Internasional

Kala Karantina Corona Jadi Dilema di Latin Amerika

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
02 April 2020 06:58
Lockdown berlaku di negara-negara Latin. Tapi ketidaksiapan justru membuat warganya merana.
Foto: Demo Chili (REUTERS/Ivan Alvarado)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di saat pemerintah Chili mengumumkan karantina total untuk menekan penyebaran wabah virus corona (COVID-19) di ibukotanya, Santiago, minggu lalu, ternyata banyak warganya yang tidak siap dengan langkah tersebut.

Beberapa warga mengeluhkan bahwa dampak dari pembatasan aktifitas besar-besaran itu telah membuat mereka kesulitan menjalani pekerjaan, dan bahkan sampai dipecat karenanya.

Salah satu yang mengalami kejadian itu adalah Maria De Leon, seorang pengasuh berusia 31 tahun.



Wanita itu mengatakan, begitu pemerintah menerapkan karantina massal, majikannya langsung memberinya pilihan, yaitu untuk tetap bekerja dengan gaji yang sama namun pindah tinggal dengan sang majikan selama tiga bulan. Kedua yaitu untuk hanya bekerja 15 hari sebulan dengan setengah gaji atau berhenti bekerja.

Hal itu memberatkannya lantaran dirinya juga memiliki keluarga untuk diurus. Nahasnya, ketika dia mencoba membahas opsi itu lebih lanjut, majikannya malah membuat keputusan sepihak untuknya.

"Dia memecat saya dan sekarang saya di rumah, tanpa ada apa pun di saku saya dan di tengah-tengah karantina ini," katanya, menurut Reuters.

Sayangnya, menurut serikat pekerja rumah tangga Chili, ultimatum yang diberikan kepada De Leon bukanlah hal yang jarang terjadi di negara itu di saat seperti ini. Hal tersebut menjadi wajar dilakukan karena rumah tangga yang lebih kaya di seluruh negeri itu berusaha untuk melindungi diri mereka dari epidemi virus corona (COVID-19).

Luz Vidal, presiden serikat Sintracap yang mewakili 500 pekerja rumah tangga, mengatakan pihaknya telah menerima banyak telepon dari kolega yang dihadapkan opsi serupa.

"Orang-orang diminta pindah dengan majikan mereka tetapi mereka juga harus menjaga keluarga mereka sendiri," katanya.

"Para wanita ini umumnya hidup di tingkat terbawah masyarakat Chili dan tidak memiliki banyak pendidikan. Peluang mereka untuk menemukan pekerjaan baru tidak tinggi."

Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), diperkirakan ada 18 juta pekerja rumah tangga di Amerika Latin pada 2016. Sekitar sembilan dari 10 di antaranya adalah perempuan seperti De Leon.

"Sebagian besar pekerja itu berada di sektor informal, tanpa hak-hak buruh yang luas," kata ILO dalam laporannya.



Selain di Chile, negara Amerika Latin lainnya seperti Brazil dan Kolombia juga melaporkan kasus serupa. Bahkan, meski ada larangan karantina, banyak warga miskin yang masih berkeliaran di luar rumah karena terpaksa harus bekerja.

Misalnya saja Duver Marin, yang bekerja sebagai tukang bersih-bersih di Bogota. Marin malah mengatakan tidak masalah baginya jika pihak berwenang mendendanya karena melanggar aturan karantina yang diumumkan dua minggu lalu. Hal yang ia prioritaskan hanyalah memastikan keluarganya bisa makan, katanya.

"Saya akan mengikuti perintah karantina, tetapi kemudian apa yang akan kita jalani?" kata pria berusia 52 tahun itu kepada Reuters, Kamis. Dia mengatakan harus menafkahi dua anak, seorang cucu perempuan, dan istrinya dengan gaji minimum US$ 200.

[Gambas:Video CNBC]


(res) Next Article Tahun Baru, Kasus Covid-19 di Australia Cetak Rekor Baru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular