
Newsletter
Pasar RI Perkasa Pekan Lalu, Waspada Ambil Untung!
Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 April 2019 05:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia membukukan kinerja yang memuaskan sepanjang pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan harga obligasi pemerintah seluruhnya bergerak menguat.
Sepanjang pekan lalu, IHSG mencatat penguatan 0,08% secara point-to-point. IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama Asia seperti Nikkei 225 (2,83%), Hang Seng (3,05%), Shanghai Composite (5,04%), Kospi (3,08%), dan Straits Times (3,22%).
Penguatan IHSG terlihat minimalis dibandingkan para tetangganya. Sebab IHSG sempat terkena aksi ambil untung. Selain itu, perdagangan pekan lalu hanya berlangsung selama 4 hari karena ada libur memperingati Isra Miraj.
Kemudian nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,81% selama minggu kemarin. Rupiah menjadi salah satu mata uang terbaik Benua Kuning, karena yang ainnya melemah di hadapan dolar AS seperti dolar Singapura (-0,04%), yen Jepang (-0,73%), atau yuan China (-0,08%).
Mata uang utama Asia agak kesulitan berhadapan dengan dolar AS. Sepanjang pekan lalu, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat tipis 0,02%. Dolar AS bergerak mengikuti imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, di mana untuk tenor 10 tahun naik 9,6 basis poin (bps).
Berkebalikan dengan obligasi pemerintah AS, yield surat utang pemerintah Indonesia tenor 10 tahun justru turun 7,7 bps sepanjang pekan lalu. Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya minat pelaku pasar.
Surat Berharga Negara (SBN) sepertinya menikmati berkah aliran modal asing merespons data inflasi yang dirilis awal pekan lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia sebesar 2,48% year-on-year (YoY), terendah sejak November 2009.
Dengan inflasi yang rendah, artinya keuntungan riil dari investasi di obligasi semakin tinggi. Yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu berada di 7,588% sehingga keuntungan riil yang didapat investor lumayan menggiurkan yaitu mencapai 5,11%. Ini membuat investor masih ngebet mengoleksi surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun secara umum, sentimen yang menyelimuti pasar keuangan Asia pekan pekan lalu cukup positif. Berita utama yang menggerakkan pasar adalah aura damai dagang AS-China yang semakin terasa.
Pekan lalu, dialog dagang AS-China berlanjut di Washington. Hawa positif datang sejak awal pekan, karena China resmi menunda kenaikan bea masuk impor produk otomotif dan suku cadang made in the USA yang semestinya naik dari 10% menjadi 25% pada 2 April.
Perundingan di Washington pun sepertinya berjalan mulus. Bahkan Presiden AS Donald Trump sampai memanggil pemimpin delegasi China yaitu Wakil Perdana Menteri Liu He ke Gedung Putih.
"Kami semakin dekat untuk mencapai kesepakatan. Saya rasa dalam waktu 4 pekan ke depan, lebih atau kurang, akan ada pengumuman yang monumental," ungkap Trump, mengutip Reuters.
Perkembangan dialog dagang AS-China yang semakin mendekati garis finis membuat pelaku pasar bergairah. Risk appetite meningkat, dan investor rajin memburu aset-aset di negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya jelas, yaitu IHSG, rupiah, dan SBN bergerak ke utara alias menguat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sepanjang pekan lalu, IHSG mencatat penguatan 0,08% secara point-to-point. IHSG bergerak searah dengan indeks saham utama Asia seperti Nikkei 225 (2,83%), Hang Seng (3,05%), Shanghai Composite (5,04%), Kospi (3,08%), dan Straits Times (3,22%).
Penguatan IHSG terlihat minimalis dibandingkan para tetangganya. Sebab IHSG sempat terkena aksi ambil untung. Selain itu, perdagangan pekan lalu hanya berlangsung selama 4 hari karena ada libur memperingati Isra Miraj.
Kemudian nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,81% selama minggu kemarin. Rupiah menjadi salah satu mata uang terbaik Benua Kuning, karena yang ainnya melemah di hadapan dolar AS seperti dolar Singapura (-0,04%), yen Jepang (-0,73%), atau yuan China (-0,08%).
Mata uang utama Asia agak kesulitan berhadapan dengan dolar AS. Sepanjang pekan lalu, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat tipis 0,02%. Dolar AS bergerak mengikuti imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Paman Sam, di mana untuk tenor 10 tahun naik 9,6 basis poin (bps).
Berkebalikan dengan obligasi pemerintah AS, yield surat utang pemerintah Indonesia tenor 10 tahun justru turun 7,7 bps sepanjang pekan lalu. Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya minat pelaku pasar.
Surat Berharga Negara (SBN) sepertinya menikmati berkah aliran modal asing merespons data inflasi yang dirilis awal pekan lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia sebesar 2,48% year-on-year (YoY), terendah sejak November 2009.
Dengan inflasi yang rendah, artinya keuntungan riil dari investasi di obligasi semakin tinggi. Yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu berada di 7,588% sehingga keuntungan riil yang didapat investor lumayan menggiurkan yaitu mencapai 5,11%. Ini membuat investor masih ngebet mengoleksi surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun secara umum, sentimen yang menyelimuti pasar keuangan Asia pekan pekan lalu cukup positif. Berita utama yang menggerakkan pasar adalah aura damai dagang AS-China yang semakin terasa.
Pekan lalu, dialog dagang AS-China berlanjut di Washington. Hawa positif datang sejak awal pekan, karena China resmi menunda kenaikan bea masuk impor produk otomotif dan suku cadang made in the USA yang semestinya naik dari 10% menjadi 25% pada 2 April.
Perundingan di Washington pun sepertinya berjalan mulus. Bahkan Presiden AS Donald Trump sampai memanggil pemimpin delegasi China yaitu Wakil Perdana Menteri Liu He ke Gedung Putih.
"Kami semakin dekat untuk mencapai kesepakatan. Saya rasa dalam waktu 4 pekan ke depan, lebih atau kurang, akan ada pengumuman yang monumental," ungkap Trump, mengutip Reuters.
Perkembangan dialog dagang AS-China yang semakin mendekati garis finis membuat pelaku pasar bergairah. Risk appetite meningkat, dan investor rajin memburu aset-aset di negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya jelas, yaitu IHSG, rupiah, dan SBN bergerak ke utara alias menguat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular