Ada DP 0%-Diskon PPN, kok Pebisnis Properti Masih Pesimistis?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
09 March 2021 09:40
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor properti sudah mendapat keringanan dari pembebasan pajak pertambangan nilai (PPN) sampai Agustus mendatang (6 bulan) dan ditambah dengan insentif DP (uang muka/down payment) 0% mulai Maret 2021.

Namun ternyata, pelaku pasar menyatakan relaksasi dan insentif ini masih bisa lebih optimal jika ada dorongan kuat dari sektor lain yang menjadi pendukung, di antaranya persetujuan bank untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Kita kesulitan sekali untuk merealisasikan kredit, khususnya end user. End user [konsumen] lagi susah, lebih baik sama-sama bangkit dengan segala usaha yang ada. Kalau bank 'masih mempersulit' karena takut ini (misal) kredit ikut restrukturisasi lagi, nanti baru cair ikut restrukturisasi," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) Totok Lusida kepada CNBC Indonesia, Senin (8/3/21).

Kekhawatiran bank untuk mencairkan kredit karena daya beli masyarakat yang menurun.

Ada ketakutan bahwa debitur tidak bisa membayar cicilannya karena pekerjaannya tidak aman. Sehingga, syarat untuk pencairan kredit pun sempat sangat ketat ketika awal pandemi Covid-19.

"Ini kan perlu kebersamaan, kita perlu duduk bersama mungkin difasilitasi OJK, BI gimana ini bisa cair. Dulu ngajuin 10 biasanya 8 disetujui kadang 10-10nya disetujui. Sekarang mengajukan 10, sekarang seringnya 0 disetujui, karena hati-hatinya bank terhadap mencairkan kredit KPR," sebutnya.

Keringanan dalam ketentuan pencairan ini juga penting agar para calon debitur bisa mendapatkan tempat tinggal. Memang ada risiko yang harus diambil, namun jika ada kepercayaan dan transaksi itu berjalan, maka peluang ekonomi bergerak bisa lebih besar.

"Yang terpeting selain suku bunga turun itu persetujuan kredit," sebut Totok.

Karena stimulus yang masih nanggung, dan ada kesulitan di lapangan, Ia menilai sektor properti akan tumbuh, meski tidak begitu besar.

"Hunian kita patok min 5%. Komersial sama lah syukur-syukur bisa konsisten pemerintah jadi 7% bisa tercapai. Kemarin Januari-Desember turun karena ada statement yang membuat sentimen market turun lagi. Statement nggak hanya bursa saham yang pengaruh tapi transaksi riil juga ngaruh," katanya.

Di sisi lain, ada prediksi kuartal II 2021 pun belum ada arah yang menunjukkan bahwa pergerakan properti tahun ini akan melesat tinggi dibanding tahun lalu. Namun, setidaknya akan lebih baik.

"Sebaik-baiknya 5-7% cukup menggembirakan, terutama setelah masa-masa sulit. Meski nggak begitu tinggi, tapi ke depan akan akselerasi lagi mulai 2022," kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto.

Seiring dengan adaptasi masyarakat untuk bekerja dari rumah (WFH), perkantoran seperti ditinggalkan oleh banyak pekerja, maka banyak yang lebih memilih bekerja dari rumah. Di sisi lain, kuantitas perkantoran juga kian tumbuh di beberapa titik Jakarta, misalnya kawasan Sudirman.

"Stimulus targetnya diberikan properti residensial. Properti komersial butuh waktu, terutama untuk kota besar seperti Jakarta-Surabaya, karena ada problem internal dimana supply tumbuh berlebih dibanding penyerapan yang ada," sebutnya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rumah.com: Pembelian Properti Mulai Meningkat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular