Geger Jokowi Larang Ekspor CPO, Beneran Bikin Migor Turun?

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
11 May 2022 06:45
Harga Minyak Goreng (CNBC Indonesia/Emir)
Foto: Harga Minyak Goreng (CNBC Indonesia/Emir)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah diminta segera mengevaluasi kebijakan penutupan keran ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil) dan turunannya. Pelarangan itu berlaku mulai Kamis, 28 April 2022 hingga waktu ditentukan kemudian.

Pelarangan ini dinilai menjadi kontrapoduktif, tak juga menekan harga minyak goreng di pasar konsumen. Juga, mengganggu potensi penghasilan petani kelapa sawit akibat turunnya harga tandan buah segar (TBS).

Belum lagi, negara harus mengorbankan peluang mendapat pemasukan atau devisa yang seharusnya bisa lebih besar. Ekspor CPO dan turunannya menjadi salah satu pengisi pundi-pundi andalan negara.

"Sesuai Permendag 22/2022 dimana pemerintah akan mengevaluasi kebijakan larangan ekspor tersebut, sudah saatnya dievaluasi," kata Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/5/2022).

Permendag 22/2022 adalah regulasi teknis yang diterbitkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada Rabu, 27 April 2022.

Pada lampiran Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22/2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil tercantum, 12 kode HS (pos tarif) yang dikenai pelarangan ekspor sementara. Yang diantaranya termasuk pada 3 kode HS 4 digit berikut 15.11, 15.18, 23.06.

Yaitu CPO, RBD Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil. Termasuk bungkil dan residu padat lainnya selain pos 23.04 atau 23.05. Serta, residu endapan hasil ekstraksi minyak sawit yang pada suhu ruang berbentuk/berfase padat atau semi padat yang memiliki kandungan asam lemak bebas sebagai asam palmitat kurang dari atau 20%.

"Larangan sementara ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga atas pengeluaran dari KPBPB untuk tujuan ke luar daerah pabean," seperti ditetapkan pada pasal 3 ayat (2) Permendag No 22/2022.

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dimaksud Permendag tersebut terdiri dari Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang.

Mengenai sanksi, tidak tegas disebutkan meski pada pasal 5 dipaparkan bahwa pelarangan akan dievaluasi sewaktu-waktu diperlukan melalui rapat koordinasi tingkat Kemenko Perekonomian.

"Eksportir yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal 4.

"Pelaksanaan larangan sementara Eekspor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dievaluasi secara periodik setiap bulan atau sewaktu-waktu dalam hal diperlukan," begitu bunyi pasal 5.

Tungkot menjelaskan, secara teoritis kebutuhan minyak goreng domestik hanya sekitar 500 rb kiloliter per bulan atau hanya 125 ribu kiloliter per minggu. Jika hanya minyak goreng curah, ujarnya, sekitar 50 persen atau sekitar 65 ribu kiloliter per bulan.

"Sementara volume minyak goreng dan bahan baku yang dilarang ekspor lebih dari 3x dari volume konsumsi. Seharusnya harga minyak goreng sudah turun ke Rp14 ribu per liter. Apalagi saat ini permintaan migor untuk domestik sudah menurun setelah bulan Ramadan dan Idulfitri," kata Tungkot.

Larangan ekspor, lanjut dia, membuat disparitas harga antara domestik dengan internasional semakin besar sehingga potensial memicu terjadinya penyelundupan.

"Jadi larangan ekspor mengorbankan petani sawit tapi juga tidak berhasil melindungi kepentingan konsumen migor domestik (yang menjadi tujuan kebijakan larangan ekspor)," kata Tungkot.

Dia menambahkan, saat ini tak lagi ada urgensi bagi pemerintah 'memaksakan' harga minyak goreng rendah dengan kebijakan larangan ekspor.

Seorang pekerja mengumpulkan tandan buah segar saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar di provinsi Riau, Indonesia, Selasa (26/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)Foto: Seorang pekerja mengumpulkan tandan buah segar saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar di provinsi Riau, Indonesia, Selasa (26/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)
Seorang pekerja mengumpulkan tandan buah segar saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar di provinsi Riau, Indonesia, Selasa (26/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Selain itu, imbuh dia, bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng untuk 23 juta rumah tangga yang kurang mampu telah disalurkan Rp300 ribu untuk bulan April- Juni. Artinya, masyarakat dan pedagang kecil telah terlindungi oleh pemerintah.

"Jika kebijakan larangan ekspor masih diperpanjang akan memperpanjang ketegangan antara petani sawit dengan PKS (pabrik kelapa sawit) pada level lokal akibat ketidakpastian harga CPO referensi untuk harga TBS," ujar Tungkot.

Menutup keran ekspor, ujarnya, dibayar magal oleh sekitar 2,5 juta rumah tangga petani sawit di daerah. Sehingga, semakin lama kebijakan larangan ekspor tersebut semakin besar korban kebijakan tersebut.

Belum lagi, larangan ekspor dikhawatirkan mendorong peluang penyelundupan akibat disparitas harga dalam negeri dan luar negeri yang tinggi.

"Juga, Indonesia sebagai dengan Presidensi G20, perlu berkontribusi pada upaya pengurangan inflasi dunia khususnya negara-negara berpendapatan rendah dimana banyak mengkonsumsi minyak sawit," katanya.

Dia menjelaskan, saat ini pasokan minyak sunflower dunia terhenti akibat perang Ukraina- Rusia, kehadiran minyak sawit di pasar dunia menjadi harapan, kelegaan, dan solusi kelurangan minyak nabati dunia.

"Karena itu, seminggu setelah Idulfitri, kebijakan larangan ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein perlu dievaluasi. Jika pemerintah ingin agar kebutuhan domestik terlindungi (tidak terlalu mahal), dapat digunakan instrumen pungutan ekspor sawit sebagai pengganti larangan ekspor," kata Tungkot.

Direktur Eksekutif Centre for Strategig and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai, pelarangan ekspor CPO dan turunannya minim perhitungan, tanpa timbang menimbang biaya ekonomimya.

Padahal, ujar dia, intervensi pemerintah diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan jika terjadi kegagalan di pasar. Terutama menyangkut bahan pangan pokok seperti minyak goreng.

"Karena itu, harus mempertimbangkan dua hal, yaitu akibatnya serta mekanisme dan kemampuan implementasi. Pelarangan CPO ini tidak memperhitungkan biaya yang akan ditanggung perekonomian," kata Yose kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/5/2022).

Dimana, ekspor CPO dan turunannya adalah penyumbang devisa terbesar dan sumber penerimaan negara yang signifikan.

"Mungkin ini akan berhasil menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri. Tapi, bisa dibayangkan berapa pemasukan negara yang hilang akibat 36 juta ton ekspor per tahun tak lagi dapat dilakukan?," tukasnya.

Larangan ini pun, imbuh dia, telah mengganggu ketenangan sumber pendapatan petani sawit.

"Dan, larangan ini menjadi preseden buruk untuk ketahanan pangan di tengah instabilitas akibat perang Ukraina-Rusia. Pelarangan ini bisa ditiru negara lain sehingga bisa memicu krisis pangan seperti tahun 2007-2008, di tengah kepresidenan Indonesia di G20," jelas Yose.

Belum lagi, senada dengan Tungkot, Yose menambahkan, potensi meningkatnya penyelundupan akibat menutup keran ekspor tidak bisa diabaikan.

"Padahal, sejumlah kebijakan pemerintah sebelumnya sudah memperbaiki keadaan. Meski harga minyak goreng memang masih tinggi. Tapi ketersediaan adalah hal utama perlu dijaga. Percuma ditetapkan harga rendah jika pasokan tak mencukupi," kata Yose.

Terkait praktik oligopolistik di industri sawit nasional, lanjut dia, pemerintah hanya perlu menerapkan pengaturan persaingan usaha yang lebih ketat.

"Larangan ekspor tidak akan efektif jjika digunnakan dalam rangka menghadapi praktik oligopolistik dan kartel. Dan, mengharapkan satu larangan ekspor untuk mencapai berbagai target adalah mustahil dan merugikan Indonesia," kata Yose.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung mengatakan, niat kebijakan pemerintah itu bagus dan adalah wewenang pemerintah sebagai negara berdaulat untuk melindungi rakyatnya.

"Masalahnya, mengapa kementerian terkait lama sekali mengantisipasi dan melindungi kebijakan Presiden tersebut? Seharusnya sejak Pidato Jokowi, langsung dilindungi petani sebagai pihak yang paling rawan dalam rantai bisnis sawit. Presiden pidato tanggal 22 April, baru 25 April keluar surat itu pun hanya himmbauan dari Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian. Ini yang kami sesalkan," kata Gulat kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/5/2022).

Sejak tangal 22 April, ujarnya, harga TBS petani sangat berfluktuasi dan cenderung menurun.

"Faktor ketidakpastian yang diduga penyebabnya yaitu terjadi di tanggal 22-27 April, ternyata terbantahkan setelah Jokowi menegaskan bahwa CPO termasuk yang dilarang (27 April malam). Setelah 27 April, harga TBS pekebun turun terus hingga angka terendah," katanya.

Dia mejelaskan, mengacu data dari 8 provinsi yang memiliki Pergub Tata Niaga TBS (turunan Permentan No 1/2018), pada tanggal 23-30 April harga TBS pekebun terjun bebas 58,87% (swadaya) dan 25% untuk pekebun plasma.

"Dan lebih parah lagi di provinsi yang belum memiki Pergub, sampai 65% anjloknya dibandingkan harga Penetapan Disbun. Setelah libur Lebaran, sempat naik harga TBS, namun tidak signifikan," ujarnya.

Dia menambahkan, per tanggal 8 Mei secara umum hampir di semua provinsi terjadi penurunan, namun sedikit lebih baik dibandingkan sebelum Lebaran. Harga di level petani swadaya yang paling jauh penurunannya dibanding plasma pasca_Lebaran, yaitu harga rerata di 8 provinsi Pergub Rp.1931/kg TBS dan di provinsi yang belum meiliki Pergub Rp.1775/kg TBS

Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit Mansuetus Darto menambahkan, harga TBS untuk periode 11-17 Mei 2022 mengacu pada penetapan provinsi berkisar Rp2.210,58 hingga Rp2.947,58 per kg, bervariasi untuk tanaman umur 3 tahun sampai 25 tahun.

"Pembelian TBS saat ini normal tapi harganya yah begitu saja. Bervariasi. Di tengkulak diterima Rp1.400 tapi ada juga Rp2.000. Nggak semua mematuhi (ketentuan soal penetapan harga TBS petani)," kata Mansuetus.

Jika dibandingkan Februari-Maret 2022, saat ini memang pasokan minyak goreng tampak berlimpah dan memenuhi rak-rak ritel modern. Meski, di lokasi tertentu, sejumlah merek seolah terbatas, bahkan beberapa gerai toko harus menutup banderol harga dengan tulisan 'stok kosong.'

Sebelum pemerintah melepas harga minyak goreng ke mekanisme pasar per 16 Maret 2022, cerita antrean pembelian minyak goreng hampir terjadi di berbagi daerah di Indonesia. Minyak goreng gaib begitu pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter untuk kemasan bermerek, Rp13.500 untuk kemasan sederhana, dan Rp11.500 untuk curah. Sebelumnya, bahkan pemerintah memberlakukan minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter.

Pertengahan Maret 2022, pemerintah menyerah. Minyak goreng mendadak banjir dalam semalam. Namun, harganya langsung melayang, bahkan rekor tembus Rp28.000 per liter. 

Kini, Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, harga minyak goreng curah pada Selasa, 10 Mei 2022 turun dari Rp17.700 menjadi Rp17.600 per liter. Harga jenis kemasan sederhana dan premium bertengger di Rp23.700 dan Rp26.300 per liter. Ini adalah rata-rata nasional dibandingkan Senin, 9 Mei 2022. 

Sementara itu, Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) mencatat, harga rata-rata nasional minyak goreng curah turun Rp50 jadi Rp19.200 per kg, kemasan bermerek-I turun Rp100 jadi Rp27.000 per kg, dan kemasan bermerek-II turun Rp50 jadi Rp26.000 per kg.

Harga ini adalah rata-rata nasional hari ini, Selasa (10/5/2022), mengutip data PIHPS pada pukul 16.58 WIB. Harga bertahan hingga jelang tengah malam Selasa, 10 Mei 2022.

Pantauan CNBC Indonesia di gerai Alfamart seputaran Bekasi Selatan, Senin malam (9/5/2022), harga minyak goreng Tropical kemasan botol 1 liter turun jadi Rp25.200. Harga turun karena promo diskon sebesar Rp500.

Untuk merek sama kemasan pouch 2 liter juga dikenai diskon dari Rp50.700 menjadi Rp49.900.

Begitu juga minyak goreng merek Sovia kemasan pouch 2 liter didiskon jadi Rp46.500.

Situs Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga minyak goreng curah turun Rp42 menjadi Rp19.642 per kg untuk rata-rata hari ini dibandingkan kemarin, Senin (9/5/2022).

Sementara HET ditetapkan pemerintah untuk minyak goreng curah adalah Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kg.

"Seharusnya harga sudah harus turun ke Rp 14 ribu per liter. Mengapa bisa terjadi anomali tersebut? Patut diduga terjadi kombinasi dua hal. Pertama produksi minyak goreng curah yang masuk pasar berkurang baik akibat larangan ekspor maupun karena libur Lebaran. Kedua, terjadi penyelundupan yang lumayan besar. Hal ini terkonfirmasi dari tangkapan penyelundupan minyak goreng dari Bea Cukai dan TNI Al baru-baru ini," kata Tungkot.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular