Sederet Kenikmatan Taipan Batu Bara Yang Disebut Faisal Basri

Pratama Guitarra, CNBC Indonesia
08 February 2022 14:15
Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batu bara pada 1–31 Januari 2022 guna menjamin terpenuhinya pasokan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan independent power producer (IPP) dalam negeri. Kurangnya pasokan batubara dalam negeri ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Soal batu bara akan terus membara, apalagi kalau membahas mengenai produsen-produsen besar atau taipan batu bara yang memiliki lahan konsesi dan produksi batu bara yang jumbo. Atas hal ini bahkan, Ekonom Senior Faisal Basri kembali menyinggung permasalahan batu bara dalam negeri itu.

Dalam blog pribadinya, Faisal Basri menyebutkan bahwa kenikmatan berbisnis batu bara tak ada habis-habisnya. Sebab, perpanjangan konsesi nyaris dalam genggaman, bahkan rente dari ekspor tak dikenakan pajak atau pungutan sehingga berpotensi melanggar UUDD 1945.

Faisal Basri bilang, bahwa perusahaan-perusahaan batu bara raksasa RI bisa mendapatkan fasilitas royalti 0% apabila bisa menyulap batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang digadang-gadang sebagai pengganti Liquifed Petroleum Gas (LPG).

Bahkan. "Persyaratan lingkungan diperingan, sanksi pidana diubah jadi sanksi perdata, dan lebih mudah merambah kawasan hutan," terang Faisal Basri dalam Blog Pribadinya, yang diunggah pada (7/2/2022).

Dalam bahan presentasi yang diunggah ke dalam blog pribadinya itu, Faisal Basri membeberkan ada 6 perusahaan batu bara raksasa yang dibilang sebagai pelobi ulung pemerintahan. Diantaranya adalah PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung dan PT Berau Coal.

Keenam perusahaan itu, kata Faisal Basri menguasai hampir 70% produksi batu bara nasional. "Keenam PKP2B yang dominan itu adalah ujung tombak pelobi kepentingan industri pertambangan batu bara," ungkap Faisal Basri.

Dia menambahkan, bahwa keenam perusahaan itu merupakan pelobi Kementerian ESDM untuk menetapkan harga DMO, FOB sebesar US$ 70 per ton pada masa Menteri ESDM Ignatius Jonan. "Bukan hal yang mudah di tengah keuntungan besar ketika indeks harga fob batu bara di pasar internasional sedang tinggi sekitar US$ 110 per ton," tandas Faisal.

Seperti yang diketahui, bahwa bulan lalu PT PLN sempat mengalami krisis stok batu bara yang membuat Kementerian ESDM mengambil lankah drastis berupa larangan ekspor batu bara selama bulan Januari 20022.

Namun, selang beberapa hari kemudian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengumumkan pencaputan larangan ekspor itu.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bikin Taipan Batu Bara Kepincut, Segini Harta Karun Nikel RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular