Hati-hati Baca Data Kemiskinan, RI Terancam Masalah Ini!

Zahwa Madjid, CNBC Indonesia
25 July 2025 18:40
Sejumlah rumah panggung dengan bahan tripleks dan kayu berdiri di atas genangan air yang penuh tumpukan sampah di Kampung Bengek, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (3/9/2019). Tumpukan sampah tersebut berasal dari pemukiman liar di Kampung Bengek yang didirikan di atas lahan milik PT Pelindo II, Bahkan tumpukan sampah itupun sampai menutup jalan menuju rumah-rumah warga Kendati begitu, warga yang tinggal di rumah panggung itu tidak terganggu dengan adanya tumpukan sampah. Pelindo II telah berupaya agar lahan tersebut tidak dimasuki warga dengan memasang pagar pembatas dan portal. Kampung Bengek menjadi viral beberapa hari belakangan. Alasannya, kampung itu dikelilingi lautan sampah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Suasana perkampungan yang penuh tumpukan sampah di Kampung Bengek, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (3/9/2019). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik baru saja mengumumkan kemiskinan di Indonesia mencapai 23,85 juta orang per Maret 2025, mengalami penurunan tipis dibandingkan periode sebelumnya. Bahkan ini terendah dalam dua dekade.

Kendati demikian, gelombang PHK masih sangat masif. Hingga awal tahun 2025, Indonesia telah menghadapi gelombang besar PHK dengan jumlah pekerja yang terdampak mencapai sekitar 60.000 orang pada dua bulan pertama tahun ini. Data ini diperoleh dari laporan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Adapun dari data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat 26.455 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 20 Mei 2025. Angka tersebut bertambah 2.419 orang dibandingkan per akhir April 2025. Angkanya bisa bertambah jika dihitung hingga akhir Mei 2025.

Di sisi lain, Pemerintah pun masih sangat masif menggelontorkan berbagai stimulus ekonomi untuk mendorong pertumbuhan.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, untuk menjaga kesejahteraan masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan Rp 33 triliun untuk paket stimulus ekonomi tahap I. Mulai dari diskon tarif listrik, jaminan kehilangan pekerjaan, hingga insentif pembelian mobil listrik dan PPN ditanggung pemerintah untuk pembelian rumah.

Peneliti Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai penurunan kemiskinan terjadi bersamaan dengan peningkatan belanja bansos menunjukkan bahwa konsumsi dasar rumah tangga masih sangat tergantung pada transfer fiskal.

Tak hanya kelompok miskin, kelompok hampir miskin yang berada sedikit di atas garis kemiskinan pun juga masih mengandalkan bantalan ekonomi tersebut untuk bertahan.

"Dengan kata lain, yang berkurang bukan hanya jumlah orang miskin, tapi juga intensitas kemiskinan. Ini penting, namun tidak sepenuhnya merepresentasikan peningkatan produktivitas atau kemandirian ekonomi rumah tangga," ujar Yusuf kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/7/2025).

Angka PHK yang meningkat dalam berbagai sektor pun menegaskan bukti data kemiskinan tersebut tidak selamanya menggambarkan adanya peningkatan produktivitas dan kemandirian ekonomi rumah tangga.

Artinya, rumah tangga tidak hanya belum beranjak menuju ketahanan ekonomi, tapi justru dihadapkan pada risiko kehilangan sumber penghidupan utama. Maka dari itu, angka penurunan angka kemiskinan secara statistik harus dibaca secara hati-hati.

"Dalam situasi seperti ini, penurunan angka kemiskinan secara statistik harus dibaca secara hati-hati. Karena ia terjadi bukan karena rumah tangga memperoleh pendapatan yang lebih baik, melainkan karena konsumsi dasar mereka ditopang oleh bansos yang makin diperluas," ujarnya.

Ancaman Bagi Masyarakat RI

Peningkatan PHK juga memperkuat fenomena pergeseran ke pekerjaan informal, yang umumnya berupah rendah, tidak pasti, dan tanpa perlindungan sosial. Rumah tangga mungkin saja tidak lagi dikategorikan miskin secara administratif, namun mereka tetap sangat rentan terhadap guncangan kecil kenaikan harga pangan, inflasi energi, atau keterlambatan distribusi bantuan sosial.

Maka dari itu, Yusuf menilai pemerintah perlu menyusun kebijakan bantuan yang lebih produktif ketimbang konsumtif.

"Bansos tetap penting sebagai jaring pengaman sosial, tetapi tidak bisa menjadi fondasi tunggal untuk membangun kesejahteraan," ujarnya.

Perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas, seperti pelatihan kerja, pendidikan vokasi, dan akses terhadap modal usaha kecil, harus menjadi prioritas. Namun Yusuf menegaskan peningkatan kapasitas hanya akan bermakna jika diikuti oleh penciptaan lapangan kerja formal yang berkualitas.

Dalam konteks ini, pemilihan sektor usaha menjadi sangat krusial.

Tidak semua sektor memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi sekaligus memberi kepastian penghasilan.

"Sektor industri manufaktur dan jasa pariwisata adalah dua di antara sektor strategis yang patut mendapat perhatian serius. Industri manufaktur, terutama yang berbasis hilirisasi dan teknologi, dapat menciptakan pekerjaan formal dengan produktivitas tinggi," ujarnya.

Sedangkan pariwisata, jika dikembangkan secara berkelanjutan dan tidak eksploitatif, berpotensi menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar, terutama di wilayah non-perkotaan.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Pemerintah Siapkan Stimulus Baru, Diskon Listrik Jadi Sorotan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular