Penyebab Warga RI Jadi Miskin: Uang Habis untuk Nasi, Rokok & Kopi

Rania Reswara Addini, CNBC Indonesia
25 July 2025 16:05
Vietnam Jadi Raja Kopi Dunia, Nasib RI Pahit
Foto: Infografis/ Vietnam Jadi Raja Kopi Dunia, Nasib RI Pahit/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Beras, rokok, dan kopi sachet masih menjadi penyumbang utama garis kemiskinan per Maret 2025.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan beras menyumbang sebesar 21,06% terhadap garis kemiskinan. Sementara itu, rokok filter menyumbang 10,72% terhadap garis kemiskinan (GK) untuk perkotaan. Sedangkan di perdesaan, beras menyumbang sebesar 24,91% dan rokok kretek filter sebesar 9,99%.

Pada periode sebelumnya juga dijumpai hal serupa. Komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan masih berupa beras dengan sumbangan terbesar, yakni 21,01 % di perkotaan dan 24,93% di perdesaan.

Rokok kretek filter juga menempati posisi kedua pada GK September 2024, memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (10,67% di perkotaan dan 9,76% di perdesaan).

Besaran sumbangan rokok bahkan lebih besar dibandingkan bahan makanan pokok seperti telur ayam maupun daging ayam. Bumbu-bumbu dapur yang krusial dalam makanan sehari-hari seperti bawang merah, gula pasir, dan cabe rawit juga menempati posisi yang lebih rendah pada daftar.

 

Telur ayam menempati posisi ketiga dengan proporsi 4,50% untuk GK perkotaan dan 3,62% untuk GK perdesaan, dan daging ayam ras menempati posisi berikutnya dengan proporsi 4,22% dan 2,98% untuk perkotaan dan perdesaan secara berurutan.

Yang menarik, kopi sachet juga masuk10 besar penyumbang kemiskinan di Indonesia. Artinya, konsumsi masyarakat Indonesia pada produk tersebut sangat besar.

Untuk komoditas bukan makanan, penyumbang tertinggi adalah komoditas perumahan atau biaya tempat tinggal sebesar 9,11% di perkotaan dan 8,99% di perdesaan. Bensin menyusul di peringkat kedua dengan besaran sumbangan 3,06% di perkotaan dan 3,03% di perdesaan.


Sebagai catatan, garis kemiskinan adalah batas pengeluaran minimum untuk mengklasifikasikan tingkat kemiskinan seseorang. Apabila pengeluaran seseorang berada di bawah garis kemiskinan tersebut, maka Ia diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin.

 

BPS menghitung garis kemiskinan secara lokal di setiap wilayah kabupaten/kota dengan memperhatikan garis kemiskinan makanan yang menentukan 73,67% komponen (perkotaan) atau 76,07% (perdesaan), di hitung dari kebutuhan energi minimal 2.100 kkal per kapita per hari dan garis kemiskinan non-makanan yang menentukan 26,33% komponen di perkotaan atau 23,93% di perdesaan, terdiri dari kebutuhan sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan.

Garis kemiskinan provinsi ditetapkan berbeda-beda sesuai dengan biaya hidup di tiap daerah, mengingat setiap provinsi memiliki harga barang dan jasa yang berbeda. Misalnya, harga beras, transportasi, atau sewa tempat tinggal di kota metropolitan seperti Jakarta tentu lebih tinggi dibanding daerah lain seperti di Yogyakarta.

Provinsi dengan tingkat upah dan penghasilan lebih tinggi biasanya memiliki standar hidup yang lebih tinggi, sehingga garis kemiskinan mereka juga lebih tinggi.

Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan garis kemiskinan nasional sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan pada Maret 2025.

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation