Faisal Basri: Seharusnya PPN Tak Perlu Naik ke 11%, Asal..

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% mulai 1 April 2022 lalu. PPN ini naik 1% dibandingkan sebelumnya sebesar 10%.
Kendati demikian, salah satu ekonom senior Faisal Basri menilai bahwa kenaikan PPN ini sebenarnya tidak perlu dilakukan pemerintah. Menurutnya, ada cara lain yang bisa efektif mendongkrak penerimaan negara selain harus menaikkan PPN ke masyarakat.
Faisal mengatakan, salah satu cara memungkinkan untuk menaikkan penerimaan negara dalam jumlah besar yaitu dengan menerapkan pajak ekspor bagi sejumlah komoditas tambang, seperti batu bara. Terlebih, karena harga komoditas, terutama batu bara, saat ini terus melejit, bahkan rata-rata telah melampaui US$ 200 per ton.
Berdasarkan hitung-hitungannya, kenaikan PPN sebesar 1% hanya meningkatkan pendapatan negara sebesar Rp 43 triliun. Sementara bila diberlakukan pajak ekspor komoditas, maka menurutnya negara bisa meraup hingga Rp 150 triliun.
"Teganya pemerintah menaikkan PPN dari 10% ke 11%, gak peduli dampkanya. Nah saya memberikan opsi pemerintah tidak perlu menaikkan PPN. Pendapatan dari kenaikan PPN 1% itu peningkatan (penerimaan negara) Rp 43 triliun. Saya tawarkan Rp 150 triliun tanpa menyakiti hati rakyat," tuturnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (21/04/2022).
Menurutnya, pemerintah seharusnya bisa dengan tegas memberlakukan pajak ekspor dan tidak perlu takut pada kekuasaan atau oligarki dari para taipan.
"Ya terapkan pajak ekspor, susah amat, takut amat sama mereka. Sudah saya sampaikan ke sejumlah menteri, dijawab 'ya nanti kita bahas'. Sudah bicara dengan Menkeu dan DPR, 'oh ini harus serius Mas bahasnya', ya itu kandas lagi," ungkapnya.
Seperti diketahui, pada 11 April 2022 Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No.15 tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
Peraturan Pemerintah ini secara khusus mengatur setoran alias tarif royalti atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) batu bara progresif mengikuti besaran kenaikan Harga Batu Bara Acuan (HBA) bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan operasi/ perjanjian.
Bukan seperti yang diusulkan Faisal Basri terkait pajak ekspor progresif, namun pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk penerapan royalti atau PNBP batu bara progresif, namun hanya berlaku bagi pemegang IUPK.
Sementara untuk pemegang IUP masih diterapkan royalti sebesar 3%, 5%, dan 7% sesuai dengan kalori batu bara, dan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) masih dikenakan tarif royalti sesuai dengan perjanjian hingga masa perjanjian berakhir. Biasanya, PKP2B dikenakan tarif royalti atau PNBP sebesar 13,5% dari harga jual batu bara per ton.
Dengan demikian, belum semua perusahaan batu bara juga dikenakan tarif royalti progresif ini.
[Gambas:Video CNBC]
Setoran Batu Bara Dikerek Jadi 20%, Pengusaha Sepakat Ya?
(wia)