Sembako Aman, Tapi Pulpen Sampai Mie Instan Kena PPN 11%

MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
25 March 2022 17:35
Sejumlah warga melewati toko Indomaret dan Alfamart yang berlokasi di Sukabumi Utara, Jakarta Barat, Kamis (27/1/2022). Indomaret dan Alfamart mungkin terlihat selalu berdekatan yang memiliki banyak persamaan. Namun, keduanya mengakui bahwa mereka memiliki keunggulannya masing-masing. Ada yang mengusung keunggulan dari segi harga lebih murah, kapasitas toko lebih luas, pelayanan lebih ramah atau kenyamanan suasana. Pantauan dilokasi Indomaret dan Alfamart berdekatan dan bersampingan berlada di berbagai lokasi contohnya, Petukangan Utara, Kreo, Duri Kosambi dan Kebon Jeruk. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Minimarket (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Senior Faisal Basri menolak rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%. Hal ini jelas akan memberatkan masyarakat.

"Penduduk Indonesia yang insecure, ada 52,8%. Malaysia 2,6%. Mereka kena efeknya PPN," ungkapnya saat wawancara dengan CNN TV, Jumat (25/3/2022)

Kelompok insecure menurut Faisal adalah masyarakat miskin hingga yang rentan miskin. Sekalipun ada beberapa barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN. Barang yang tidak dikenai PPN, di antaranya makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak.

Hal tersebut di atas termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Barang lain yang juga bebas dari PPN 11% yakni uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Akan tetapi kelompok ini masih mengkonsumsi kebutuhan dasar lainnya yang dikenakan PPN. "Mereka beli buku anaknya, beli pulpen, tas, seragam anak, kena PPN. Beli mie instan kena PPN," ujar Faisal.

Faisal mengakui, aturan ini sudah diputuskan dalam Undang-undang (UU) sebagai kesepakatan antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat (DPR). Pemerintah sebaiknya memikirkan langkah mitigasi untuk membantu kelompok masyarakat tersebut.

"Jadi memang cenderung memaksakan dan menyayat hati," imbuhnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Faisal Basri Kritik Keras PPN Naik Jadi 11%: Adilnya Dimana?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular