
Resesi, Resesi, Resesi! Inggris Juga Terancam Resesi

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanda-tanda resesi mulai melanda beberapa negara di dunia. Setelah sebelumnya perkiraan pelemahan itu terjadi di Amerika Serikat (AS), kali ini prediksi resesi juga dialami oleh Inggris.
Dalam laporan media Inggris City.am, Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) mengatakan bahwa Produk domestik bruto (PDB) negara itu turun 0,3% pada April. Ini merupakan kali kedua ekonomi negara itu mengalami minus
"Melonjaknya biaya yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina menaikkan harga energi, gangguan rantai pasokan yang sedang berlangsung dan kekurangan pekerja telah menghambat aktivitas bisnis, menyeret turun produksi April," kata ONS dikutip Selasa, (14/6/2022).
Secara rinci, beberapa hal yang mengalami kenaikan harga yakni energi, yang naik 54% pada bulan April. Kemudian, asuransi nasional juga mengalami kenaikan hingga 1,25 poin persentase, yang kemungkinan berdampak pada keuangan rumah tangga.
Kepala ekonom Inggris di Capital Economics, Paul Dales, mengatakan bahwa untuk menyelesaikan persoalan ini, ekonomi Negeri Ratu Elizabeth itu perlu tumbuh sekitar 0,5% pada Mei dan Juni. Ini untuk mencegahnya berkontraksi di seluruh kuartal kedua.
"Angka suram hari ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan tidak mungkin terwujud, menunjukkan Inggris sangat dekat dengan resesi," tegasnya.
Sementara itu, pemerintah Inggris pun juga mulai langkah-langkah pencegahan resesi. Menteri Keuangan (Menkeu) Rishi Sunak sebelumnya menekan 15 miliar pound untuk mengimbangi beberapa pukulan terhadap standar hidup rumah tangga tahun ini.
Selain itu, Bank of England juga sedang mengantisipasi untuk mendorong kenaikan suku bunga kelima berturut-turut pada Kamis mendatang. 50% pelaku pasar memperkirakan kenaikan itu bisa berada hingga 50 basis poin.
"Negara-negara di seluruh dunia mengalami pertumbuhan yang melambat, dan Inggris tidak kebal dari tantangan ini," kata Sunak.
Ancaman resesi global memang sudah disampaikan Bank Dunia (World Bank) dalam prediksi terbarunya awal bulan ini. Perekonomian dunia, hanya akan tumbuh 2,9%, sekitar 1,2 poin persentase di bawah perkiraan Januari lalu.
Padahal, pemulihan pertumbuhan menjadi 5,1% sempat terjadi di 2021 menyusul meredanya pandemi. Pelemahan ini dipicu oleh serangan Rusia ke Ukraina yang memicu kenaikan harga energi dan pangan.
"Risiko dari stagflasi cukup besar dengan konsekuensi yang berpotensi mengganggu stabilitas bagi ekonomi berpenghasilan rendah dan menengah," kata Presiden Bank Dunia David Malpass, dikutip AFP. "Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari."
"Jika risiko terhadap prospek terwujud, pertumbuhan global dapat melambat bahkan lebih tajam. Ini memicu resesi di seluruh dunia" ujarnya memperingatkan.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Inggris Nyungsep 0,3%, 'Hantu' Resesi Datang Lagi