
Polemik Revisi PP Batu Bara, PKP2B Bisa Gugat ke Arbitrase
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
21 June 2019 19:11

Jakarta, CNBC Indonesia- Pembahasan terkait revisi PP 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara masih bergulir.
Imbasnya, ada tujuh pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) generasi pertama yang akan habis atau terminasi dalam waktu dekat masih terkatung-katung nasibnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyebutkan, perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mengacu pada Undang-Undang 4/2009, PP 23/2010, dan PP 77/2014 yang merupakan perubahan ketiga dari PP 23/2010. Sehingga, pemberian perpanjangan kontrak pada dasarnya tidak menjadi masalah.
Bahkan, jika tidak ada perpanjangan, bisa saja perusahaan mendebat melalui badan arbitrase internasional.
"Dari sisi regulasi dan kontrak perpanjangan tdk masalah, karena memang sudah dinyatakan dalam UU regulasi maupun PP dan kontrak sendiri. Bahkan kalau misal tidak terjadi perpanjangan bisa saja mereka ke badan arbitrase nasional, tapi karena ada keputusan-keputusan, itu belum terjadi seperti itu, ya kemungkinan itu bisa saja terjadi," ujar Bambang dalam rapat dengan Komisi VII, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (20/6/2019) malam.
Adapun, sebelumnya, Direktur dan Kepala Bagian Hukum Adaro Energy Moh Syah Indra Aman pernah mengatakan dari dasar hukum yang ada, Adaro dan perusahaan tambang lainnya justru memiliki hak untuk mendapat perpanjangan.
Ia menekankan hal yang sering diwacanakan belakangan seakan-akan menekankan bahwa pemegang kontrak PKP2B tidak berhak mendapat perpanjangan, dan menggunakan dasar Pasal 169 Undang-Undang Minerba.
Pasal 169 itu menyatakan bahwa Kontrak Karya yang telah ada sebelum berlakunya UU ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian dan ketentuan yang tercantum dalam pasal Kontrak Karya disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU ini diundangkan.
"Padahal itu depannya saja, yang dibahas adalah IUPK. Sementara IUPK perpanjangan itu berbeda. Ada dua rezim yang berlaku, yang berlaku sekarang di batang tubuhnya itu bagian-bagian depan saja. Justru untuk IUPK perpanjangan harus lihat pasal-pasal di belakang, terutama peralihan. Bagi usaha-usaha yang sudah ada dalam PKP2B diatur dalam peralihan," jelasnya.
Indra mengatakan kontraktor PKP2B berpegang pada Pasal 112 Ayat 2 PP 77 Tahun 2014. Pasal ini mengenalkan istilah IUPK Operasi Produksi Perpanjangan Pertama. Regulasi PP itu mengatur tentang Perubahan Ketiga Atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Intinya pasal ini mengatur PKP2B yang berakhir masa kontraknya dan belum mendapat perpanjangan, akan berubah menjadi IUPK Operasi Produksi Perpanjangan Pertama sebagai kelanjutan operasi tanpa adanya proses lelang setelah berakhirnya Kontrak Karya.
"Inilah aturan yang sering dilupakan, bahwa kami juga diatur di undang-undang untuk mendapat hak ini," ujar Indra.
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Jokowi Tahan Revisi PP Batu Bara, BUMN Menang Lawan Swasta?
Imbasnya, ada tujuh pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) generasi pertama yang akan habis atau terminasi dalam waktu dekat masih terkatung-katung nasibnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyebutkan, perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mengacu pada Undang-Undang 4/2009, PP 23/2010, dan PP 77/2014 yang merupakan perubahan ketiga dari PP 23/2010. Sehingga, pemberian perpanjangan kontrak pada dasarnya tidak menjadi masalah.
Bahkan, jika tidak ada perpanjangan, bisa saja perusahaan mendebat melalui badan arbitrase internasional.
"Dari sisi regulasi dan kontrak perpanjangan tdk masalah, karena memang sudah dinyatakan dalam UU regulasi maupun PP dan kontrak sendiri. Bahkan kalau misal tidak terjadi perpanjangan bisa saja mereka ke badan arbitrase nasional, tapi karena ada keputusan-keputusan, itu belum terjadi seperti itu, ya kemungkinan itu bisa saja terjadi," ujar Bambang dalam rapat dengan Komisi VII, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (20/6/2019) malam.
Adapun, sebelumnya, Direktur dan Kepala Bagian Hukum Adaro Energy Moh Syah Indra Aman pernah mengatakan dari dasar hukum yang ada, Adaro dan perusahaan tambang lainnya justru memiliki hak untuk mendapat perpanjangan.
Ia menekankan hal yang sering diwacanakan belakangan seakan-akan menekankan bahwa pemegang kontrak PKP2B tidak berhak mendapat perpanjangan, dan menggunakan dasar Pasal 169 Undang-Undang Minerba.
Pasal 169 itu menyatakan bahwa Kontrak Karya yang telah ada sebelum berlakunya UU ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian dan ketentuan yang tercantum dalam pasal Kontrak Karya disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU ini diundangkan.
"Padahal itu depannya saja, yang dibahas adalah IUPK. Sementara IUPK perpanjangan itu berbeda. Ada dua rezim yang berlaku, yang berlaku sekarang di batang tubuhnya itu bagian-bagian depan saja. Justru untuk IUPK perpanjangan harus lihat pasal-pasal di belakang, terutama peralihan. Bagi usaha-usaha yang sudah ada dalam PKP2B diatur dalam peralihan," jelasnya.
Indra mengatakan kontraktor PKP2B berpegang pada Pasal 112 Ayat 2 PP 77 Tahun 2014. Pasal ini mengenalkan istilah IUPK Operasi Produksi Perpanjangan Pertama. Regulasi PP itu mengatur tentang Perubahan Ketiga Atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Intinya pasal ini mengatur PKP2B yang berakhir masa kontraknya dan belum mendapat perpanjangan, akan berubah menjadi IUPK Operasi Produksi Perpanjangan Pertama sebagai kelanjutan operasi tanpa adanya proses lelang setelah berakhirnya Kontrak Karya.
"Inilah aturan yang sering dilupakan, bahwa kami juga diatur di undang-undang untuk mendapat hak ini," ujar Indra.
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Jokowi Tahan Revisi PP Batu Bara, BUMN Menang Lawan Swasta?
Most Popular