turun tajam dalam sepekan terakhir. Padahal United melaporkan kinerja keuangan yang ciamik.
Sepanjang pekan lalu, harga saham berkode MANU tersebut anjlok 2,44% secara
point-to-point. Pada penutupan perdagangan akhir pekan, saham United jatuh ke titik terendah sejak Februari 2017.
Pada tahun fiskal 2019, pendapatan komersial masih menjadi mesin uang utama United. Berbeda dengan klub-klub lainnya yang mengandalkan pendapatan hak siar sebagai sumber utama, United dengan
brand yang begitu kuat sudah bisa 'menjual' dirinya sendiri.
Pendapatan komersial United pada tahun fiskal 2019 adalah GBP 275,1 juta. Meski turun 0,3%
year-on-year (YoY), tetapi masih menjadi kontributor utama yaitu 43,87% dari total pendapatan.
Sementara pendapatan United dari hak siar adalah GBP 241,2 juta, naik 18,1% YoY. Kemudian pendapatan dari pertandingan (
matchday) tercatat GBP 110,8 juta, naik 0,9% YoY.
Total pendapatan United pada tahun fiskal 2019 adalah GBP 627,1 juta. Setelah dikurangi biaya, pendapatan operasional United adalah GBP 50 juta.
 Manchester United Plc |
Mengapa saham United malah jeblok setelah laporan keuangan yang berkilau tersebut? Jawabannya ada di lapangan...
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Musim lalu, penampilan Setan Merah kurang konsisten bin meyakinkan. Sepeninggal manajer Jose Mourinho yang kemudian digantikan Ole Gunnar Solskjaer, performa Paul Pogba dan rekan sempat begitu impresif.
Selama periode 22 Desember 2018 hingga 6 Maret 2019, United membukukan 14 kemenangan. Bahkan salah satunya dengan kemenangan atas Paris St Germain di babak perdelapan final Liga Champions Eropa.
Namun selepas itu United mulai labil. Kelabilan itu membuat United harus puas finis di urutan 6 Liga Primer Inggris musim 2018/2019, terpaut 32 poin dari sang juara Manchester City.
Akibatnya, United absen dari Liga Champions Eropa musim 2019/2020. Penghuni stadion Old Trafford akan berpartisipasi di Liga Malam Jumat alias Europa League.
Padahal kalau berlaga di Liga Champions, rekening United bakal makin gemuk. Untuk musim ini, hadiah awal keikutsertaan di Liga Champions adalah EUR 15,25 juta. Kalau berhasil melangkah lebih jauh, maka hadiahnya terus bertambah.
Sebagai informasi, musim lalu Liverpool mengeruk hadiah total EUR 74,35 juta dari partisipasi di Liga Champions dari mulai babak penyisihan grup sampai menjadi juara Eropa.
Tanpa partisipasi di Liga Champions, prospek pemasukan United menjadi agak suram. Bahkan ada kemungkinan pendapatan pada 2020 turun dibandingkan tahun ini.
"Untuk tahun fiskal 2020, perusahaan memperkirakan total pendapatan di kisaran GBP 560-580 juta. Partisipasi di Europa League menyebabkan penurunan pendapatan, tidak ada pemasukan dari partisipasi di Liga Champions," tulis laporan keuangan United.
Nah, prospek laba yang suram membuat investor melepas saham United. Bukan tidak mungkin harga saham United terus turun, karena performa musim ini pun kurang menjanjikan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3) Memasuki musim 2019/2020, United kelihatannya mulai bangkit. Di partai perdana Liga Inggris, United menang telak 4-0 atas sesama klub papan atas, Chelsea.
Namun setelah itu, United kembali berkawan dengan inkonsistensi. Selepas kemenangan lawan Si Biru, United cuma berhasil sekali menang lagi kala berhadapan dengan Leicester City di Old Trafford pada 14 September. Itu pun hanya 1-0, gol penalti pula.
Selebihnya United imbang 1-1 lawan Wolverhampton Wandeders, kalah 1-2 lawan Crystal Palace, imbang 1-1 lawan Southampton, kalah 0-2 lawan West Ham, dan imbang 1-1 lawan Arsenal. Wow...
Hingga pekan ke-7, United masih tercecer di peringkat 10 klasemen Liga Primer. Tertinggal 12 angka dari Liverpool di urutan teratas.
Well, musim memang masih panjang. United juga punya kesempatan untuk memperbaiki skuat di bursa transfer musim dingin.
Namun kalau kebijakan transfer United masih
gebyah uyah seperti beberapa tahun terakhir, pemain baru tidak akan menyelamatkan mereka. Angel Di Maria bukan pemain kacangan, demikian juga Henrikh Mkhitaryan, Memphis Depay, Daley Blind, Alexis Sanchez, atau Romelu Lukaku.
Mereka direkrut dengan biaya mahal. Namun kontribusi mereka di lapangan jauh dari ekspektasi, kalau tidak mau disebut gagal.
Sebab, pemain-pemain itu direkrut dan dipasang di tim yang tidak tahu harus bermain seperti apa. Josep 'Pep' Guardiola di Manchester City punya ciri khas
possesion football, Juergen Klopp di Liverpool adalah fans berat
gegenpressing. Keduanya mencari pemain yang sesuai dengan kebutuhan gaya permainan, sehingga sedikit sekali pemain yang sudah dibeli mahal tetapi akhirnya yang terbuang sia-sia.
Banyak kalangan menilai ini disebabkan oleh kosongnya posisi direktur sepakbola/olahraga di kantor United. Akibatnya, tidak ada jembatan antara ruang ganti dengan ruang direksi.
City punya Txiki Begiristain sementara di Liverpool ada Michael Edwards. Mereka adalah yang menyambungkan keinginan manajer dengan pemilik. Dengan begitu, perekrutan pemain benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan tim dan anggaran yang tersedia. Tidak asal comot, yang penting mahal dan punya nama.
Di United, perekrutan pemain diserahkan kepada Edward 'Ed' Woodward, Wakil Chairman. Woodward tidak punya pengalaman di sepakbola, jejak kariernya adalah di sektor keuangan.
Curriculum vitae Woodward dihiasi pengalaman di JP Morgan dan PriceWaterhouseCoopers.
Tanpa pengalaman di sepakbola, United menjadi 'sapi perah' agen pemain. Kalau pemainnya ditaksir United, agen pasti melakukan
mark-up karena pasti akan dibayar juga. Sampai-sampai adalah istilah
Woodward Tax atau
Ed Premium, pemain yang bakal dibeli United harganya naik di atas harga pasar karena tambahan pajak dan premium.
Selain itu, manajer juga tidak diberi kesempatan untuk menyusun kerangka tim sesuai dengan keinginannya. Musim lalu, Mourinho sangat ingin mendatangkan bek tengah tetapi tidak mendapat restu.
"Saya bukan idiot kala musim lalu merengek minta bek tengah!" tegas Mourinho kala menjadi pandit di Sky Sports.
Kalau situasinya seperti ini terus, maka pemain baru pun bakal sulit untuk mendongkrak penampilan United di lapangan. Sebab pemain-pemain yang datang bukan tidak mungkin gagal memberi dampak optimal.
Apabila ini terus terjadi, maka akan sangat sulit bagi United untuk menerobos ke posisi empat besar. Apalagi saat ini ada penantang-penantang baru seperti Leicester dan West Ham.
Dengan Liga Champions Eropa yang menjauh, pendapatan pun sulit untuk naik bahkan ada risiko turun. Seperti jatuh tertimpa tangga, penampilan buruk United bakal memukul kondisi keuangan mereka.
TIM RISET CNBC INDONESIA