Manufaktur Bangkit, Indonesia Anti Resesi?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
01 August 2022 09:15
Audi Q5 parts are seen on a assembly line of the German car manufacturer's plant during a media tour in San Jose Chilapa, Mexico April 19, 2018. REUTERS/Henry Romero
Foto: REUTERS/Henry Romero

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas manufaktur Indonesia kembali bergairah pada Juli 2022 didorong oleh kondisi ekonomi yang membaik.

Pada Senin (1/8/2022), S&P Global merilis data aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI). Untuk periode Juli 2022, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,3. Lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya di 50,2.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Peningkatan aktivitas manufaktur Indonesia didorong oleh permintaan baru yang lebih tinggi. Permintaan baru pada seluruh sektor produksi barang naik dibanding Juni didukung oleh pesanan domestik. Sementara dari pasar ekspor terjadi penurunan dalam dua bulan terakhir.

"Sektor manufaktur Indonesia kembali meraih momentum pertumbuhan pada bulan Juli, dengan output dan pesanan baru keduanya naik pada laju lebih cepat. Karena kenaikan permintaan klien fokus pada pasar domestik, penjualan asing turun tajam selama hampir satu tahun," kata Siân Jones, Ekonom Senior di S&P Global Market Intelligence.

Meningkatnya permintaan baru juga turut mendorong laju produksi ke tingkat yang tercepat dalam tiga bulan sehingga menyerap tenaga kerja lebih banyak.

"Kenaikan bisnis baru mendorong perusahaan untuk menambah jumlah tenaga kerja mereka, karena kecepatan penciptaan lapangan kerja baru naik tajam dalam rekor," ujar Jones.

Perusahaan berusaha menaikkan kapasitas mereka di tengah arus permintaan baru yang lebih besar. Beberapa panelis juga menyebutkan perekrutan karyawan baru dalam jumlah banyak pada bulan ini. S&P Global mencatat pertumbuhan tenaga kerja Juni menjadi yang paling tajam dalam periode pengumpulan data lebih dari sebelas tahun.

Di sisi lain, tekanan inflasi berkurang pada awal kuartal ketiga, berpengaruh terhadap pertumbuhan biaya input yang melambat.

"Tekanan inflasi berkurang pada awal triwulan ketiga, dengan biaya input dan biaya output naik pada laju rendah selama lebih dari setahun," tulis S&P Global dalam laporannya.

Namun, jika dibandingkan dengan rata-rata jangka panjang biaya produksi telah naik dengan laju yang lebih cepat. Sehingga perusahaan membebankan biaya yang lebih besar kepada konsumen.

Jones mengungkapkan kegembiraannya untuk produsen adalah bahwa tekanan harga berkurang pada bulan Juli. Beban biaya dan harga jual keduanya naik pada kisaran lebih lambat selama setahun lebih, menghilangkan beberapa kekhawatiran perusahaan.

Namun, risiko kenaikan harga masih tetap ada, karena biaya BBM dan bahan baku terus mendorong inflasi.

Secara keseluruhan perusahaan lebih optimis karena harapan produksi mereka meningkat di masa depan. Menurut S&P Global, ini jadi yang paling optimis sejak April 2022. Perusahaan manufaktur mencatat tingkat optimisme yang lebih kuat terkait perkiraan hasil produksi pada 12 bulan mendatang.

Harapan yang lebih besar didukung oleh harapan kestabilan harga dan kenaikan pesanan baru. Meskipun harga beli bahan baku naik pada tingkat yang tercepat sejak bulan Januari, perusahaan mencatat penurunan inventaris pra- maupun paska produksi pada Juli. Penurunan terjadi karena penjualan dari stok yang ada dan pengiriman barang tepat waktu.

Kembali meningkatnya aktivitas manufaktur Indonesia menjadi kabar baik bagi ekonomi Indonesia. Terutama karena memicu penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini akan menopang tingkat konsumsi masyarakat. Dampaknya akan sangat baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang mana kontribusi terbesar dari konsumsi. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan akan bertahan pada laju 5,1% menurut Bank Dunia pada 2022. Sementara Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia akan bertumbuh 4,9% pada 2022. Artinya hal ini masih jauh dari resesi yang pertumbuhan ekonominya terkontraksi alias negatif.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Manufaktur RI Masih Ekspansif, Tapi...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular