Pajak Sudah Lampu Kuning?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 November 2019 15:19
Pajak Sudah Lampu Kuning?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan melaporkan bahwa penerimaan perpajakan Januari-Oktober 2019 sebesar Rp 1.173,9 triliun. Jumlah ini adalah 65,7% dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.

Bagaimana jika dibandingkan dengan Januari-Oktober 2018? Saat itu, penerimaan perpajakan secara nominal memang lebih rendah yaitu Rp 1.160,66 triliun. Namun secara persentase terhadap target jauh lebih baik yaitu mencapai 71,73%.

Lebih jauh lagi, situasinya tidak lebih baik ketimbang 2017. Pada Januari-Oktober dua tahun lalu, penerimaan perpajakan tercatat Rp 991,2 triliun atau 67,3% dari target APBN.

Kinerja penerimaan perpajakan Januari-Oktober 2019 baru lebih baik ketika dibandingkan dengan Januari-Oktober 2016. Kala itu, penerimaan pajak Januari-Oktober tercatat Rp 986,6 triliun atau 64,1% dari target.



Jadi secara persentase, penerimaan perpajakan Januari-Oktober 2019 adalah yang terendah dalam tiga tahun terakhir. Lebih sedih lagi, berbagai komponen penerimaan pajak juga mengalami tekanan pada tahun ini.


Berdasarkan jenis pajak, kontribusi terbesar adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri. Sepanjang Januari-Oktober 2019, jumlah penerimaan PPN DN adalah Rp 234,8 triliun atau 23,1% dari total penerimaan pajak.

Pada Januari-Oktober 2018, penerimaan PPN DN mampu tumbuh 8,9%. Namun tahun ini, yang ada malah terkontraksi atau turun 2,4% year-on-year (YoY).

Kontributor terbesar kedua adalah Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Hingga Oktober, realisasi penerimaan PPh Badan adalah Rp 192,6 triliun, 18,9% dari total penerimaan pajak.

Namun dibandingkan dengan Januari-Oktober 2018, penerimaan PPh Badan turun 0,7%. Padahal pada Januari-Oktober 2018, penerimaan PPh Badan melonjak 25,2% YoY.

Kemudian penyumbang ketiga terbesar adalah PPh 21, yang pada Januari-Oktober tercatat Rp 121,27 triliun (11,9%). PPh 21 masih tumbuh 9,8% YoY, tetapi melambat karena pada Januari-Oktober 2018 membukukan kenaikan 17% YoY.


[Gambas:Video CNBC]



Hingga akhir tahun, kemungkinan besar penerimaan perpajakan tidak akan mencapai target APBN 2019. Ini yang membuat pemerintah memperkirakan defisit anggaran melebar.

Dalam APBN 2019, defisit anggaran diperkirakan 1,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun hingga Oktober, realisasinya sudah 1,8%. Jadi sampai akhir tahun sudah pasti defisit bakal lebih tinggi ketimbang perkiraan awal.


Apa boleh buat, situasi ekonomi global dan domestik memang sedang sulit. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia memang melambat.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam proyeksi edisi Oktober memperkirakan laju pertumbuhan perdagangan global pada 2019 hanya 1,2%. Jauh melambat dibandingkan proyeksi yang dibuat pada April yaitu 2,6%.

"Perkiraan yang lebih suram ini memang mengkhawatirkan, tetapi bukan sebuah kejutan. Konflik perdagangan yang melibatkan beberapa negara membuat segalanya menjadi tidak pasti, bahkan sudah membuat dunia usaha menunda investasi. Dampaknya adalah pukulan terhadap penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, perang dagang harus segera diselesaikan," tegas Roberto Azevedo, Direktur Jenderal WTO, dalam laporan bulanan.


Aktivitas perdagangan yang lesu tentu pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat. Pada 2019, WTO memperkirakan ekonomi global tumbuh 2,3%. Melambat dibandingkan perkiraan April yaitu 2,6%.

Sepertinya situasi yang belum kondusif ini masih akan terjadi sampai tahun depan. WTO memperkirakan perdagangan dunia pada 2020 tumbuh 2,7%, melambat dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 3%.

Kelesuan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global menyebabkan harga komoditas terkoreksi. Dalam setahun terakhir, harga minyak jenis brent terkoreksi 5,06% sementara harga batu bara anjlok 27,55%.



Penurunan harga komoditas sudah terlihat dari penerimaan PPh migas yang minus. Pada Januari-Oktober 2019, penerimaan PPh migas terkontraksi 9,3% YoY.


Nestapa tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam negeri. Tidak percaya? Lihat saja penerimaan PPN yang negatif.

Artinya, transaksi di perekonomian nasional turun dibandingkan tahun lalu. Apa yang dikhawatirkan, yaitu penurunan daya beli dan konsumsi, sepertinya bukan mitos belaka.

"Belum maksimalnya penerimaan dipengaruhi melambatnya pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Indonesia triwulan III-2019 tumbuh 5,02% (YoY), melambat bila dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2019 yang tumbuh 5,05%. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan III-2019 sebesar 5,04% (CoC), lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan sampai dengan triwulan III tahun lalu yakni 5,17% (CoC), dan apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 2018 yang juga 5,17% (YoY)," papar dokumen APBN Kita edisi November 2019.

Kelesuan daya beli dan konsumsi sebelumnya sudah ditunjukkan oleh data penjualan otomotif. Pada Oktober, penjualan mobil turun 9,5% YoY. Sudah empat bulan beruntun penjualan mobil berada di teritori negatif.

Sementara penjualan sepeda motor turun 2% YoY pada Oktober. Dalam tiga bulan terakhir, penjualan motor terlihat dalam tren menurun.





Tidak hanya konsumsi rumah tangga, dunia usaha pun terlihat kurang optimistis. Ini terlihat dari Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia yang terus melambat.

 

"Ini termasuk penurunan yang cukup dalam dan harus kita waspadai, sektor industri jelas mengalami tekanan signifikan. Ini bisa mempengaruhi confidence ke depan," tegas Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan.


Well, apakah penerimaan perpajakan sudah menunjukkan lampu kuning tanda kita harus hati-hati? Sepertinya demikian, karena tekanan di pos ini demikian besar. Bahkan sampai membuat posisi Januari-Oktober 2019 menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir.

Namun bukan berarti dunia kiamat. Kekurangan penerimaan perpajakan bisa ditutup dengan menambah pembiayaan utang tanpa harus melanggar batas aman defisit anggaran yaitu 3% PDB. Bahkan walau defisit anggaran 2019 betul-betul melebar, itu masih relatif rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.



"Ada tantangan besar dan kita masih optimistis bisa hadapi. Sumber tekanan dari global dan terimbas ke dalam negeri, da elemen dari dalam negeri tertahan. Kita melihat dampak dari negative spill over dari global bisa dinetralisasi dan momentum positif bisa terjaga pada kuartal terakhir," demikian tegas Sri Mulyani.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular