Ide Besar Sri Mulyani Tangani Emisi Karbon di Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa fenomena perubahan iklim serupa dengan pandemi Covid-19. Seharusnya seluruh dunia juga bisa menempatkannya pada satu fokus yang sama.
Persoalan menghadapi polusi udara dan karbon dioksida (CO2) saat ini, kata Sri Mulyani adalah kegagalan di hampir terjadi di seluruh dunia, karena tidak memberikan harga pada polusi seperti karbon.
"Jadi harus ada metodologi yang diubah. Kita harus mengatasi kegagalan di pasar ini. Itu mengapa mengatasi masalah karbon secara global ini penting," jelas Sri Mulyani dalam sebuah webinar.
"Saat kita bicara tentang karbon di market, tiap negara memiliki harga karbon yang berbeda-beda, ini tidak masuk akal. Jadi harus ada satu area dimana kita harus membahas dan mengatasi karbon di market dan menetapkan harganya," kata Sri Mulyani melanjutkan.
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan bahwa, harga karbon yang ditetapkan dari beberapa negara masih rendah. Karena seharusnya harga karbon dinilai sebesar US$ 40 hingga US$ 120.
"Harga karbon oleh panel (G20) harusnya 40 dolar. Tapi sekarang 2 dolar, 3 dolar, dan jika refleksikan untuk cegah katastropik, sehingga harga karbon harus setinggi 120 dolar dan ini masih terus kita diskusikan," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Sri Mulyani Indonesia sebagai negara berkembang sudah mulai harus memikirkan misi pengurangan karbon ini.
Di tanah air sendiri, kata Sri Mulyani pihaknya harus menentukan terlebih dahulu targetnya, dan mulai mengidentifikasi mana karbon yang berasal dari kehutanan, energi, agrikultur, pertanian, atau semua hal-hal yang berkontribusi pada tingkat polusi.
"Kita harus perkuat ekosistem untuk pasar karbon dan Indonesia menginisiasi pasar karbon, menyiapkan mekanisme pasar dan memperkenalkan harga-harga dan juga pajak karbon. Semua adalah perencanaan yang mulai disosialisasikan," jelas Sri Mulyani.
Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26% pada tahun ini dan 29% pada tahun 2030. Oleh karenanya, untuk mencapai tujuan ini, maka regulasi untuk pungutan atas emisi karbon diperlukan.
Untuk diketahui, melalui perubahan kelima Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), pemerintah akan mengenakan tarif pajak karbon, yang ditetapkan minimal Rp 75 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
[Gambas:Video CNBC]
Ada Pajak Karbon, Apa Iya Energi Terbarukan Bakal Berkembang?
(mij/mij)