
Newsletter
Ada Risiko Profit Taking, Waspadalah!
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Yazid Muamar, CNBC Indonesia
08 November 2018 05:35

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu adalah lonjakan di Wall Street. Semoga pencapaian Wall Street bisa ditiru oleh bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah nilai tukar dolar AS, yang masih tertekan. Pada pukul 04:27 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,21%.
Hasil pemilihan sela ternyata menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Pasalnya dengan kehadiran kubu oposisi, akan semakin sulit bagi Trump untuk menggolkan kebijakan stimulus berikutnya.
Paling mudah adalah nyaris mustahil Trump akan bisa kembali memotong tarif pajak. Partai Demokrat sudah lama menentang hal ini, karena dianggap hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dengan konsekuensi pembengkakan defisit anggaran.
Soal defisit anggaran juga akan menjadi perdebatan. Kerap kali isu batas utang (debt ceiling) menjadi penghambat dalam pengesahan anggaran negara. Keberadaan Partai Demokrat akan membuat Trump sulit menaikkan batas utang terlalu tinggi sehingga penerbitan obligasi berpotensi berkurang.
Potensi penurunan penerbitan obligasi pemerintah AS membuat yield instrumen ini turun. Penurunan yield adalah sinyal bearish bagi dolar AS, karena cuan di pasar obligasi menjadi berkurang sehingga pasar kurang bergairah. Artinya permintaan terhadap dolar AS juga akan berkurang dan nilainya pun melemah.
Jika pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah pun berpeluang untuk meneruskan laju positif yang dicapai dalam 2 hari terakhir. Menarik untuk dinanti, apakah rupiah mampu menjadi raja Asia selama 3 hari berturut-turut?
Namun dolar AS masih punya senjata andalan yaitu rapat komite pengambil keputusan di The Federal Reserve/The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) yang hasilnya akan diumumkan pada 8 November waktu setempat. Pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan kolega masih akan menahan suku bunga acuan di 2-2,25%, dengan probabilitas mencapai 92,8% menurut CME Fedwatch.
Namun, pelaku pasar akan mencari petunjuk soal arah kebijakan moneter AS ke depan. Apabila masih ada sinyal mengenai kenaikan Federal Funds Rate pada Desember, apalagi kalau sinyalnya kian kuat, maka dolar AS bisa bangkit dari keterpurukan.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi di AS, terutama untuk instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Ini akan membuat permintaan terhadap dolar AS akan meningkat dan nilainya menguat. Oleh karena itu, rupiah masih harus ekstra waspada.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Kedua adalah nilai tukar dolar AS, yang masih tertekan. Pada pukul 04:27 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,21%.
Hasil pemilihan sela ternyata menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Pasalnya dengan kehadiran kubu oposisi, akan semakin sulit bagi Trump untuk menggolkan kebijakan stimulus berikutnya.
Paling mudah adalah nyaris mustahil Trump akan bisa kembali memotong tarif pajak. Partai Demokrat sudah lama menentang hal ini, karena dianggap hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar dengan konsekuensi pembengkakan defisit anggaran.
Soal defisit anggaran juga akan menjadi perdebatan. Kerap kali isu batas utang (debt ceiling) menjadi penghambat dalam pengesahan anggaran negara. Keberadaan Partai Demokrat akan membuat Trump sulit menaikkan batas utang terlalu tinggi sehingga penerbitan obligasi berpotensi berkurang.
Potensi penurunan penerbitan obligasi pemerintah AS membuat yield instrumen ini turun. Penurunan yield adalah sinyal bearish bagi dolar AS, karena cuan di pasar obligasi menjadi berkurang sehingga pasar kurang bergairah. Artinya permintaan terhadap dolar AS juga akan berkurang dan nilainya pun melemah.
Jika pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah pun berpeluang untuk meneruskan laju positif yang dicapai dalam 2 hari terakhir. Menarik untuk dinanti, apakah rupiah mampu menjadi raja Asia selama 3 hari berturut-turut?
Namun dolar AS masih punya senjata andalan yaitu rapat komite pengambil keputusan di The Federal Reserve/The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) yang hasilnya akan diumumkan pada 8 November waktu setempat. Pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan kolega masih akan menahan suku bunga acuan di 2-2,25%, dengan probabilitas mencapai 92,8% menurut CME Fedwatch.
Namun, pelaku pasar akan mencari petunjuk soal arah kebijakan moneter AS ke depan. Apabila masih ada sinyal mengenai kenaikan Federal Funds Rate pada Desember, apalagi kalau sinyalnya kian kuat, maka dolar AS bisa bangkit dari keterpurukan.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi di AS, terutama untuk instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Ini akan membuat permintaan terhadap dolar AS akan meningkat dan nilainya menguat. Oleh karena itu, rupiah masih harus ekstra waspada.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular