Geger Jokowi Larang Ekspor CPO, Beneran Bikin Migor Turun?

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
11 May 2022 06:45
Bongkar Muat Minyak Crude Palm Oil (CPO) (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Minyak Crude Palm Oil (CPO) (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Tungkot menjelaskan, secara teoritis kebutuhan minyak goreng domestik hanya sekitar 500 rb kiloliter per bulan atau hanya 125 ribu kiloliter per minggu. Jika hanya minyak goreng curah, ujarnya, sekitar 50 persen atau sekitar 65 ribu kiloliter per bulan.

"Sementara volume minyak goreng dan bahan baku yang dilarang ekspor lebih dari 3x dari volume konsumsi. Seharusnya harga minyak goreng sudah turun ke Rp14 ribu per liter. Apalagi saat ini permintaan migor untuk domestik sudah menurun setelah bulan Ramadan dan Idulfitri," kata Tungkot.

Larangan ekspor, lanjut dia, membuat disparitas harga antara domestik dengan internasional semakin besar sehingga potensial memicu terjadinya penyelundupan.

"Jadi larangan ekspor mengorbankan petani sawit tapi juga tidak berhasil melindungi kepentingan konsumen migor domestik (yang menjadi tujuan kebijakan larangan ekspor)," kata Tungkot.

Dia menambahkan, saat ini tak lagi ada urgensi bagi pemerintah 'memaksakan' harga minyak goreng rendah dengan kebijakan larangan ekspor.

Seorang pekerja mengumpulkan tandan buah segar saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar di provinsi Riau, Indonesia, Selasa (26/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)Foto: Seorang pekerja mengumpulkan tandan buah segar saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar di provinsi Riau, Indonesia, Selasa (26/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)
Seorang pekerja mengumpulkan tandan buah segar saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar di provinsi Riau, Indonesia, Selasa (26/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Selain itu, imbuh dia, bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng untuk 23 juta rumah tangga yang kurang mampu telah disalurkan Rp300 ribu untuk bulan April- Juni. Artinya, masyarakat dan pedagang kecil telah terlindungi oleh pemerintah.

"Jika kebijakan larangan ekspor masih diperpanjang akan memperpanjang ketegangan antara petani sawit dengan PKS (pabrik kelapa sawit) pada level lokal akibat ketidakpastian harga CPO referensi untuk harga TBS," ujar Tungkot.

Menutup keran ekspor, ujarnya, dibayar magal oleh sekitar 2,5 juta rumah tangga petani sawit di daerah. Sehingga, semakin lama kebijakan larangan ekspor tersebut semakin besar korban kebijakan tersebut.

Belum lagi, larangan ekspor dikhawatirkan mendorong peluang penyelundupan akibat disparitas harga dalam negeri dan luar negeri yang tinggi.

"Juga, Indonesia sebagai dengan Presidensi G20, perlu berkontribusi pada upaya pengurangan inflasi dunia khususnya negara-negara berpendapatan rendah dimana banyak mengkonsumsi minyak sawit," katanya.

Dia menjelaskan, saat ini pasokan minyak sunflower dunia terhenti akibat perang Ukraina- Rusia, kehadiran minyak sawit di pasar dunia menjadi harapan, kelegaan, dan solusi kelurangan minyak nabati dunia.

"Karena itu, seminggu setelah Idulfitri, kebijakan larangan ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein perlu dievaluasi. Jika pemerintah ingin agar kebutuhan domestik terlindungi (tidak terlalu mahal), dapat digunakan instrumen pungutan ekspor sawit sebagai pengganti larangan ekspor," kata Tungkot.

(dce/dce)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular