Kata 5 Ekonom Soal Rekor Dagang RI, 'Party' Masih Lanjut?

News - haa, CNBC Indonesia
16 September 2022 07:55
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo) Foto: Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia berhasil mencetak surplus selama 28 bulan berturut-turut pada Agustus 2022.

Badan Pusat Statisik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan barang pada bulan Agustus mencapai sebesar US$ 5,76 miliar.

"Pada bulan Agustus ini neraca perdagangan mencatat surplus sebesar US$ 5,76 miliar," kata Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, dalam rilis ekspor dan impor, dikutip Jumat (16/9/2022).

"Ini adalah surlus dalam 28 bulan berturut-turut sejak Mei," lanjutnya.

Surplus neraca perdagangan ditopang oleh surplus neraca komoditas non-minyak dan gas. Neraca nonmigas mengalami surplus US$ 7,74 miliar yang disumbang dari bahan bakar mineral, besi dan baja, lemak dan minyak hewan/nabati.

Tidak hanya, kinerja surplus yang tahan lama. Ekspor Indonesia juga berhasil mencetak sejarah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia pada Agustus 2022 mencapai US$ 27,91 miliar.

Nilai tersebut naik 9,17% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm) dan melonjak 30,15% dibandingkan Agustus 2021 (year on year/yoy).

Ini merupakan ekspor rekor baru untuk ekspor Indonesia, alias tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi lain, impor juga mencetakk rekor sejarah. Impor Indonesia per Agustus 2022 tembus US$ 22,15 miliar.

CNBC Indonesia mencatat rekor tertinggi sebelumnya dibukukan pada Maret 2022, sebesar US$ 21,9 miliar.

Ketika impor mulai merangkak naik, apakah posisi surplus Indonesia tetap aman? Simak pandangan dari lima ekonom yang dirangkum CNBC Indonesia berikut ini.


1. Senior Ekonom Bank Central Asia Barra Kukuh Mamia

Barra dan Ekonom BCA Keely Julia Hasim mencatat surplus bulan Agustus ini lebih besar dari perkiraan sebagian besar analis yang hanya berada di kisaran US$ 4 miliar.

Namun, lonjakan ekspor tidak sepenuhnya tak terduga mengingat pemerintah telah memangkas sementara pungutan ekspor CPO dari hingga US$ 200 per ton ke nol mulai 15 Juli 2022.

Memang, ekspor CPO meningkat lebih dari 25% secara bulanan (mtm) pada bulan Agustus, meskipun harga CPO terus turun.

Pengurangan pungutan ekspor CPO dimaksudkan untuk membersihkan stok besar CPO yang dibuat selama larangan ekspor CPO dari 28 April hingga 23 Mei 2022.

"Dengan kebijakan ini diperpanjang hingga akhir Oktober, kita dapat mengharapkan potensi kenaikan volume ekspor CPO untuk mengimbangi beberapa dampak penurunan harga CPO global terhadap neraca perdagangan Indonesia," tulis ekonom BCA.

Namun, karena kebijakan tersebut bersifat temporer, Barra dan Keely melihat ekspor CPO kemungkinan akan melambat menjelang akhir tahun akibat perlambatan ekonomi global.

"Mungkin penyelamat yang lebih dapat diandalkan untuk surplus perdagangan Indonesia adalah kenaikan harga batu bara yang berkelanjutan setelah Rusia menghentikan aliran gas ke Jerman melalui pipa Nord Stream 1," ungkap keduanya.

Sementara itu, permintaan dari China diperkirakan akan melandai karena China tengah berada di bawah tekanan besar dari kebijakan nol-Covid, masalah dalam industri hipotek, dan gelombang panas yang memecahkan rekor mengganggu listrik dan produksi.

Jadi, Barra dan Keely menilai terlepas dari tantangan dalam menggunakan batubara Indonesia berkalori rendah, kebutuhan mendesak Eropa akan batubara untuk musim dingin mendatang kemungkinan dapat mendorong ekspor batu bara dalam beberapa bulan ke depan.

2. Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana

Wisnua memperkirakan adanya potensi kenaikan impor ke depannya seiring dengan adanya indikasi perbaikan konsumsi. Seperti dikutip dari data BPS, impor bahan baku dan barang modal tumbuh dua digit, masing-masing 35,4% dan 46,7% secara tahunan.

Hal ini, kata Wisnu, sejalan dengan aktivitas manufaktur yang lebih kuat dan penjualan kendaraan yang naik. Berdasarkan angka tersebut, konsumsi rumah tangga untuk barang tahan lama masih tertahan. Tetapi, Wisnu melihat konsumsi barang tahan lama masih dalam jalur yang membaik.

Indeks kepercayaan konsumen tumbuh di atas 50% dalam dua bulan terakhir, sementara penjualan ritel terus tumbuh di atas 5%.

"Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga akan segera mendorong impor konsumsi," kata Wisnu dalam catatannya, dikutip Jumat (16/9/2022).

Dari sisi ekspor, dia melihat penurunan harga komoditas terus memperlambat kinerja ekspor, meskipun peningkatan volume telah meredam dampak harga.

"Dengan perlambatan ekonomi global, kami memperkirakan volume akan menurun juga di masa mendatang. Secara keseluruhan, kami mengulangi perkiraan kami tentang defisit transaksi berjalan (CAD) terhadap PDB sebesar 0,5% tahun ini," ujarnya.

3. Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail Samuel

Ahmad mengungkapkan surplus perdagangan yang lebih tinggi di bulan Agustus kemungkinan akan meningkatkan peluang transaksi berjalan untuk mencatat surplus sebesar 1% dari PDB pada kuartal III-2022 dan memberikan katalis positif untuk rupiah dan pasar ekuitas ke depannya.

Adapun, dia melihat normalisasi ekspor CPO dan harga batu bara yang melambung tinggi akan mempertahankan surplus perdagangan sebesar US$ 5,00 miliar bulan depan.

Selain itu, Ahmad menuturkan impor yang lebih cepat untuk produk barang modal pada bulan Agustus menunjukkan bahwa kegiatan investasi akan mendorong pertumbuhan PDB di kuartal III sebesar 5,2% dan memberikan katalis positif untuk pasar ekuitas.

Surplus ini, menurutnya, akan menjadi daya tarik bagi investor asing untuk masuk ke pasar modal Indonesia.

4. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman

Ke depannya, dia menegaskan Bank Mandiri masih melihat surplus yang dapat menciut ke depannya.

"Kami memperkirakan impor akan menaik bersama ekspor sejalan dengan akselerasi pemulihan ekonomi domestik yang kuat," paparnya.

Indonesia telah membukukan pertumbuhan ekonomi yang kuat pada semester I-2022, ditopang oleh kegiatan produksi dan konsumsi yang kuat. Ini artinya permintaan bahan baku dan barang modal dari impor akan meningkat.

Selain itu, kebijakan PPKM atau pembatasan sosial yang renggang mempengaruhi mobilitas publik. Alhasil, impor bahan bakar minyak (BBM) dapat melonjak.

"Di sisi lain, tren kenaikan harga beberapa komoditas dapat meredakan ketakutan akan resesi global di tengah naiknya inflasi yang dapat melemahkan permintaan global," kata Faisal.

Namun, hal ini juga berisiko melemahkan kinerja ekspor di semester II. Bank Mandiri memperkirakan neraca berjalan dapat mengalami surplus tipis sekitar 0%-0,4% dari PDB, turun dari posisi 0,28% pada 2021.

Potensi surplus ini akan menjaga posisi cadangan devisa dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

5. Equity Research Associate Samuel Sekuritas Ashalia Fitri Yuliana

Samuel Sekuritas melihat kinerja neraca perdagangan lebih kuat dari ekspektasi awal sehingga proyeksi neraca transaksi berjalan diperkirakan mengalami surplus 1,5% dari PDB.

"Estimasi kuartalan kami untuk neraca transaksi berjalan menjadi 1% PDB di 3Q22 (sebelumnya -1% PDB) dan 0.7% PDB di kuartal IV-2022 (sebelumnya -0.1% PDB)," tulis Ashalia dalam laporannya, dikutip Jumat (16/9/2022).

Tahun lalu, lanjutnya, Indonesia mencatat surplus US$ 14.7 miliar antara bulan September dan Desember.

Mengingat harga batu bara yang kini mencapai rata-rata saat ini US$ 438 per metrik ton biasanya melonjak selama musim dingin, Samuel Sekuritas memperkirakan surplus neraca dagang Indonesia berpeluang mencapai US$ 50 miliar pada akhir tahun ini

"Angka ini mengimplikasikan surplus neraca dagang sebesar US$ 50 miliar untuk tahun ini, melebihi rekor tertinggi saat ini, US$ 39.7 miliar pada 2006," katanya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Ekspor RI Tembus Rekor Gegara Ketiban 'Durian Runtuh'


(haa/haa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading