Nih, Bukti Baru Perang Rusia-Ukraina Makan 'Tumbal'!

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
14 June 2022 15:50
Foto Ilustrasi Gedung
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi melambat tahun ini. Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3% pada 2022. Angka tersebut lebih rendah dari proyeksi Desember sebesar 4,5%. Untuk 2023 proyeksinya ekonomi dunia akan tumbuh 2,75%.

Sementara itu, proyeksi inflasi sekarang mencapai hampir 9% di negara-negara OECD pada tahun 2022, dua kali lipat dari yang kami proyeksikan sebelumnya.

OECD menyalahkan konflik geopolitik di Rusia dan Ukraina jadi penyebab melambatnya ekonomi dunia yang diikuti oleh inflasi yang tinggi, krisis energi, dan pangan.

"Dunia membayar harga yang mahal untuk perang Rusia di Ukraina. Ini adalah bencana kemanusiaan, menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan orang mengungsi dari rumah mereka," tulis OECD dalam Outlook Ekonomi.

"Perang juga telah memicu krisis biaya hidup, yang mempengaruhi orang-orang di seluruh dunia."

Di saat bersamaan, China kembali melakukan karantina wilayah akibat gelombang baru virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat prospek ekonomi dunia makin suram.

OECD mengatakan gabungan kebijakan zero Covid China dan perang telah menempatkan ekonomi global pada jalur pertumbuhan yang lebih lambat dan inflasi yang meningkat - situasi yang tidak terlihat sejak tahun 1970-an.

Setidaknya tiga faktor yang dianggap OECD penyebab perlambatan ekonomi dunia yakni konflik Rusia dan Ukraina yang tidak kunjung berhenti, tekanan inflasi yang meningkat, dan krisis biaya hidup yang meningkatkan kelaparan.

Sebelum konflik antara Rusia dan Ukraina pecah, ekonomi dunia berada di jalur pemulihan yang kuat dari pandemi Covid-19. Konflik di Ukraina dan gangguan rantai pasokan sejak awal pandemi Covid-19 diperburuk oleh lockdown di China.

Pertumbuhan ekonomi dunia sekarang pun diprediksi sangat lambat pada tahun ini menjadi di bawah 3%. Ini jauh di bawah perkiraan pada Desember 2021.

Pertumbuhan akan jauh lebih lemah dari yang diharapkan di hampir semua negara. Eropa yang paling terpukul karena sangat rentan terhadap konflik di Eropa Timur karena impor energi dan arus pengungsi.

Sekadar informasi, gas Rusia banyak mengalir ke Eropa dengan besaran 167,7 miliar meter kubik pada tahun 2020. Jumlah ini setara 37,5% total impor gas alam Eropa.

Negara-negara di seluruh dunia sedang dilanda oleh harga komoditas yang lebih tinggi. Hal ini menambah tekanan inflasi dan memangkas marjin keuntungan karena biaya bahan baku yang makin mahal.

Jika marjin keuntungan perusahaan terus tertekan, akibatnya bisa berdampak pada pengangguran yang bertumbuh dan kesempatan kerja yang lebih sedikit. Ketika pengangguran bertambah namun harga energi terus melambung, maka dunia makin dekat dengan stagflasi.

Pertumbuhan Ekonomi Negara-NegaraSumber: OECD

Konflik di Ukraina telah menghancurkan harapan untuk segera mengakhiri kenaikan inflasi dan kendala pasokan karena pandemi Covid-19. Kenaikan suku bunga jadi jurus pamungkas bagi bank sentral di berbagai belahan dunia.

Namun taruhannya menjadi besar karena harga energi yang tetap tinggi. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi kian melambat. Jika tidak hati-hati roda ekonomi bisa jadi macet.

Sektor teknologi bisa dikatakan jadi korban kenaikan suku bunga. Perusahaan yang sarat suntikan modal mulai melakukan efisiensi. Sebab aliran modal diperkirakan tidak lagi selancar dahulu akibat kenaikan suku bunga.

Kembali ke persoalan harga pangan dan energi yang melambung serta masalah rantai pasokan yang terus memburuk. Fenomena tersebut menyiratkan bahwa inflasi masih akan tinggi.

"Harga pangan dan energi yang tinggi dan masalah rantai pasokan yang terus memburuk menyiratkan bahwa inflasi harga konsumen akan memuncak kemudian dan pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya," tulis OECD dalam laporannya.

OECD memperkirakan masalah rantai pasokan dan tekanan harga mulai dirasakan hingga tahun 2023. Termasuk dampak dari kenaikan suku bunga untuk melawan laju inflasi tercepat dalam 40 tahun di Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat.

"Inflasi inti diproyeksikan tetap berada pada atau di atas sasaran bank sentral di banyak negara ekonomi utama pada akhir tahun," kata OECD.

 

Rusia dan Ukraina adalah pemasok penting di banyak pasar komoditas. Bersama-sama mereka menyumbang sekitar 30% dari ekspor gandum global, 20% jagung. Begitu juga dengan pupuk mineral dan gas alam serta minyak mentah dunia.

Rusia adalah produsen gas alam terbesar kedua di dunia dengan kontribusi mencapai 16,6% produksi gas alam pada tahun 2020. Rusia juga adalah negara nomor empat eksportir terbesar minyak mentah di dunia dengan pangsa pasar 11,4% terhadap total pasokan minyak. Selain itu, Rusia adalah eksportir batu bara terbesar nomor tiga dunia setelah Indonesia dan Australia.

Harga komoditas energi dan pangan tersebut meningkat tajam setelah konflik Rusia dan Ukraina pecah.

Tanpa tindakan, ada risiko tinggi krisis pangan. Gangguan pasokan meningkat dan mengancam negara-negara yang sangat bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk bahan makanan pokok.

Hal inilah yang kemudian memicu proteksionisme pangan. Tercatat sudah ada 22 negara yang melarang ekspor makanan mereka. Mulai dari gandum, gula, kedelai, sayuran, buah, hingga daging sapi dan ayam.

Negara

Produk

Tanggal Akhir Larangan

Kamerun

Sereal, Minyak Sayur

31-Dec-22

Turki

Daging Sapi, Daging Domba, Daging Kambing, Lentil Dan Kacang Merah, Minyak Zaitun, Minyak Goreng, Mentega

31-Dec-22

Kuwait

Biji-Bijian, Minyak Nabati, Daging Ayam

31-Dec-22

Afganistan

Gandum

31-Dec-22

Tunisia

Buah-Buahan, Sayuran

31-Dec-22

Kosovo

Gandum, Jagung, Tepung, Minyak Sayur, Garam, Gula

31-Dec-22

Pakistan

Gula

31-Dec-22

Kazakstan

Gandum, Tepung Terigu, Biji Bunga Matahari, Sapi Hidup, Sapi Kecil, Gula

15-Jun-22

India

Gandum, Gula

31-Dec-22

Ghana

Jagung, Kedelai, Jagung, Nasi

20-Oct-22

Argentina

Daging Sapi

31-Dec-23

Serbia

Gandum, Jagung, Tepung, Minyak

31-Dec-22

Mesir

Gandum, Tepung, Minyak, Lentil, Pasta, Kacang-Kacangan, Kerikil Dan Mashedush, Minyak Sayur, Bubur Jagung, Jagung

10-Jun-22

Aljazair

Pasta, Turunan Gandum, Minyak Sayur, Gula

31-Dec-22

Burkina Faso

Tepung Millet, Tepung Jagung, Tepung Sorgum

31-Dec-22

Ukraina

Gandum, Gandum, Millet, Gula

31-Dec-22

Malaysia

Ayam

31-Dec-22

Rusia

Gandum, Meslin, Rye, Barley, Jagung, Gula, Biji Bunga Matahari, Rapeseed

30-Jun-22

Rusia

Gula

31-Aug-22

Kirgistan

Gandum, Meslin, Tepung, Mentega Sayur, Gula, Biji Bunga Matahari, Telur, Barley, Oat, Daging Sapi Dan Produk Pakan

19-Sep-22

Iran

Kentang, Terong, Tomat, Bawang Merah

31-Dec-22

Libanon

Buah-Buahan Dan Sayuran Olahan, Produk Biji-Bijian Giling, Gula, Roti

31-Dec-22

 

Lonjakan harga komoditas dan kemungkinan produksi akan berdampak signifikan. Kenaikan tajam harga sudah merusak daya beli, yang akan memaksa rumah tangga berpenghasilan rendah di seluruh dunia untuk mengurangi anggaran belanja. Kemudian uangnya dialihkan untuk membayar energi dan kebutuhan pangan.

Harga Pangan dan EnergiSumber: OECD

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular