Newsletter

Damai Dagang AS-China Masih Tanda Tanya

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 December 2018 05:12
Damai Dagang AS-China Masih Tanda Tanya
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berhasil bangkit dengan mencetak penguatan pada perdagangan kemarin. Kondisi global yang kondusif membuat pelaku pasar bergairah memburu aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat signifikan yakni 1,02%. IHSG tidak pernah menyentuh zona merah, bahkan melakukan sprint jelang akhir perdagangan. 


Sementara nilai tukar rupiah berhasil menguat 0,1% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pasar spot. Berbeda dengan IHSG, rupiah nyaris sepanjang hari berkubang di area depresiasi sebelum melaju jelang akhir perdagangan. 


Gairah investor untuk masuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang memang sedang tinggi-tingginya. Kepercayaan diri pelaku pasar bangkit setelah melihat performa Wall Street yang begitu apik. Setelah 4 hari dihajar habis-habisan, Wall Street mampu bangkit di mana indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 4,98%, S&P 500 melambung 4,95%, dan Nasdaq Composite terdongkrak 5,84%.  


Tidak hanya itu, ada tiga kabar positif yang membuat investor semakin percaya diri. Pertama, beberapa media di AS melaporkan bahwa tim perdagangan asal Negeri Paman Sam akan bertolak ke Beijing untuk membahas kelanjutan negosiasi perdagangan dengan China. 

Kedua, meredanya tensi antara Gedung Putih dan The Federal Reserve/The Fed. Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett menyatakan bahwa posisi Jerome 'Jay' Powell sebagai gubernur 100% aman.


Ketiga, harga minyak yang sempat melesat kembali anjlok. Kemarin, sore, harga minyak jenis brent turun 1,69% dan light sweet berkurang 1,69%. 

Penurunan harga minyak berdampak positif bagi rupiah. Pasalnya, koreksi harga si emas hitam akan mengurangi beban di transaksi berjalan sehingga rupiah akan mendapatkan ruang untuk 'bernafas'. 

Kondusifnya sentimen eksternal tersebut mendorong pelaku pasar berbondong-bondong masuk ke pasar keuangan Asia, tak terkecuali Indonesia. Di pasar saham, investor mencatatkan beli bersih hingga Rp 187,48 miliar. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama masih mampu bertahan di zona hijau. DJIA ditutup menguat 1,14%, S&P 500 naik 0,56%, dan Nasdaq bertambah 0,38%. 

Padahal bursa saham New York sempat mengalami koreksi yang lumayan dalam, di mana DJIA anjlok 1,81%, S&P 500 amblas 1,86%, dan Nasdaq ambrol 2,28%.

Penyebabnya adalah rilis data-data ekonomi AS yang kurang ciamik. Indeks Keyakinan Konsumen AS versi The Conference Board periode Desember tercatat  136,4 atau turun 8,3 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Ini merupakan penurunan bulanan terdalam sejak Juli 2015. 

Kemudian harga properti residensial Negeri Paman Sam pada Oktober tumbuh 5,7% secara year-on-year (YoY). Ini menjadi laju paling lambat selama nyaris 2 tahun terakhir. 

Data-data tersebut membuat investor khawatir terhadap prospek perekonomian Negeri Adidaya. Sepertinya sinyal perlambatan ekonomi semakin ada dan tampak nyata. 

"Penjualan ritel memang masih kuat. Namun keyakinan konsumen melambat dan sepertinya akan terus terjadi apabila belum ada penyelesaian terhadap isu-isu perdagangan, fiskal, dan kepastian mengenai kebijakan moneter bank sentral," kata Bryan Reilly, Direktur Pelaksana di CIBC Private Wealth Management yang berbasis di Boston, mengutip Reuters. 

Namun jelang akhir perdagangan, Wall Street mampu bangkit ditopang oleh saham-saham industri kesehatan. Saham Procter & Gamble naik 2,14%, Merck mengat 1,84%, dan Pfizer bertambah 1,56%. Saham-saham industri manufaktur juga mampu menguat lumayan tajam, seperti 3M (2,38%), Caterpillar (1,53%), dan Boeing (1,02%). 

Sepertinya sentimen damai dagang AS-China yang semakin nyata menjadi pendorong utama penguatan sektor-sektor tersebut. Apabila Washington-Beijing benar-benar bisa berdamai, maka pasar China akan semakin terbuka dan akan mendongkrak laba. 

Mengutip Reuters, pertemuan AS-China kemungkinan terjadi pada Januari. Pertemuan ini sedang direncanakan kedua pihak melalui komunikasi yang intensif. 

"AS memang sedang dalam periode liburan. Namun tim perdagangan AS dan China tetap menggelar komunikasi dan pertemuan masih terjadwal sesuai rencana. Kedua pihak berencana melakukan pertemuan pada Januari menindaklanjuti komunikasi yang intensif melalui telepon," kata Gao Feng, Jur Bicara Kementerian Perdagangan China. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu hasil positif yang diraih Wall Street. Diharapkan hijaunya Wall Street akan memberi semangat bursa saham Asia untuk mencatatkan pencapaian serupa. 

Sentimen kedua adalah perkembangan hubungan dagang AS-China. Di tengah persiapan dialog dagang, terselip berita buruk yang bisa mengganggu hubungan kedua negara. 

Reuters mengabarkan, Presiden AS Donald Trump tengah mempertimbangkan agar perusahaan-perusahaan AS tidak menggunakan perangkat telekomunikasi buatan dua perusahaan asal China, Huawei dan ZTE. Alasannya adalah untuk kepentingan dan keamanan nasional. AS menuding Huawei dan ZTE berkolaborasi dengan pemerintah China untuk membuat perangkat mereka menjadi alat mata-mata.  


Keputusan ini disebut bisa berlaku mulai bulan depan. Nantinya Kementerian Perdagangan AS bisa langsung memblok perusahaan-perusahaan AS untuk mengimpor alat komunikasi buatan Huawei dan ZTE. Naskah peraturan ini masih digodok, belum final.  

Beredarnya kabar ini tentu berpotensi membuat telinga China panas. Jika China sampai murka, maka perundingan dagang dengan AS terancam penuh emosi bahkan bisa saja batal. Nasib damai dagang masih penuh tanda tanya, dan ada kemungkinan perang dagang meletus kembali. 

Apabila sentimen ini bergulir menjadi bola salju yang semakin besar, maka bisa membuat pelaku pasar ketar-ketir. Akibatnya, mode bermain aman kembali terpasang dan aset-aset berisiko di negara berkembang akan mengalami pelepasan. Tentu bukan kabar baik bagi pasar keuangan Indonesia. 

Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang kemungkinan melemah. pada pukul 04:38 WIB, Dollar Index terpantau turun 0,52%.  

Data-data ekonomi yang kurang oke dan risiko perlambatan ekonomi yang semakin nyata membuat investor kian yakin bahwa The Fed tidak akan terlalu agresif pada 2019. Kalau tahun ini Powell dan sejawat menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali, maka 2019 kemungkinan cukup dua kali. 

Laju kenaikan Federal Funds Rate yang melambat ini tentu akan mempengaruhi kinerja greenback. Mata uang ini menjadi kurang atraktif dan dalam jangka menengah-panjang akan kekurangan peminat. Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah cs di Asia untuk kembali mencetak apresiasi.  

Sentimen keempat, yang juga positif buat rupiah, adalah berlanjutnya koreksi harga minyak. Pada pukul 04:43 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 3,18% dan light sweet jatuh 2,1%. 

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penurunan harga minyak akan berdampak positif bagi mata uang Tanah Air. Sebagai negara net importir minyak, penurunan harga komoditas ini akan mengurangi biaya impor Indonesia. Devisa yang 'terbuang' pun akan lebih sedikit sehingga rupiah punya ruang untuk menguat. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data tingkat pengangguran Jepang periode November 2018 (06:30 WIB).
  • Rilis data penjualan ritel Jepang periode November 2018 (06:50 WIB).
  • Menko Perekonomian Darmin Nasution dan sejumlah menteri Kabinet Kerja mengadakan rapat koordinasi membahas Pajak Pertambahan Nilai untuk produk-produk pertanian (14:00 WIB).
  • Rilis data indeks PMI Chicago periode Desember 2018 (21:45 WIB).
  • Rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan hingga 21 Desember (23:00 WIB).

Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Marga Abhinaya Abadi Tbk (MABA)RUPSLB-
PT Bukit Asam Tbk (PTBA)RUPSLB09:00
PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS)RUPSLB14:00
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2018 YoY)5,17%
Inflasi (November 2018 YoY)3,23%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2018)6%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2,19% PDB
Transaksi berjalan (Q III-2018)-3,37% PDB
Neraca pembayaran (Q III-2018)-US$ 4,39 miliar
Cadangan devisa (November 2018)US$ 117,21 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular