Berbeda dengan pasar obligasi pemerintah Amerika Serikat, di mana harganya masih mencetak rekor tertinggi secara beruntun atau 'naik-naik ke puncak gunung' selama sepekan terakhir dan menekan tingkat imbal hasilnya (
yield) ke posisi terendah sepanjang masa.
Yield US Treasury seri acuan 10 tahun turun hingga 1,12% pada akhir pekan lalu dari 1,47% pada pekan sebelumnya.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Karena turunnya yield tersebut, selisih yield US Treasury dengan yield surat utang negara (SUN) tenor sama yaitu 10 tahun melebar hingga 565, jauh di atas rerata spread 538 bps pada 2019 dan 452 bps pada 2018. Besaran 100 bps setara 1%.
Sepekan lalu, pasar obligasi pemerintah Indonesia terkoreksi seiring dengan pelemahan pasar saham karena risikonya masih dianggap beriringan. Koreksi terjadi dan menekan yield seri 10 tahun sebesar 29 bps menjadi 6,83% dari posisi pekan sebelumnya 6,54%.
Di sisi instrumen safe haven lain yaitu yen Jepang, penguatan terhadap dolar AS terlihat signifikan seiring dengan posisi dolar AS sendiri, yang biasa disebut greenback, keok di hadapan enam mata uang utama dunia. Dollar Index adalah posisi dolar AS di depan mata uang utama lain yakni euro, poundsterling, yen, dolar Kanada, franc Swiss, dan krona Swedia.
Yen menguat dari 0,89/dolar AS pada akhir pekan sebelumnya (21/2/20) menjadi 0,92/dolar AS pada akhir pekan lalu, yang diiringi oleh turunnya Indeks Dolar AS dari 99,26 menjadi 98,13.
Pekan ini, pelaku pasar kemungkinan besar akan mencari-cari dan menerka-nerka titik terbawah (bottom) setelah pasar amblas pekan lalu. Secara historis, CNBC.dom mencatat bahwa sejak Perang Dunia II indeks S&P 500 mengalami 26 kali koreksi pasar (selain yang terjadi sepekan terakhir).
Pada periode tersebut, S&P 500 membukukan rerata penurunan 13,7% dan memerlukan waktu selama 4 bulan untuk membaik lagi, jika tidak masuk ke tren koreksi lagi (bearish).
 Foto: cnbc.com Koreksi Historis S&P 500 |
Sentimen pertama yang masih bakal mewarnai psikologi investor tentu saja adalah data Covid-19. Pemodal bakal menanti apakah pekan ini akan menjadi drama lanjutan virus yang bermula dari Wuhan (China) itu dengan kenaikan jumlah negara pengidap Covid-19.
Sejauh ini, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menilai kepanikan pasar cenderung berlebihan. "Pasar global... seharusnya tenang dan coba melihat realitas yang ada," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada CNBC International dalam sebuah diskusi panel di Riyadh, Arab Saudi.
Jika penyebaran meluas, maka WHO akan mengangkat status wabah corona dari epidemi menjadi pandemi. Pasar global pun bakal terkoreksi lagi. Sebaliknya, jika muncul sinyal bahwa penyebaran kian terhadang dan muncul titik terang seputar terapi virus tersebut, maka pasar akan mengalami pembalikan (rebound).
Sentimen kedua muncul dari aktivitas manufaktur Februari (yang terkena dampak langsung dari wabah corona), mengingat China yang menjadi sumber wabah ini menjadi salah satu pusat penting produksi manufaktur dunia.
Bagi pemodal Indonesia, Senin ini akan menjadi momen penting karena Markit akan merilis Purchasing Manager's Index/PMI pada pagi pukul 07:30. Konsensus Tradingeconomics memperkirakan manufaktur Tanah Air masih terkontraksi, dengan angka 49,1 atau lebih rendah dari posisi Januari (49,3).
Pada hari yang sama, Caixin akan merilis data serupa pada pagi. Para pekerja korporasi yang menangani pemesanan barang di China terlihat memilih menunda pemesanannya, dengan angka indeks 45,7. Pada bulan sebelumnya, posisi para manajer di China masih ekspansif dengan angka indeks 51,1.
Angka indeks PMI di atas 50 mengindikasikan ekspansi, sedangkan di bawah itu menunjukkan kontraksi. Pada malam hari, giliran angka PMI manufaktur Amerika Serikat (AS) yang dirilis (versi ISM). Konsensus
Tradingeconomics memperkirakan korporasi AS masih ekspansif, dengan angka indeks PMI di level 50,8 (dari posisi bulan sebelumnya pada 51,9).
Sentimen terpenting
ketiga bakal berasal dari AS, yakni ajang ‘Selasa Super’ yang berlangsung Rabu malam waktu Indonesia. Pelaku pasar juga mencermati siapa yang akan menjadi kandidat dari Partai Demokrat untuk menantang Presiden AS Donald Trump dalam pemilih presiden November nanti.
‘Selasa Super’ adalah ajang terpenting kedua setelah hari pencoblosan di AS, di mana para bakal calon presiden baik dari kubu Demokrat maupun Republik bakal mengantongi suara untuk melaju ke putaran selanjutnya, bertarung di pemilihan presiden (pilpers) langsung.
Karena kubu Republik telah memiliki calon, yakni Trump, maka pandangan pelaku pasar akan tertuju ke kubu Demokrat. Bernie Sanders sejauh ini dianggap menjadi kandidat terkuat dari kubu tersebut, mengalahkan tujuh kandidat lainnya termasuk Michael Bloomberg.
Jika dia terpilih, maka AS akan memiliki calon presiden pertama yang merupakan seorang sosialis. Sanders juga akan menjadi presiden tertua yang menjabat, yakni pada umur 79 tahun, menggeser Trump yang sebelumnya memegang rekor tersebut pada usia 73 tahun.
Sentimen terpenting keempat adalah data PMI untuk sektor jasa. Caixin merilis indeks PMI untuk sektor jasa di China, yang diperkirakan juga memasuki zona kontraksi pada level 47,7 atau berbalik dari angka bulan sebelumnya yang masih ekspansif di angka 51,8.
Berturut-turut pada hari yang sama, pelaku pasar global akan melihat rilis indeks PMI sektor jasa di India, Rusia, Prancis, Denmark, Brazil, Uni Eropa dan AS. Jika mayoritas menunjukkan angka ekspansif, maka kepanikan bursa global berpeluang kian mereda.
Namun, Tradingeconomics sejauh ini memprediksi angka PMI sektor jasa di AS (versi Markit) bakal terkontraksi di angka 49,4 (dibandingkan angka sebelumnya pada 52,7). Hal ini patut diwaspadai. Di Negeri Sam, sektor jasa menyumbang penyerapan pekerja terbesar ketiga setelah sektor perdagangan dan layanan publik (kesehatan dan pendidikan).
Angka klaim asuransi pengangguran AS yang akan dirilis pada Kamis sejauh ini mengindikasikan bahwa klaim pengangguran baru dan lama diprediksi bertambah dengan laju menurun, masing-masing sebanyak 215.000 dan 1.722.000 orang (dari sebelumnya 219.000 dan 1.724.000).
Sentimen terakhir berasal dari dalam negeri yakni angka inflasi Indonesia (Februari) yang juga akan diumumkan pada Senin. Polling Refinitiv memperkirakan inflasi Februari sebesar 2,86% secara tahunan (dari angka Januari 2,68%), dan 0,18% secara bulanan (dari 0,39%). Angka inflasi inti berada di level 2,85% (dari bulan sebelumnya 2,88%).
Sejauh ini, pasar sudah mengantisipasi inflasi di Indonesia masih terjaga. Karena pengusaha biasanya telah menaikkan pesanan bahan baku dari China jelang libur Imlek, maka efek imported inflation (inflasi dari luar negeri) akibat problem pasokan di Negeri Panda tersebut belum terlihat pada Februari.
Senin, 2 Maret 2020
Inflasi, Indonesia. 09.00 WIB
Data penjualan motor, Indonesia. 13.30 WIB.
Caixin Manufacturing PMI, China. 08.45 WIB.
Pertumbuhan ekonomi, Italia. 17.00 WIB.
Selasa, 3 Maret 2020
PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA) RUPS 10.00 WIB
ARNA public expose.
Penetapan suku bunga acuan Bank Sentral Australia (RBA), Australia. 10.30 WIB.
Indeks Keyakinan Konsumen, Jepang. 12.00 WIB.
Angka pengangguran, inflasi, Uni Eropa. 17.00 WIB.
Pemilihan kandidat presiden dari Partai Demokrat, Amerika Serikat.
Rabu, 4 Maret 2020
DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesia (XCID) dividen kas cum date
DIRE Ciptadana Properti Perhotelan Padjajaran (XCIS) dividen kas cum date
Pertumbuhan Ekonomi, Australia. 07.30 WIB.
Pertumbuhan ekonomi, Italia. 16.00 WIB.
EIA Stock minyak mentah, Amerika Serikat. 10.30 WIB.
Angka pesanan pabrik, Amerika Serikat. 22.00 WIB.
Kamis, 5 Maret 2020
PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF) RUPS 10.00 WIB.
PT Cahaysakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) RUPS 09.00 WIB.
PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) RUPS 14.00 WIB.
Jumat, 6 Maret 2020
PT Bank Mega Tbk (MEGA) RUPS 14.00 WIB
Cadangan devisa, Indonesia, 10.00 WIB.
Neraca perdagangan, tingkat tenaga kerja non-pertanian, Amerika Serikat. 20.30 WIB.
Sabtu, 7 Maret 2020
Neraca perdagangan, China. 10.00 WIB.
Cadangan devisa, China, 14.00 WIB.
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (Februari 2020 YoY) | 2,68% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2020) | 4,75% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -1,76% PDB |
Transaksi berjalan (2019) | -2,72% PDB |
Cadangan devisa (Januari 2020) | US$ 131,7 miliar |