09 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet terkoreksi masing-masing 4,13% dan 4,11%.



Isu perang harga minyak antara Arab Saudi vs Rusia masih terasa. Akhir pekan lalu, Rusia menolak proposal Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) untuk memangkas produksi lebih dalam.

Arab Saudi, pemimpin OPEC de facto, sepertinya mutung dan bereaksi dengan menambah produksi minyak sehingga harga si emas hitam jatuh. Mungkin Riyadh ingin melihat sejauh mana Moskow kuat menghadapi harga minyak yang rendah. 


Kini, sekutu Arab Saudi bertambah satu yaitu Uni Emirat Arab. Sang tetangga berjanji untuk ikut menaikkan produksi minyak. Pada April, Uni Emirat Arab menargetkan produksi minyak akan naik lebih dari 4 juta barel/hari.

Fluktuasi harga minyak seperti ini akan menambah ketidakpastian di pasar. Akibatnya aset-aset berisiko di negara berkembang bakal dijauhi sehingga nasib IHSG dan rupiah jadi penuh tanda tanya.


Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

1. Jumpa pers perkembangan terkini virus corona di Indonesia (11:00 WIB dan 17:00 WIB).
2. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Tabungan Negara (16:00 WIB).
3. RUPSLB PT Bank QNB Indonesia (tentatif).
4. Rilis data produksi industri Zona Euro periode Januari (17:00 WIB).
5. Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS periode pekan yang berakhir 7 Maret (19:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Februari 2020 YoY)

2,68%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2020)

4,75%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Februari 2020)

US$ 130,44 miliar


Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular