
Newsletter
Ada Risiko Profit Taking, Waspadalah!
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Yazid Muamar, CNBC Indonesia
08 November 2018 05:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia lagi-lagi mengakhiri hari dengan bahagia pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup menguat, nilai tukar rupiah menguat di kisaran 1,5% terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah terus terkoreksi.
Kemarin, IHSG berakhir di zona hijau dengan penguatan 0,27%. Bursa saham utama Asia ditutup variatif, di mana indeks Nikkei 225 melemah 0,28%, Hang Seng menguat 0,1%, Shanghai Composite turun 0,68%, Kospi berkurang 0,54%, dan Straits Times surplus 0,15%.
Sementara rupiah menguat tajam 1,52% terhadap greenback dan berada di posisi terkuat sejak 22 Agustus. Mata uang utama Asia pun mayoritas menguat terhadap dolar AS tetapi apresiasi rupiah tetap yang terbaik di Asia. Rupiah meraih prestasi ini selama 2 hari beruntun.
Kemudian yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun anjlok 14,4 basis poin (bps). Harga instrumen ini pun melonjak 86,4 bps.
Sentimen positif bagi pasar keuangan Indonesia datang dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, investor sudah berpersepsi bahwa cadangan devisa akan membaik pada Oktober 2018.
Artinya, tekanan terhadap rupiah sepertinya mulai berkurang sehingga Bank Indonesia (BI) tidak perlu lagi menggunakan cadangan devisa secara agresif. Rupiah yang mulai stabil memberi kepercayaan diri bagi investor untuk mengoleksi mata uang ini.
Benar saja, kala pasar sudah ditutup, BI mengumumkan cadangan devisa sampai akhir bulan lalu sebesar US$ 115,16 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 114,85 miliar.
Sementara dari luar negeri, sentimen utama yang mewarnai pasar adalah pemilihan sela di Negeri Paman Sam. Partai Republik, pendukung Presiden Donald Trump, mempertahankan dominasinya di Senat. Namun Partai Demokrat kini punya suara mayoritas di House of Representative, setelah 2 tahun ini praktis tidak punya kekuatan.
Partai Demokrat bisa menjadi penguasa di House sehingga tercipta kondisi gridlock (Partai Republik dan Partai Demokrat sama kuat) di Washington. Dikhawatirkan akan ada perubahan arah kebijakan pemerintahan Trump, karena Partai Demokrat sebagai oposisi sudah memiliki kekuatan.
Bisa jadi kondisi politik AS ke depan akan penuh kegaduhan. Kebijakan-kebijakan Trump kemungkinan akan terjegal di House. Atau bahkan akan ada penyelidikan terhadap berbagai isu yang menerpa Trump, seperti peran Rusia dalam pemilihan presiden AS 2016, insider trading yang melibatkan orang-orang dekat sang presiden, pembayaran pajak, dan sebagainya.
Ini semua akan menciptakan musuh utama bagi investor; ketidakpastian. Melihat musuh besar di depan mata, aliran modal pun 'terbang' meninggalkan AS dan hinggap ke berbagai penjuru. Asia menjadi salah satu tujuannya, termasuk Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kemarin, IHSG berakhir di zona hijau dengan penguatan 0,27%. Bursa saham utama Asia ditutup variatif, di mana indeks Nikkei 225 melemah 0,28%, Hang Seng menguat 0,1%, Shanghai Composite turun 0,68%, Kospi berkurang 0,54%, dan Straits Times surplus 0,15%.
Sementara rupiah menguat tajam 1,52% terhadap greenback dan berada di posisi terkuat sejak 22 Agustus. Mata uang utama Asia pun mayoritas menguat terhadap dolar AS tetapi apresiasi rupiah tetap yang terbaik di Asia. Rupiah meraih prestasi ini selama 2 hari beruntun.
Kemudian yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun anjlok 14,4 basis poin (bps). Harga instrumen ini pun melonjak 86,4 bps.
Sentimen positif bagi pasar keuangan Indonesia datang dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, investor sudah berpersepsi bahwa cadangan devisa akan membaik pada Oktober 2018.
Artinya, tekanan terhadap rupiah sepertinya mulai berkurang sehingga Bank Indonesia (BI) tidak perlu lagi menggunakan cadangan devisa secara agresif. Rupiah yang mulai stabil memberi kepercayaan diri bagi investor untuk mengoleksi mata uang ini.
Benar saja, kala pasar sudah ditutup, BI mengumumkan cadangan devisa sampai akhir bulan lalu sebesar US$ 115,16 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 114,85 miliar.
Sementara dari luar negeri, sentimen utama yang mewarnai pasar adalah pemilihan sela di Negeri Paman Sam. Partai Republik, pendukung Presiden Donald Trump, mempertahankan dominasinya di Senat. Namun Partai Demokrat kini punya suara mayoritas di House of Representative, setelah 2 tahun ini praktis tidak punya kekuatan.
Partai Demokrat bisa menjadi penguasa di House sehingga tercipta kondisi gridlock (Partai Republik dan Partai Demokrat sama kuat) di Washington. Dikhawatirkan akan ada perubahan arah kebijakan pemerintahan Trump, karena Partai Demokrat sebagai oposisi sudah memiliki kekuatan.
Bisa jadi kondisi politik AS ke depan akan penuh kegaduhan. Kebijakan-kebijakan Trump kemungkinan akan terjegal di House. Atau bahkan akan ada penyelidikan terhadap berbagai isu yang menerpa Trump, seperti peran Rusia dalam pemilihan presiden AS 2016, insider trading yang melibatkan orang-orang dekat sang presiden, pembayaran pajak, dan sebagainya.
Ini semua akan menciptakan musuh utama bagi investor; ketidakpastian. Melihat musuh besar di depan mata, aliran modal pun 'terbang' meninggalkan AS dan hinggap ke berbagai penjuru. Asia menjadi salah satu tujuannya, termasuk Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular