Newsletter

Sepi Sentimen, Pelaku Pasar Andalkan Sentimen Korporasi

ags, CNBC Indonesia
16 March 2021 06:56
Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 26/3/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali pekan, pasar keuangan nasional kompak merah merona, mulai dari saham, obligasi hingga rupiah. Rilis neraca dagang Februari diacuhkan. Hari ini, peluang pembalikan arah bergantung pada mood pelaku pasar global.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah pada perdagangan awal pekan, Senin (15/3/2021) dengan melemah 0,53% atau 33,95 poin ke 6.324,259. Upaya penguatan usai rilis neraca dagang Februari-yang mengindikasikan pemulihan, berakhir percuma.

Menurut data RTI, sebanyak 253 saham menguat, 233 tertekan dan 153 lainnya flat. Nilai transaksi hari ini mencapai Rp 11,2 triliun. Tercatat investor asing masih melakukan aksi jual dengan nilai penjualan bersih (net sell) Rp 130,8 miliar di pasar reguler.

Koreksi melanda di tengah sentimen negatif global yakni naiknya imbal hasil (yield) acuan di Amerika Serikat (AS) atau US Treasury, setelah Presiden AS Joe Biden menekan stimulus senilai US$ 1,9 triliun yang memicu kenaikan ekspektasi inflasi.

Yield obligasi tenor 10 tahun tersebut naik 8 basis poin (bp) ke 1,642% pada akhir pekan lalu yang artinya aksi jual menimpa pasar surat utang di AS. Level tersebut merupakan penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini, dan sejak Februari 2020 lalu.

Jika imbal hasil meningkat, maka ekspektasi kupon obligasi di pasar primer pun meningkat yang bakal memicu kenaikan beban pembiayaan bagi emiten obligasi dan menekan kinerja keuangannya.

Bagi investor global, ini akan memicu pemindahan dananya dari pasar negara berkembang ke AS, sehingga memicu aksi jual atas surat berharga negara (SBN), seperti yang menimpa Indonesia kemarin.

Mayoritas SBN acuan cenderung dilepas, ditandai dengan kenaikan yield di hampir semua tenor SBN acuan. Hanya SBN berkode FR0039 (tenor 3 tahun) yang masih diburu investor, terlihat dari yield-nya yang turun signifikan sebesar 16,8 basis poin (bp) ke level 5,116%.

Sementara itu, yield SBN seri FR0087 yang merupakan yield acuan obligasi negara naik 2,8 bp ke 6,758%. Yield berlawanan dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang melemah, dan sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Tekanan di pasar obligasi tersebut terindikasi dilakukan oleh investor asing. Hal ini terlihat dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot kemarin, melanjutkan pelemahan sepanjang pekan lalu sebesar -0,63%.

Pada Senin (15/3/2021), US$ 1 dibanderol Rp 14.395/US$ di pasar spot. Artinya, rupiah melemah 0,1% dibandingkan dengan penutupan perdagangan terakhir pekan lalu. Jika dilihat lebih ke belakang, Mata Uang Garuda sudah merosot 4 pekan beruntun (total -2,93%).

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Senin (15/3/2021), memamerkan aksi cetak rekor tertinggi baru di perdagangan hari pertama pekan ini.

Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 174,8 poin (+0,53%) ke 32.953,46 atau mencetak reli hari ketujuh sekaligus menyentuh rekor tertinggi baru. S&P 500 naik +25,6 poin (+0,65%) ke 3.968,94 yang juga rekor tertinggi baru dalam 5 hari reli beruntun.

Indeks saham teknologi, Nasdaq, bertambah 139,8 poin (+1,05%) ke 13.459,71. Beda dari kemarin-kemarin, saham teknologi dan saham siklikal (yang mendapatkan berkah dari pemulihan ekonomi) kompak menguat dan menjadi penggerak indeks.

Pasalnya, imbal hasil (yield) obligasi acuan AS surut ke level 1,6%, dari posisi akhir pekan lalu pada 1,64%. Selama ini saham teknologi tertekan oleh kabar kenaikan imbal hasil, karena sifat bisnis mereka yang padat modal dan rutin menerbitkan obligasi.

American Airlines dan United Airlines menguat masing-masing sebesar 7,7% dan 8,3%, disusul saham Apple (2,5%) dan Boeing (0,7%). Kemajuan vaksinasi menjadi kabar positif bagi saham siklikal.

"Distribusi vaksin Covid-19 mendekatkan kita pada pembukaan ekonomi secara penuh dan sepertinya menjadi faktor terpenting dalam mengukur prospek pertumbuhan ekonomi 2021," tutur LPL Financial dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.

Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa semua warga dewasa di AS akan mendapatkan vaksinasi selambat-lambatnya pada 1 Mei, dan bahkan menargetkan aktivitas kerumunan bisa dimulai berbarengan dengan peringatan Hari Kemerdekaan AS tanggal 4 Juli.

Pelaku pasar juga memantau hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) pada 16 dan 17 Maret dengan agenda penentuan suku bunga acuan. Pasar obligasi memantau hasil rapat itu, karena bisa memengaruhi tingkat imbal hasil mereka.

Menyusul pengesahan stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun, termasuk di antaranya bantuan langsung tunai (BLT) senilai US$ 1.400 ke warga AS, The Fed diprediksi akan lebih optimistis dan menaikkan target pertumbuhan ekonomi 2021.

Pekan lalu, Dow Jones melesat 4% disusul S&P 500 yang meroket 2,6%. Keduanya menyentuh rekor tertinggi Jumat pekan lalu. Nasdaq menguat 3% sedangkan Russell 2000 melompat 7%. Sepanjang Maret Dow Jones naik 6%, S&P 500 tumbuh 3,5%, Nasdaq hanya naik nyaris 1%.

Hari ini, pelaku pasar berada di masa jeda untuk menunggu keputusan bank sentral nasional (Bank Indonesia) dan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan menggelar rapat penentuan suku bunga acuan besok.

Kontrak berjangka (futures) indeks saham  AS cenderung flat pada pagi hari ini, setelah Dow Jones dan S&P. Kontrak futures Dow Jones melemah 24 poin, kontrak serupa S&P 500 surut 0,04%, sementara kontrak Nasdaq 100 menguat 0,07%.

Tidak ada agenda ekonomi yang cukup signifikan di dalam negeri untuk menggerakkan peta psikologi pasar hari ini. Dus, pelaku pasar akan cenderung masuk bursa dengan memanfaatkan sentimen yang sifatnya sporadis berdasarkan kabar positif emiten atau industri.

Selepas koreksi kemarin, beberapa saham berpeluang berbalik menguat seperti misalnya saham nikel yang hari ini berpeluang diburu dengan memanfaatkan kabar baik dari pasar komoditas, di mana harga nikel naik 1,2% ke US$ 16.200/ton.

Secara fundamental, perekonomian nasional juga masih kuat yang memberikan dasar bagi investasi di aset berisiko seperti saham. Koreksi harga Surat Berharag Negara (SBN) yang terjadi belakangan semestinya dianggap sebagai kenormalan baru (new normal).

Pasalnya, Indonesia bukanlah AS di mana perpindahan dana dari pasar saham ke pasar surat utang berjalan begitu konsisten dalam hubungan yang bersifat antitesis: koreksi harga US Treasury umumnya diikuti reli di Wall Street karena dana yang keluar dari pasar obligasi langsung masuk ke saham.

Tidak heran, ekonom DBS dalam risetnya yang berjudul "IndoGB: Kurang Diapresiasi Investor", DBS menilai bahwa pasar negara berkembang akan kembali menjadi pusat perhatian, saat optimisme akan pasar negara maju mencapai titik maksimal.

Dalam hal selisih (spread) imbal hasil-perbedaan imbal hasil obligasi 10 tahun dibandingkan dengan surat utang pemerintah AS, imbal hasil SBN nasional secara umum berada di tingkat menengah.

Meski sedikit lebih ketat pada awal tahun, angkanya jauh di bawah angka pada awal 2013 saat gejolak ekonomi terjadi akibat Taper Tantrum, ketika The Fed memangkas pembelian obligasi di pasar yang memicu capital outflow dari pasar negara berkembang.

"Jelas bahwa selisih imbal hasil tidak selebar dibandingkan dengan saat krisis ekstrim, seperti, hal-hal terkait pandemi dan gejolak pasar," demikian ekonom DBS menyimbulkan. Mereka yakin investor akan lebih menghargai pasar negara berkembang dalam beberapa bulan ini.

Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Data penjualan mobil RI per Februari (tentatif)
  • Produksi manufaktur Jepang per Januari (04:30 WIB)
  • Inflasi Februari Prancis & Italia (09:00 WIB)
  • Penjualan ritel AS per Februari (12:30 WIB)
  • Harga ekspor-impor AS per Februari (12:30 WIB)
  • Produksi industri AS per Februari (01:15 WIB)
  • Neraca perdagangan Jepang per Februari (11:50 WIB)

Adapun sejumlah indikator perekonomian nasional meiputi:

Data dan Indikator Ekonomi Makro

Satuan

Nilai

Pertumbuhan Ekonomi 2020

% (yoy)

-2.07

Inflasi Februari 2021

% (yoy)

1.38

BI 7 Day Reverse Repo Rate Februari 2021

%

3.5

Surplus/Defisit Anggaran 2020

% (PDB)

-5.17

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan 2020

% (PDB)

-0.4

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia 2020

US$ Miliar

2.6

Cadangan Devisa Februari 2021

US$ Miliar

138.8

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular