
Pajak Lesu, Begini Gambaran APBN per Oktober 2019
Lidya Julita Sembiring-Kembaren, CNBC Indonesia
18 November 2019 12:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan melaporkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 per akhir Oktober. APBN mencatatkan defisit Rp 289,1 triliun atau 1,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, melaporkan total penerimaan negara pada akhir Oktober sebesar Rp 1.508,7 triliun. Meski naik 1,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tetapi masih 69,7% dari target.
Total penerimaan perpajakan Januari-Oktober tercatat Rp 1.173,9 triliun. Jumlah ini masih 65,7% dari target.
Sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berada di Rp 333,3 triliun. Dengan dua bulan tersisa, jumlah ini masih 88,1% dari target.
Menurut Sri Mulyani, salah satu penyebab kelesuan penerimaan pajak dan PNBP adalah realisasi asumsi makro yang tidak sesuai dengan perkiraan. Sri Mulyani mencontohkan realisasi harga minyak Indonesia (ICP) yang secara year-to-date masih di US$ 62/barel, sedangkan asumsi makro berada di US$ 70/barel.
Kemudian lifting minyak sejak awal tahun rata-rata berada di 744.000 barel/hari, dengan asumsi 775.000 bare/hari. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS rata-rata sejak awal tahun ada di Rp 14.162, dengan asumsi di APBN 2019 sebesar Rp 15.000.
"Dengan lifting yang di bawah asumsi, harga minyak, dan kurs tentu akan mempengaruhi penerimaan pajak dan PNBP yang pasti lebih rendah," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Sementara di sisi belanja, lanjut Sri Mulyani, total belanja negara sampai akhir Oktober adalah Rp 1.798 atau 73,1% dari target. Belanja pemerintah pusat tercatat Rp 1.121,1 triliun (68,6%) dan transfer ke daerah/dana desa adalah Rp 676,9 triliun (81,9%).
"Kita ingatkan kepada K/L (Kementerian/Lembaga) agar menjaga momentum demand agar kita bisa ikut mendorong perekonomian," ujar Sri Mulyani.
Perkembangan penerimaan dan belanja tersebut menghasilkan defisit anggaran sebesar Rp 289,1 triliun (1,8% PDB). Pada akhir tahun, pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar Rp 296 triliun atau sekitar 2,2% PDB.
"APBN kita desain defisit naik cukup besar dibandingkan tahun lalu. Kenaikan defisit karena penerimaan dari migas terutama PNBP, pajak, dan adanya penerimaan pajak non-migas tertekan terutama di sektor primer dan sekunder," jelas Sri Mulyani.
(aji/aji) Next Article Ini Penyebab Penerimaan Pajak Stuck
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, melaporkan total penerimaan negara pada akhir Oktober sebesar Rp 1.508,7 triliun. Meski naik 1,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tetapi masih 69,7% dari target.
Total penerimaan perpajakan Januari-Oktober tercatat Rp 1.173,9 triliun. Jumlah ini masih 65,7% dari target.
Menurut Sri Mulyani, salah satu penyebab kelesuan penerimaan pajak dan PNBP adalah realisasi asumsi makro yang tidak sesuai dengan perkiraan. Sri Mulyani mencontohkan realisasi harga minyak Indonesia (ICP) yang secara year-to-date masih di US$ 62/barel, sedangkan asumsi makro berada di US$ 70/barel.
Kemudian lifting minyak sejak awal tahun rata-rata berada di 744.000 barel/hari, dengan asumsi 775.000 bare/hari. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS rata-rata sejak awal tahun ada di Rp 14.162, dengan asumsi di APBN 2019 sebesar Rp 15.000.
"Dengan lifting yang di bawah asumsi, harga minyak, dan kurs tentu akan mempengaruhi penerimaan pajak dan PNBP yang pasti lebih rendah," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Sementara di sisi belanja, lanjut Sri Mulyani, total belanja negara sampai akhir Oktober adalah Rp 1.798 atau 73,1% dari target. Belanja pemerintah pusat tercatat Rp 1.121,1 triliun (68,6%) dan transfer ke daerah/dana desa adalah Rp 676,9 triliun (81,9%).
"Kita ingatkan kepada K/L (Kementerian/Lembaga) agar menjaga momentum demand agar kita bisa ikut mendorong perekonomian," ujar Sri Mulyani.
Perkembangan penerimaan dan belanja tersebut menghasilkan defisit anggaran sebesar Rp 289,1 triliun (1,8% PDB). Pada akhir tahun, pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar Rp 296 triliun atau sekitar 2,2% PDB.
"APBN kita desain defisit naik cukup besar dibandingkan tahun lalu. Kenaikan defisit karena penerimaan dari migas terutama PNBP, pajak, dan adanya penerimaan pajak non-migas tertekan terutama di sektor primer dan sekunder," jelas Sri Mulyani.
(aji/aji) Next Article Ini Penyebab Penerimaan Pajak Stuck
Most Popular