Ini yang Bikin Sri Lanka Chaos, Semoga Tak Terjadi di RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Sril Lanka dilanda krisis akibat pembengkakan utang dan inflasi yang meroket. Bahkan Ranil wickremesinghe, Perdana Menteri Sri Lanka, memperkirakan krisis ini akan berlangsung hingga 2023. Mengapa bisa demikian?
Dikenal sebagai Mutiara Samudera Hindia, pantas Sri Lanka menempatkan sektor pariwisata menjadi tulang punggung ekonomi. Sektor pariwisata telah berkembang pesat dari waktu ke dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi negara itu.
Pariwisata Sri Lanka menyumbang US$ 4,4 miliar bagi ekonomi Sri Lanka dan berkontribusi pada 5,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara pada 2018.
Menilik ke belakang, pada tahun 1960-an sektor pariwisata sudah mulai digenjot dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan, bandara, dan pembangunan hotel baru. Kemudian pada akhir 1970-an seiring dengan liberalisasi negara itu masuklah investasi besar-besaran yang makin memperkokoh industri pariwisata.
Dalam perjalanannya, pertumbuhan pariwisata Sri Lanka pun mandek karena perang saudara selama 26 tahun. Perang berakhir pada 2009, tapi keadaan ekonomi dunia yang tidak stabil saat itu masih membuat industri pariwisata tidak berkembang.
Setahun kemudian, pariwisata kembali bergairah. Pendapatan dari sektor ini meningkat jadi yang tertinggi dalam dekade awal abad 21.
Lalu terus bertumbuh hingga mencapai puncak pada 2018. Saat itu pendapatan dari turis mencapai US$ 4.381 juta. Nilainya pun tumbuh 16 kali lipat dari tahun 200 yang hanya US$ 252 juta.
![]() |
Sayangnya serangan teroris yang dikenal dengan Bom Minggu Paskah pada April 2009 kemudian jadi awal runtuhnya hegemoni pariwisata Sri Lanka. Serangan di ibu kota Kolombo menewaskan 250 orang, di mana 42 di antaranya adalah warga negara asing.
Setelah insiden itu negara-negara di dunia menerbitkan travel advisories untuk memperingatkan warganya tidak mengunjungi Sri Lanka. Akibatnya jumlah turis turun lebih dari 70% pada Mei 2019 dan lebih dari 60% pada bulan berikutnya.
Bak jatuh tertimpa tangga, penyebaran virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat sektor pariwisata mati suri karena kebijakan lockdown di berbagai negara. Akibatnya Sri Lanka sepi pelancong.
Makin buruk setelah konflik Rusia dan Ukraina pecah menjadi adu kuat militer. Ditambah dengan ancaman krisis energi Eropa yang bisa menutup keran untuk berwisata ke luar negeri.
Padahal negara-negara dari Eropa seperti Rusia, Ukraina, Polandia, dan Belarusia menyumbang seperempat lebih turis yang datang ke Sri Lanka. Penyokong pendapatan Sri Lanka pun runtuh.