Dari Corona Hingga Sanders, Ini Penggerak Pasar Pekan Depan

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
01 March 2020 20:00
Dari Corona Hingga Sanders, Ini Penggerak Pasar Pekan Depan

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah melalui "pekan berdarah" menyusul kecemasan akibat penyebaran virus corona (Covid-19) ke lebih dari 50 negara, investor pekan depan bakal mencari bukti efek virus itu terhadap fundamental ekonomi. Faktor politik di AS juga layak dicermati.

Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, beberapa data fundamental layak untuk diperhatikan pekan depan karena menunjukkan sinyal awal mengenai efek penyebaran Covid-19 terhadap perekonomian beberapa negara utama dunia. Berikut ini ulasannya.

Sentimen pertama yang masih bakal menggelayuti psikologi investor tentu saja adalah data Covid-19. Pemodal bakal menanti apakah pekan depan menjadi drama lanjutan virus yang bermula dari Wuhan (China) itu dengan kenaikan jumlah negara pengidap Covid-19.

Sejauh ini, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menilai kepanikan pasar cenderung berlebihan. "Pasar global... seharusnya tenang dan coba melihat realitas yang ada," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada CNBC International dalam sebuah diskusi panel di Riyadh, Arab Saudi.

Jika penyebaran meluas, maka WHO akan mengangkat status wabah corona dari epidemi menjadi pandemi. Pasar global pun bakal terkoreksi lagi. Sebaliknya, jika muncul sinyal bahwa penyebaran kian terhadang dan muncul titik terang seputar terapi virus tersebut, maka pasar akan mengalami pembalikan (rebound).

Sentimen kedua muncul dari aktivitas manufaktur Februari (yang terkena dampak langsung dari wabah corona), mengingat China yang menjadi sumber wabah ini menjadi salah satu pusat penting produksi manufaktur dunia.

Bagi pemodal Indonesia, Senin akan menjadi momen penting karena Markit akan merilis Purchasing Manager's Index/PMI pada pagi pukul 07:30. Konsensus Tradingeconomics memperkirakan manufaktur Tanah Air masih terkontraksi, dengan angka 49,1 atau lebih rendah dari posisi Januari (49,3).

Pada hari yang sama, Caixin akan merilis data serupa pada pagi. Para pekerja korporasi yang menangani pemesanan barang di China terlihat memilih menunda pemesanannya, dengan angka indeks 45,7. Pada bulan sebelumnya, posisi para manajer di China masih ekspansif dengan angka indeks 51,1.

Angka indeks PMI di atas 50 mengindikasikan ekspansi, sedangkan di bawah itu menunjukkan kontraksi. Pada malam hari, giliran angka PMI manufaktur Amerika Serikat (AS) yang dirilis (versi ISM). Konsensus Tradingeconomics memperkirakan korporasi AS masih ekspansif, dengan angka indeks PMI di level 50,8 (dari posisi bulan sebelumnya pada 51,9).

[Gambas:Video CNBC]



Sentimen terpenting ketiga bakal berasal dari AS, yakni ajang ‘Selasa Super’ yang berlangsung Rabu malam waktu Indonesia. Pelaku pasar juga mencermati siapa yang akan menjadi kandidat dari Partai Demokrat untuk menantang Presiden AS Donald Trump dalam pemilih presiden November nanti.

‘Selasa Super’ adalah ajang terpenting kedua setelah hari pencoblosan di AS, di mana para bakal calon presiden baik dari kubu Demokrat maupun Republik bakal mengantongi suara untuk melaju ke putaran selanjutnya, bertarung di pemilihan presiden (pilpers) langsung.

Karena kubu Republik telah memiliki calon, yakni Trump, maka pandangan pelaku pasar akan tertuju ke kubu Demokrat. Bernie Sanders sejauh ini dianggap menjadi kandidat terkuat dari kubu tersebut, mengalahkan tujuh kandidat lainnya termasuk Michael Bloomberg.

Jika dia terpilih, maka AS akan memiliki calon presiden pertama yang merupakan seorang sosialis. Sanders juga akan menjadi presiden tertua yang menjabat, yakni pada umur 79 tahun, menggeser Trump yang sebelumnya memegang rekor tersebut pada usia 73 tahun.

Sentimen terpenting keempat adalah data PMI untuk sektor jasa. Caixin merilis indeks PMI untuk sektor jasa di China, yang diperkirakan juga memasuki zona kontraksi pada level 47,7 atau berbalik dari angka bulan sebelumnya yang masih ekspansif di angka 51,8.

Berturut-turut pada hari yang sama, pelaku pasar global akan melihat rilis indeks PMI sektor jasa di India, Rusia, Prancis, Denmark, Brazil, Uni Eropa dan AS. Jika mayoritas menunjukkan angka ekspansif, maka kepanikan bursa global berpeluang kian mereda.

Namun, Tradingeconomics sejauh ini memprediksi angka PMI sektor jasa di AS (versi Markit) bakal terkontraksi di angka 49,4 (dibandingkan angka sebelumnya pada 52,7). Hal ini patut diwaspadai. Di Negeri Sam, sektor jasa menyumbang penyerapan pekerja terbesar ketiga setelah sektor perdagangan dan layanan publik (kesehatan dan pendidikan).

Angka klaim asuransi pengangguran AS yang akan dirilis pada Kamis sejauh ini mengindikasikan bahwa klaim pengangguran baru dan lama diprediksi bertambah dengan laju menurun, masing-masing sebanyak 215.000 dan 1.722.000 orang (dari sebelumnya 219.000 dan 1.724.000).

Sentimen terakhir berasal dari dalam negeri yakni angka inflasi Indonesia (Februari) yang juga akan diumumkan pada Senin. Polling Refinitiv memperkirakan inflasi Februari sebesar 2,86% secara tahunan (dari angka Januari 2,68%), dan 0,18% secara bulanan (dari 0,39%). Angka inflasi inti berada di level 2,85% (dari bulan sebelumnya 2,88%).

Sejauh ini, pasar sudah mengantisipasi inflasi di Indonesia masih terjaga. Karena pengusaha biasanya telah menaikkan pesanan bahan baku dari China jelang libur Imlek, maka efek imported inflation (inflasi dari luar negeri) akibat problem pasokan di Negeri Panda tersebut belum terlihat pada Februari.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular