
Deputi Luhut Buka-bukaan Soal Rencana Pensiunkan PLTU di RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol karbon atau net zero emission pada 2060 yaitu dengan cara mempensiunkan PLTU berbahan bakar batu bara. Untuk melancarkan target itu, maka dibutuhkan dukungan dana dari negara lain.
Indonesia sudah mendapatkan komitmen dukungan dari Amerika Serikat guna mendorong pengurangan emisi karbon. Tapi tidak hanya dari Negeri Paman Sam, RI juga terbuka untuk bantuan pendanaan dari negara lain.
Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto.
"Satu hal yang kita dorong adalah bisa mendapatkan dukungan pendanaan internasional untuk mempensiunkan PLTU batu bara yang tidak efisien, menggunakan teknologi yang sudah lama, dan emisinya besar," kata Seto dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Kamis (1/7/2021).
Dukungan untuk mengurangi emisi karbon juga datang dari China. Dia mengatakan, saat pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan pemerintah China beberapa waktu lalu juga dibahas rencana China untuk berpartisipasi dalam penurunan emisi karbon Indonesia.
Dia mengatakan, China tertarik untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon.
"Kemarin waktu ke Tiongkok dengan Pak Menko juga dibicarakan dengan pemerintah China, kita lihat banyak sekali minat dari luar negeri berpartisipasi dalam carbon trading platform," katanya.
"Waktu di Singapura mereka membentuk bursa saham karbon emisi ini. Indonesia juga diajak berpartisipasi. Tapi sebelum berpartisipasi dalam carbon trading yang dijual beli, minimal target kita di pengurangan emisi sampai 29% di 2030 minimal tercapai," katanya.
Seto optimistisi target itu bisa tercapai, melihat data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Potensi untuk mengikuti perdagangan karbon ini menurutnya juga besar, karena Indonesia yang memiliki sektor kehutanan yang besar juga pendapatan dari perdagangan ini yang besar.
"Kita confident bisa tercapai. Melihat potensinya harga karbon kredit ini naik terus, bukan tidak mungkin satu sampai dua tahun ke depan mencapai US$ 100 per ton, dan kita kaya sekali di sektor kehutanan," katanya.
Seto mengatakan, Indonesia juga sangat terbuka terhadap dukungan investasi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai salah satu upaya pengurangan emisi karbon.
Menurutnya, beberapa negara Timur Tengah juga sudah melirik investasi sektor EBT di Indonesia, seperti Uni Emirat Arab, dan juga Arab Saudi.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Deretan Negara yang Perdagangkan Emisi Karbon
