
Faisal Basri: Karpet Merah Digelar Terus ke Taipan Batu Bara
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
15 April 2020 17:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Karpet merah terus diberikan kepada pengusaha taipan batu bara. Ekonom senior dan pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengatakan karpet merah yang diberikan bahkan sampai bertumpuk dua, yakni melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law dan RUU Minerba.
Faisal menyebut ada kedaruratan kenapa dua RUU ini buru ingin disahkan, yakni menyangkut nasib perusahaan tambang batu bara yang akan segera habis kontraknya. Hal ini menjadi maklum karena banyak petinggi negeri yang punya konsesi batu bara atau dekat dengan pengusahanya.
"Ada kedaruratan memang, 6 Kontrak Karya (KK) yang akan segera berakhir, ada yang tahun ini, tahun 2022, 2023, 2025. sudah digelar karpet itu khusus untuk batu bara. Bisa dimaklumi karena banyak petinggi negeri memiliki konsesi batu bara atau setidaknya dekat dengan pengusaha batu bara skala besar," ungkap Faisal dalam konferensi pers, Rabu, (15/04/2020).
Seperti diketahui, Pemerintah dan DPR tetap bersikeras membahas Omnibus Law di tengah pandemi corona (Covid-19). Bahkan mulaya DPR sudah mau mengetok RUU Minerba 8 April 2020 lalu, namun urung terlaksana karena Kementerian ESDM meminta untuk ditunda.
"Omnibus Law tidak pantas hidup di tengah Covid, mereka antisipasi Omnibus Law tidak jalan. Ini lapisan kedua RUU ini, kalau Omnibus gagal ada back up," papar Faisal.
Semestinya, kata Faisal, kembalikan saja konsistensi UU Minerba, di mana perusahaan yang habis kontraknya dikembaliken ke negara. Untuk menjalakan hal ini maka perlu pembenahan dari sisi BUMN.
Kegentingan ini mengingat perusahaan yang akan segera habis masa kontraknya mencakup 70% dari total produksi nasional. Padahal, cadangan batu bara Indonesia akan habis dalam kurun waktu 67 tahun, di mana cadangan batu bara Indonesia haya 3,5% dari total dunia.
Faisal menyayangkan cadangan yang terbatas ini, jauh jika dibandingkan dengan AS yang cadanganya 365 tahun. Namun Indonesia jor-joran mengeruk dan mengekspor cadangan yang terbatas ini.
"Produksi cepat konsumsii turun, sehingga selisih produksi dan konsumsi makin menganga karena orietasinya ekspor, ekspor, dan ekspor, dalam negeri urusan nomor dua," sesal Faisal.
(gus) Next Article Faisal Basri: RI Tak Perlu Global Bond Kalau Bisa Kelola SDA
Faisal menyebut ada kedaruratan kenapa dua RUU ini buru ingin disahkan, yakni menyangkut nasib perusahaan tambang batu bara yang akan segera habis kontraknya. Hal ini menjadi maklum karena banyak petinggi negeri yang punya konsesi batu bara atau dekat dengan pengusahanya.
"Ada kedaruratan memang, 6 Kontrak Karya (KK) yang akan segera berakhir, ada yang tahun ini, tahun 2022, 2023, 2025. sudah digelar karpet itu khusus untuk batu bara. Bisa dimaklumi karena banyak petinggi negeri memiliki konsesi batu bara atau setidaknya dekat dengan pengusaha batu bara skala besar," ungkap Faisal dalam konferensi pers, Rabu, (15/04/2020).
"Omnibus Law tidak pantas hidup di tengah Covid, mereka antisipasi Omnibus Law tidak jalan. Ini lapisan kedua RUU ini, kalau Omnibus gagal ada back up," papar Faisal.
Semestinya, kata Faisal, kembalikan saja konsistensi UU Minerba, di mana perusahaan yang habis kontraknya dikembaliken ke negara. Untuk menjalakan hal ini maka perlu pembenahan dari sisi BUMN.
Kegentingan ini mengingat perusahaan yang akan segera habis masa kontraknya mencakup 70% dari total produksi nasional. Padahal, cadangan batu bara Indonesia akan habis dalam kurun waktu 67 tahun, di mana cadangan batu bara Indonesia haya 3,5% dari total dunia.
Faisal menyayangkan cadangan yang terbatas ini, jauh jika dibandingkan dengan AS yang cadanganya 365 tahun. Namun Indonesia jor-joran mengeruk dan mengekspor cadangan yang terbatas ini.
"Produksi cepat konsumsii turun, sehingga selisih produksi dan konsumsi makin menganga karena orietasinya ekspor, ekspor, dan ekspor, dalam negeri urusan nomor dua," sesal Faisal.
(gus) Next Article Faisal Basri: RI Tak Perlu Global Bond Kalau Bisa Kelola SDA
Most Popular