
Pak Jokowi, Besok Data CAD Diumumkan! Jeblok Lagi Gak Ya?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 November 2019 15:41

Transaksi berjalan adalah neraca yang menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Pasokan valas dari pos ini dinilai lebih stabil, lebih tahan lama, sehingga mampu menopang stabilitas nilai tukar.
Masalahnya, transaksi berjalan Indonesia terus mencatat defisit sejak 2011. Ini membuat rupiah rentan berfluktuasi cenderung melemah kala terjadi guncangan di perekonomian, sebab mata uang Tanah Air bergantung kepada pasokan devisa dari investasi portofolio di sektor keuangan yang bisa datang dan pergi kapan saja.
Saat rupiah 'bergoyang' akibat devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang seret, maka BI tentu tidak akan tinggal diam. BI tentu akan melakukan upaya untuk 'mengangkat' rupiah baik melalui intervensi harian sampai ke level kebijakan.
Salah satu kebijakan yang sangat mungkin ditempuh BI kala rupiah terus tertekan adalah menaikkan suku bunga acuan. Harapannya adalah arus modal portofolio akan masuk karena tergiur suku bunga tinggi, sehingga bisa menutup lubang di transaksi berjalan. Ini yang terjadi tahun lalu, di mana BI menaikkan suku bunga acuan sampai enam kali.
Namun ketika suku bunga acuan naik, sama saja dengan mengerem ekspansi ekonomi. Sebab kenaikan suku bunga acuan hampir pasti akan direspons dengan kenaikan suku bunga perbankan. Suku bunga perbankan tinggi tentu menghambat korporasi dan rumah tangga dalam berekspansi, yang ujungnya membuat ekonomi terancam mengalami stagnasi bahkan kontraksi.
Jadi selama transaksi berjalan masih defisit, maka ada beban bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh. Sebab saat ada upaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan impor naik (terutama untuk bahan baku dan barang modal), maka defisit transaksi berjalan bakal melebar dan direspons dengan kenaikan suku bunga acuan. Lingkaran setan ini harus diputus agar ekonomi Indonesia bisa tumbuh tinggi.
Baca: Sri Mulyani: CAD Jadi Penghalang Tumbuhnya Ekonomi RI
(aji/aji)
Masalahnya, transaksi berjalan Indonesia terus mencatat defisit sejak 2011. Ini membuat rupiah rentan berfluktuasi cenderung melemah kala terjadi guncangan di perekonomian, sebab mata uang Tanah Air bergantung kepada pasokan devisa dari investasi portofolio di sektor keuangan yang bisa datang dan pergi kapan saja.
Salah satu kebijakan yang sangat mungkin ditempuh BI kala rupiah terus tertekan adalah menaikkan suku bunga acuan. Harapannya adalah arus modal portofolio akan masuk karena tergiur suku bunga tinggi, sehingga bisa menutup lubang di transaksi berjalan. Ini yang terjadi tahun lalu, di mana BI menaikkan suku bunga acuan sampai enam kali.
Namun ketika suku bunga acuan naik, sama saja dengan mengerem ekspansi ekonomi. Sebab kenaikan suku bunga acuan hampir pasti akan direspons dengan kenaikan suku bunga perbankan. Suku bunga perbankan tinggi tentu menghambat korporasi dan rumah tangga dalam berekspansi, yang ujungnya membuat ekonomi terancam mengalami stagnasi bahkan kontraksi.
Jadi selama transaksi berjalan masih defisit, maka ada beban bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh. Sebab saat ada upaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan impor naik (terutama untuk bahan baku dan barang modal), maka defisit transaksi berjalan bakal melebar dan direspons dengan kenaikan suku bunga acuan. Lingkaran setan ini harus diputus agar ekonomi Indonesia bisa tumbuh tinggi.
Baca: Sri Mulyani: CAD Jadi Penghalang Tumbuhnya Ekonomi RI
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular