Tarik Ulur Beleid Batu Bara, ESDM Akan Terbitkan Dua PP
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
21 June 2019 17:16

Jakarta, CNBC Indonesia- Pembahasan terkait revisi PP 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara masih bergulir.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot menjelaskan, pihaknya berencana menerbitkan dua PP untuk mengakomodasi hal ini. Kedua beleid ini adalah perubahan keenam PP 23/2010 dan PP yang mengatur soal perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Terkait apakah penerbitan dua PP ini harus menunggu revisi Undang-Undang Minerba, disebutnya ini nanti wewenang pemerintah.
"Yang urusan perpajakan dan penerimaan negara non-pajak itu ada di satu PP. Lalu PP lainnya mengatur yang sifatnya pengusahaan tadi, antara lain masa pengajuan perpanjangan kontrak," ujar Bambang ketika dijumpai dalam rapat dengan Komisi VII di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (20/6/2019) malam.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, jika mengikuti regulasi yang ada saat ini, penerimaan negara justru turun menjadi 57,6% dari sebelumnya 67,88%. Sementara laba perusahaan justru naik menjadi 42,44% dari sebelumnya 32,12%. Dengan dua regulasi baru, penerimaan negara ini akan naik signifikan. "Bisa menjadi 79%," kata Bambang. Sementara laba perusahaan diproyeksikan 21%.
Untuk IUPK perpanjangan PKP2B dengan penerimaan negara lebih baik ini, bagi PKP2B Generasi I akan dikenakan Dana Habis Penjualan Batu bara (DHPB) 15%, PBB prevailing, pajak daerah prevailing, PPN prevailing (10%), PPh badan prevailing (25%), dan Earning After Tax (EAT) 10%. Selanjutnya, untuk PKP2B generasi setelahnya dikenakan DHPB 15% dan EAT 10%.
Perbedaan yang mencolok dari IUPK yang harus dimulai dari lelang adalah pengenaan royalty. Sesuai regulasi, PKP2B dikenakan royalty sebesar 3%, 5%, atau 7%. Sementara di PKP2B eksisting dikenakan DHPB 13,5%. Inilah yang membuat penerimaan negara turun. Di beleid baru, pemerintah mengubah DHPB ini menjadi 15%.
Di sisi lain, Bambang menyebutkan, perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mengacu pada Undang-Undang 4/2009, PP 23/2010, dan PP 77/2014 yang merupakan perubahan ketiga dari PP 23/2010. Sehingga, pemberian perpanjangan kontrak pada dasarnya tidak menjadi masalah, bahkan jika tidak ada perpanjangan, bisa saja perusahaan mendebat melalui badan arbitrase internasional.
"PKP2B yang belum menerima perpanjangan dapat diubah menjadi IUPK tanpa melalui lelang tetapi penerimaan negara harus lebih baik," pungkas Bambang.
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Jokowi Tahan Revisi PP Batu Bara, BUMN Menang Lawan Swasta?
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot menjelaskan, pihaknya berencana menerbitkan dua PP untuk mengakomodasi hal ini. Kedua beleid ini adalah perubahan keenam PP 23/2010 dan PP yang mengatur soal perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Terkait apakah penerbitan dua PP ini harus menunggu revisi Undang-Undang Minerba, disebutnya ini nanti wewenang pemerintah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, jika mengikuti regulasi yang ada saat ini, penerimaan negara justru turun menjadi 57,6% dari sebelumnya 67,88%. Sementara laba perusahaan justru naik menjadi 42,44% dari sebelumnya 32,12%. Dengan dua regulasi baru, penerimaan negara ini akan naik signifikan. "Bisa menjadi 79%," kata Bambang. Sementara laba perusahaan diproyeksikan 21%.
Untuk IUPK perpanjangan PKP2B dengan penerimaan negara lebih baik ini, bagi PKP2B Generasi I akan dikenakan Dana Habis Penjualan Batu bara (DHPB) 15%, PBB prevailing, pajak daerah prevailing, PPN prevailing (10%), PPh badan prevailing (25%), dan Earning After Tax (EAT) 10%. Selanjutnya, untuk PKP2B generasi setelahnya dikenakan DHPB 15% dan EAT 10%.
Perbedaan yang mencolok dari IUPK yang harus dimulai dari lelang adalah pengenaan royalty. Sesuai regulasi, PKP2B dikenakan royalty sebesar 3%, 5%, atau 7%. Sementara di PKP2B eksisting dikenakan DHPB 13,5%. Inilah yang membuat penerimaan negara turun. Di beleid baru, pemerintah mengubah DHPB ini menjadi 15%.
Di sisi lain, Bambang menyebutkan, perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mengacu pada Undang-Undang 4/2009, PP 23/2010, dan PP 77/2014 yang merupakan perubahan ketiga dari PP 23/2010. Sehingga, pemberian perpanjangan kontrak pada dasarnya tidak menjadi masalah, bahkan jika tidak ada perpanjangan, bisa saja perusahaan mendebat melalui badan arbitrase internasional.
"PKP2B yang belum menerima perpanjangan dapat diubah menjadi IUPK tanpa melalui lelang tetapi penerimaan negara harus lebih baik," pungkas Bambang.
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Jokowi Tahan Revisi PP Batu Bara, BUMN Menang Lawan Swasta?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular