Mau Pertumbuhan Ekonomi? Atasi Dulu Itu Pandemi!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 September 2020 06:30
Pasar Perumnas Klender, Jakarta Timur
Foto: Pasar Perumnas Klender, Jakarta Timur (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - IHS Markit telah merilis angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur di 29 negara untuk periode Agustus 2020. Hasilnya bervariasi, ada negara yang mencatatkan kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya tetapi ada pula yang malah melorot.

Dari 29 negara tersebut, Brasil menjadi yang membukukan peningkatan PMI paling tinggi dari 58,2 pada Juli 2020 menjadi 64,7 pada bulan berikutnya (naik 6,5 poin). Brasil juga mencatatkan PMI manufaktur terbaik.

Sebagai informasi, PMI menggunakan angka 50 sebagai titik start. Kalau sudah di atas 50, berarti dunia usaha sudah optimistis dan siap melakukan ekspansi.

India adalah negara dengan kenaikan PMI terbanyak kedua setelah Brasil, meningkat enam poin. Disusul oleh Belanda (4,4), Indonesia (3,9), dan Thailand (3,8).

Masuknya Indonesia sebagai salah satu negara berkinerja terbaik dunia tentu menjadi semacam oasis di padang pasir. Akhirnya ada sesuatu yang menggembirakan di tengah-tengah kondisi yang serba prihatin.

"Negara lain juga menunjukkan pemulihan dari kegiatan manufaktur meski untuk beberapa seperti Malaysia, Filipina, Thailand masih dalam kondisi PMI-nya di bawah 50, karena kontraksi mereka sangat dalam. Kita harap momentum akan terus dijaga," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, belum lama ini.

Pada Agustus, masih ada sembilan negara yang mengalami penurunan PMI dibandingkan Juli. Mereka adalah Malaysia, Filipina, Vietnam, Polandia, Prancis, Turki, Kolombia, Spanyol, dan Irlandia.

Irlandia menjadi negara dengan koreksi PMI terbanyak yaitu minus 5 poin. Disusul oleh Spanyol (-3,6), Kolombia (-3), dan Turki (-2,6).

Umumnya penyebab penurunan PMI di berbagai negara tersebut serupa: pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Kasus corona yang sempat melambat kembali melonjak sehingga pemerintah terpaksa mengetatkan pembatasan sosial (social distancing).

Misalnya di Spanyol, yang kembali menerapkan karantina wilayah (lockdown) meski skalanya regional, bukan lagi nasional. Pada awal Juli, wilayah Galicia melarang warga distrik A Marina untuk keluar rumah kecuali dalam kondisi darurat.

Selain di A Marina, warga yang keluar rumah wajib memakai masker dan tidak boleh berkumpul lebih dari 10 orang. Pemerintah juga membatasi pengujung di restoran dan bar maksimal 50%.

Kemudian di wilayah Katalunya, pemerintah setempat memberlakukan lockdown di distrik Segria. Warga yang bukan penduduk Segria diminta untuk segera keluar dan tidak boleh bepergian ke wilayah di sekitar distrik tersebut.

"Data PMI terbaru menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi akan sangat tergantung kepada upaya menekan penyebaran virus corona. Peningkatan kasus di Spanyol melatarbelakangi penurunan kinerja manufaktur pada Agustus. Jika ada sinyal bahwa kasus bisa ditekan, maka pemulihan ekonomi akan kembali ke jalur yang benar," sebut Andrew Harker, Direktur di IHS Markit, sebagaimana dikutip dari siaran tertulis.

Hal serupa terjadi di Kolombia. Pada pertengahan Juli, sejumlah kota di negara beribu kota Bogota itu kembali menetapkan lockdown.

Di Bogota sendiri, Wali Kota Claudia Lopez membagi kota menjadi tiga wilayah dan lockdown akan dilaksanakan secara bergiliran. Selama lockdown, hanya bisnis yang dipandang esensial yang boleh tetap beroperasi. Kalau warga terpaksa harus keluar rumah, hanya satu orang per rumah tangga yang diizinkan.

Di level pusat, pemerintahan Presiden Ivan Marquez baru mencabut status darurat nasional pada 1 September setelah berlaku selama hampir lima bulan. Namun karantina wilayah tetap dilakukan, dengan 'dosis' yang dikurangi.

"Pertumbuhan permintaan melemah karena terjangan pandemi virus corona, sementara pemesanan baru juga menyusut. Penurunan jumlah tenaga kerja juga masih terjadi, karena dunia usaha masih merasakan dampak pandemi virus corona sehingga harus terus melakukan upaya pengurangan biaya," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Satu pelajaran yang bisa dipetik adalah, ekonomi boleh saja bersemi kembali seiring pelonggaran social distancing dan penerapan hidup normal baru (new normal). Namun selama virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu masih eksis, maka jumlah kasus baru niscaya akan terus bertambah. Ketika kasus itu terus menumpuk, maka pemerintah terpaksa harus melakukan reclosing, seperti yang terjadi di Spanyol dan Kolobia.

Oleh karena itu, kunci untuk kembali mendongkrak ekonomi adalah dengan mengatasi wabah. Aspek kesehatan harus menjadi fondasi, menjadi dasar, menjadi pijakan. Setelah aspek kesehatan sudah cukup kuat, maka aspek-aspek yang lain bisa dibangun dengan tenang.

Sepanjang wabah masih menyebar tidak terkendali, maka prospek pemulihan ekonomi menjadi sangat tidak pasti dan bersifat sporadis. Ada kalanya muncul harapan kebangkitan, tetapi sangat mungkin untuk lemas lagi.

Jadi, pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai tanpa pengendalian pandemi. Ini juga berlaku buat Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular