Ini Deretan Negara yang Perdagangkan Emisi Karbon

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
18 March 2021 17:07
PT Indonesia Power melalui Unit Pembangkitan (UP) Suralaya menegaskan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini tidak menyumbang polusi untuk Jakarta. (CNBC Indonesia/Nia)
Foto: PT Indonesia Power melalui Unit Pembangkitan (UP) Suralaya menegaskan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini tidak menyumbang polusi untuk Jakarta. (CNBC Indonesia/Nia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia baru mau mulai melakukan uji coba perdagangan karbon, terutama di sektor pembangkit listrik. Sementara itu, sudah banyak negara lain yang sudah melakukan transaksi jual beli emisi karbon.

Sistem perdagangan emisi (Emission Trading System/ ETS) sudah berjalan di sejumlah negara, antara lain di Uni Eropa sejak 2005, Swiss sejak 2008, Selandia Baru sejak 2008, dan Kazakhstan sejak 2013.

Lalu, Korea sejak 2015, Australia pada 2016, Kanada sejak 2019, China dan Mexico sejak 2021. China sudah melakukan uji coba di tujuh provinsi sejak 2013.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana saat paparan di acara 'Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi 2021', Kamis (18/03/2021) menyebut, hampir semua negara yang sudah menjalankan sistem perdagangan emisi (ETS) ini telah memasukkan sektor pembangkitan tenaga listrik.

"Hampir semua negara yang telah melaksanakan ETS memasukkan sektor pembangkitan tenaga listrik ke dalam lingkup mekanisme ETS," ungkapnya, Kamis (18/03/2021).

Lebih lanjut dia mengatakan, uji coba pasar karbon akan meningkatkan capaian pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam rangka pemenuhan target emisi, khususnya untuk sektor energi.

"Karena adanya upaya mitigasi di beberapa pembangkit listrik, pemenuhan GRK akan lebih dijalankan," ujarnya.

Dalam uji coba yang akan dilakukan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), ada tiga mekanisme yang bisa digunakan, di antaranya mekanisme pembatasan atau cap, yakni batas atas emisi GRK yang ditetapkan oleh pemerintah/ administrator program.

Kedua, trade atau perdagangan selisih tingkat emisi GRK terhadap nilai cap. Dan ketiga yakni offset atau penggunaan kredit karbon dari kegiatan-kegiatan aksi mitigasi dari luar lingkup ETS untuk mengurangi emisi GRK.

"Nilai batas caping emisi GRK akan ditetapkan pemerintah berdasarkan intensitas emisi GRK rata-rata tertimbang pada 2019. Perdagangan adalah selisih tingkat GRK terhadap nilai cap," jelasnya.

Bagi unit yang berada di atas nilai cap, artinya defisit emisi, maka harus membeli emisi. Dan untuk pembangkit, menurutnya perusahaan pembangkit listrik bertindak sebagai pembeli dan potensi melakukan offset.

"Sedangkan unit yang berada di bawah nilai cap itu surplus (emisi), sehingga bisa jadi seller (penjual), bisa jual ke yang defisit emisi," ungkapnya. 


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini 7 Cara Pemerintah Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular