Ini yang Bikin Sri Lanka Chaos, Semoga Tak Terjadi di RI

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
11 July 2022 16:14
Sri Lanka
Foto: REUTERS/Dinuka Liyanawatte/Files

Sektor tekstil jadi andalan Sri Lanka untuk mampu menopang ekonomi karena menyumbang lebih dari 40% dari total ekspor Sri Lanka. Forum Asosiasi Pakaian Gabungan Sri Lanka (JAAF), yang merupakan badan perdagangan yang mewakili produsen garmen di negara itu, memuji ketahanan sektor ini dalam beberapa bulan terakhir dengan pakaian jadi menghasilkan US$446 juta pada Mei 2022, dibandingkan dengan US$344 juta pada Mei 2021.

Sekretaris Jenderal JAAF, Yohan Lawrence mengatakan: "Kami masih berharap untuk mencapai target sektor sebesar US$6 miliar pada akhir tahun 2022, tetapi kami mengakui bahwa ada hambatan signifikan di depan yang harus kami atasi terlebih dahulu. Oleh karena itu, penting bahwa semua dukungan yang mungkin diberikan kepada sektor ini untuk terus beroperasi."

Namun, Dr Sheng Lu, profesor studi mode dan pakaian jadi di University of Delaware mengatakan kepada Just Style secara eksklusif bahwa sektor pakaian jadi berorientasi ekspor memainkan peran penting dalam perekonomian Sri Lanka. Akan tetapi gejolak ekonomi dan ketidakstabilan politik negara baru-baru ini dapat berdampak negatif terhadap ekspor pakaian jadi Sri Lanka.

"Beberapa merek dan pengecer mode Barat telah mulai memindahkan pesanan dari Sri Lanka ke negara-negara terdekat lainnya untuk mengurangi risiko. Selain itu, produksi garmen Sri Lanka sangat bergantung pada tekstil impor. Seiring dengan berlanjutnya krisis keuangan, semakin mengkhawatirkan bahwa pabrik garmen di Sri Lanka mungkin tidak mampu membeli bahan baku tekstil yang dibutuhkan dan memenuhi pesanan sumber."

Selama puncak pandemi, ekspor pakaian Sri Lanka turun tajam. Lockdown memukul produksi dan pembatalan pesanan tinggi. Ekspor turun menjadi 24% lebih menjadi US$ 3,93 miliar.

Melewati 2021, sektor tekstil mampu menunjukkan ketahanannya. Forum Asosiasi Pakaian Gabungan Sri Lanka (JAAF), yakin ekspor pakaian naik menjadi US$ 487,6 juta. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun.

Namun, setelah pecahnya konflik Rusia atau Ukraina membuat ekonomi Sri Lanka menjadi goyang. Cadangan mata uang asing runtuh hingga di bawah US$50 juta.

Dengan inflasi tahunan sekarang melebihi 29% (naik dari 18,7% pada Maret) dan pemadaman listrik harian yang berlangsung setidaknya tiga jam di tengah kekurangan bahan bakar, produsen pakaian mulai menderita. Gangguan yang dialami para produsen tekstil, membuat kinerja industri tersebut turun.

Pendapatan ekspor di sektor pakaian Sri Lanka untuk periode Juni hingga Agustus dilaporkan akan turun sebesar 20-25%, dengan sektor tersebut kemungkinan akan kehilangan target ekspor sebesar US$6 miliar untuk tahun ini.

Kekurangan bahan bakar di Sri Lanka menimbulkan kekhawatiran di kalangan eksportir pakaian jadi, yang sudah berada di bawah tekanan akibat krisis ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular