Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu (4/11/2019) ditutup melemah 21 poin (0,34%) ke level 6.112,88. Pelemahan menipis di sesi kedua berkat aksi beli selektif para investor yang menolak termakan gertak sambal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait perang dagang dengan China.
Dibandingkan dengan bursa-bursa utama di Asia, koreksi yang dialami bursa Indonesia ini cenderung lebih ringan. Indeks Hang Seng anjlok 1,25%, indeks Nikkei anjlok 1,05%, indeks Kospi melemah 0,73%, dan indeks Straits Times melemah 0,48%.
Indeks Hang Seng mencatatkan koreksi paling dalam karena ditekan oleh sentimen rilis data ekonomi yang mengecewakan. Angka PMI versi Markit bulan November kembali terkontraksi ke level 38,5, dari sebelumnya 39,3 di bulan Oktober. Ini merupakan perolehan terendah sejak April 2003, dilansir Trading Economics.
Sebaliknya, indeks Shanghai melemah hanya 0,23% atau lebih baik dari IHSG menyusul kinerja positif sektor jasa di China. Index Purchasing Managers' Index (PMI) sektor jasa tercatat melambung, dari 51,1 bulan lalu menjadi 53,5 pada November yang merupakan pertumbuhan ekspansi terkuat sejak April.
Untuk hari ini, secara teknikal IHSG cenderung fluktuatif seiring terbentuknya pola capung (dragonfly doji). Pola tersebut menggambarkan masih adanya pola dorongan beli di pasar saham meski kemarin IHSG masuk zona merah.
Namun pasca perdagangan, IHSG berhasil menipiskan pelemahan dengan hanya terkoreksi 0,34% karena aksi beli selektif pada saham-saham infrastruktur, pertambangan, properti, dan aneka industri.
Pola surutnya tekanan jual di akhir perdagangan juga menimpa rupiah. Kurs Mata Uang Garuda ini berakhir stagnan terhadap dolar AS di saat isu perang dagang sedang simpang-siur. Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,05% ke Rp 14.105/US$ dan berlanjut hingga menyentuh level terendahnya Rp 14.125/US$.
Namun pada sesi penutupan, rupiah kembali ke level pembukaan alias bergerak menyamping. Bank Indonesia (BI) terindikasi melakukan intervensi di pasar, terlihat dari penguatan kurs Domestic Non-Deliverable Market (DNDF) satu jam sebelum penutupan perdagangan hari ini.
Demi melihat penjualan bersih (net sell) investor asing di pasar reguler yang mencapai Rp 199 miliar, lebih besar dari net sell kemarin Rp 75,46 miliar, bisa disimpulkan bahwa mereka masih memilih memegang dana tunai (cash) ketimbang membeli portofolio saham.
Di tengah situasi demikian, sebagian kecil investor domestik tidak mengidap psikologi kumpulan domba (herding psychology) dengan ikut-ikutan jualan saham, melainkan memilih berada di "jalan sunyi" dengan melakukan aksi beli selektif jelang penutupan pasar.
Kemarin, IHSG memang tidak sampai masuk ke zona hijau akibat aksi mereka ini. Namun, strategi kepala dingin mereka dengan memilih mengacu pada kondisi fundamental dan menolak tersapu gelombang retorika politik koboi Trump bakal mendapatkan reward yang layak.
Bursa Amerika Serikat (AS) menguat pada Rabu kemarin merespons berita Bloomberg yang mengatakan bahwa AS dan China makin dekat pada kesepakatan dagang. Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 146,97 poin (0,5%) ke 27.649,78. Indeks S&P 500 menguat 0,6% menjadi 3.112,76 sedangkan indeks Nasdaq tumbuh 0,5% ke 8.566,67.
Dalam pemberitaannya, Bloomberg mengutip sumber anonim yang menyebutkan bahwa pernyataan Trump mengenai kesepakatan dagang usai Pemilu AS adalah bentuk spontanitas, Kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu dikabarkan bergerak kian dekat untuk menyepakati besaran tarif yang akan dibatalkan dalam kesepakatan dagang fase pertama.
Terbaru, Trump kemarin juga mengatakan bahwa negosiasi dengan China berjalan dengan baik. Sebelumnya pada Selasa, Dow Jones anjlok 280 poin setelah sosok yang sama mengatakan bahwa pihaknya mungkin akan meneken kesepakatan dagang usai pemilu tahun depan.
"Saya heran, jujur saja, bahwa pasar bereaksi terhadap simpang-siur pemberitaan. Seolah-olah kita menjadi anjing Pavlov. Tiap kali seseorang bilang ada kesepakatan dagang, maka langsung naik," tutur Neil Dwane, perencana investasi global Allianz Global Investors, sebagaimana dikutip CNBC International.
Pada tahun 1890, psikolog asal Rusia Ivan Pavlov meneliti tingkah-laku anjing dan menemukan fakta bahwa mereka berliur bukan hanya ke makanan, melainkan untuk tiap hal yang diasosiasikan dengan makanan. Mereka bisa ngeces ketika mendengar langkah orang yang biasa memberi makan, meski faktanya yang bersangkutan tak membawa makanan.
Pelaku pasar terlihat mengacuhkan perkembangan buruk dalam pertemuan tingkat tinggi antara Trump dan pemimpin negara anggota NATO, di mana mantan taipan properti tersebut membatalkan konferensi pers gabungan dengan pemimpin negara anggota NATO lainnya dan menuding Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau bermuka dua.
Hubungan AS dengan kubu blok Barat memang sedang tak baik. Perwakilan Dagang AS pada Senin menyusun daftar produk Prancis yang bakal kena tarif 100% setelah Negeri Fashion itu berencana menarik pajak digital, yang menurut Trump memperlakukan perusahaan AS secara tak adil.
Merespons itu, Prancis dan beberapa negara anggota Uni Eropa lainnya berjanji akan membalas potensi pengenaan tarif AS. Apalagi, setelah Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan bahwa pihaknya bisa memberlakukan tarif terhadap produk otomotif Eropa secara umum, meski belum memasukkannya dalam pengumuman pada November kemarin.
Dari sisi fundamental, data ADB dan Moody's Analytics membawa kabar buruk dengan menunjukkan bahwa AS mencatatkan kenaikan slip gaji hanya 67.000 bulan lalu, jauh di bawah estimasi pasar sebanyak 150.000.
Layaknya anjing Pavlov, pelaku pasar di bursa AS tadi malam langsung melakukan aksi beli saham setelah mendengar kabar dari Bloomberg yang menjelaskan bahwa Trump tidak benar-benar bermaksud bahwa kesepakatan dagang dengan China bakal diteken tahun depan. Hanya gertak sambal saja.
Kabar itu menghapuskan kekhawatiran pasar, meski beberapa rilis data ekonomi AS kemarin menunjukkan sinyal persoalan (dalam skala ringan) seperti misalnya pertumbuhan jumlah pekerja yang di bawah ekspektasi.
Institute for Supply Management (ISM) juga menunjukkan bahwa aktivitas sektor jasa (non-manufacturing) AS berada di level 53,9 pada November. Masih dalam zona ekspansif, tetapi cenderung melemah jika dibandingkan dengan posisi Oktober pada 54,7. Angka ini juga lebih lemah dari polling Reuters yang menyebutkan angka 54,5.
Namun, pasar memilih tetap mengambil posisi beli karena mereka mencium adanya bau-bau kesepakatan dagang. Dan yang terpenting, serangan tarif AS terhadap China sejauh ini tidak atau belum menekan ekonomi Negeri Panda itu.
China yang menjadi motor penggerak ekonomi Kawasan dan juga ekonomi global terbukti masih ekspansif baik di sektor manufaktur maupun jasa. Terbaru, Purchasing Managers' Index (Indeks Manajer Pembelian) versi Caixin mengindikasikan kenaikan gairah usaha di sektor jasa China.
Indeks PMI sektor jasa di China tercatat di angka 53,5 pada November, lompat dari posisi bulan sebelumnya pada 51,1 dan melampaui ekspektasi pasar dalam polling Trading Economics yang memperkirakan angka PMI non-manufaktur China (November) pada 52,7.
Lagi-lagi, arah PMI China lebih baik jika dibandingkan dengan angka PMI AS yang justru melemah. Hal ini menunjukkan bahwa perang dagang yang dilancarkan Trump sejauh ini justru menjerat leher mereka sendiri. Ekonomi AS memang aman saja dan tidak sedang resesi, tetapi Trump seolah sedang berusaha keras untuk membuatnya demikian.
Dengan hijaunya bursa AS tadi malam, maka bursa regional pun berpeluang menghijau hari ini, bertumpu pada sentimen positif kabar Trump yang cuma gertak sambal, dan juga kabar positif tentang kian ekspansifnya sektor jasa di China.
Kedua kondisi itu memberi investor alasan untuk masuk ke pasar dan membeli saham unggulan yang kemarin sudah terkoreksi. Bagi mereka yang kemarin sudah melakukan aksi beli selektif, menolak tersandera dalam ketidakpastian yang diciptakan Trump, hari ini menjadi peluang untuk merealisasikan keuntungan. Selamat!
Sebaiknya jangan pegang saham anda lama-lama. Sentimen bakal bergerak cepat karena sifatnya hanya sementara, bergantung pada celoteh Trump. Secara fundamental, ekonomi AS terbukti terkena dampak buruk akibat doktrin perang dagang.
Namun, Trump tak mempedulikan itu dan memilih memperbesar skala perang dagang yang dilancarkannya, menyerang negara-negara lainnya mulai dari Prancis, Brasil, Argentina, hingga negara-negara Eropa Barat lainnya.
Berikut adalah beberapa data ekonomi dari berbagai negara yang akan dirilis hari ini:
- Neraca dagang Australia Oktober (07:00 WIB)
- Pidato Bank of Japan (BOJ) Yutaka Harada (08:00 WIB)
- Indeks keyakinan konsumen Indonesia November (16:00 WIB)
- Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa Q3-2019 (17:00 WIB)
- Neraca perdagangan AS Oktober (20:00 WIB)
- Klaim Pengangguran AS November (20:00 WIB)
- Testimoni The Fed Randal Quarles (22:00 WIB)
Adapun agenda korporasi yang bakal terjadi hari ini meliputi.
- RUPSLB PT Indonesian Paradise Property Tbk (10:00 WIB)
- RUPSLB PT Grand Kartech Tbk (10:00 WIB)
Sementara itu, indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (November 2019 YoY) | 3% |
BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019) | 5% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (2Q-2019) | -3,04% PDB |
Neraca pembayaran (2Q-2019) | -US$ 1,98 miliar |
Cadangan devisa (Oktober 2019) | US$ 126,7 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA