Faisal Basri: RI Tak Perlu Global Bond Kalau Bisa Kelola SDA

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
15 April 2020 20:26
Ekonom senior, Faisal Basri saat berdiskusi dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ekonom senior, Faisal Basri saat berdiskusi dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Eksploitasi sumber daya alam (SDA) terus menerus dilakukan, khususnya pada sektor batu bara. Di mana batu bara menjadi komoditas ekspor terbesar dan pengusahanya diberikan karpet merah oleh negara karena dianggap penyelamat defisit.

Ekonom senior dan pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri meminta agar paradigma melihat hal ini dirubah. Menurutnya potensi pendapatan batu bara relatif kecil dibandingkan dengan potensi yang bisa dilakukan dengan memajukan pembangunan di dalam negeri.

"Kalau kita berhasil percepat batu bara untuk pembangunan di dalam negeri, daya tahan energi kita semakin kokoh, ketergantungan impor energi semakin berkurang," jelasnya, Rabu, (15/04/2020).

Lebih lanjut dirinya mengatakan, batu bara ini semakin tidak populer di tengah massifnya dunia mengurangi efek rumah kaca. Tidak ada lagi bank luar negeri yang mau biayai batu bara, yang perlu dilakukan sebenarnya adalah transformasikan sumber batu bara untuk tabungan generasi yang akan datang.

"Jangan jadi andalan sumber penerimaan negara, ini kontraknya habis mengapa tidak dikembalikan ke negara apa yang terbaik batu bara ini untuk kemakmuran rakyat," paparnya.

Jika kekayaan ini bisa dikelola dengan baik, kata dia, maka tidak perlu lagi global bond atau penerbitan surat utang.  Sebab, menurutnya selama ini hanya segelintir orang yang menikmati dan memagari bisnis ini.

"Tidak perlu global bond kalau mampu kelola kekayaan ini," tegasnya.

Seperti diketahui, demi memuluskan perizinan pemerintah terus memberikan karpet merah kepada pengusaha taipan batu bara. Karpet merah yang diberikan bahkan sampai bertumpuk dua, yakni melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law dan RUU Minerba.

Kedaruratan kenapa dua RUU ini buru ingin disahkan, yakni menyangkut nasib perusahaan tambang batu bara yang akan segera habis kontraknya. Hal ini menjadi maklum karena banyak petinggi negeri yang punya konsesi batu bara atau dekat dengan pengusahanya.




(gus) Next Article Faisal Basri: Karpet Merah Digelar Terus ke Taipan Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular