Most Popular CNBC Indonesia

Prabowo Tolak Hasil Pilpres & Ajakan Poyuono Tak Bayar Pajak

Tim CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
18 May 2019 04:35
Prabowo Tolak Hasil Pilpres & Ajakan Poyuono Tak Bayar Pajak
Foto: Prabowo Subianto (Ist Facebook)
Jakarta, CNBC Indonesia - Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan menolak hasil pemilihan umum (pemilu) Pilpres 2019 karena merasa dicurangi. Pasalnya, dalam perhitungan internal justru pihaknya yang memenangkan pemilu 2019.

Hal ini disampaikan Prabowo pada simposium 'Mengungkap Fakta Kecurangan Pemilu 2019" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).

Dalam acara tersebut Prabowo menegaskan kembali bahwa demokrasi adalah jalan terbaik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.  

"Tetapi kita melihat dan merasakan, dan memiliki bukti, kita mengalami rekan-rekan kita, pejuang kita, kita mengalami pemerkosaan demokrasi di republik Indonesia," ujar Prabowo.


Atas dasar tersebut, tuturnya, Prabowo menegaskan dirinya telah memenangkan Pemilu Presiden 2019.  "Setelah kita memperhatikan dengan seksama dan mendengar dan meyakinkan diri kita, rakyat kita, bahwa kita telah memenangkan mandat dari rakyat," ujarnya.

"Kalau kita menyerah, berarti kita menyerah pada ketidakadilan itu artinya kita berkhianat pada negara, bangsa, rakyat. Kita berkhianat pada pendiri bangsa Indonesia. Itu artinya kita berkhianat pada puluhan ribu orang yang gugur mendirikan bangsa ini," ujarnya.

Sebab itu, Prabowo meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk berani menegakkan kebenaran dan menghentikan kebohongan yang terjadi selama ini.

"Sekarang nasib masa depan bangsa Indonesia ada di pundakmu (KPU). Kau yang harus memutuskan, kau yang harus memilih. Menegakkan kebenaran dan keadilan, demi keselamatan bangsa Indonesia, atau meneruskan kebohongan ketidakadilan dan berarti kau mengizinkan penjajahan pada rakyat," ujar Prabowo dalam simposium "Mengungkap Fakta Kecurangan Pemilu 2019" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).

Prabowo menegaskan bahwa Paslon nomor urut 02 akan menolak hasil perhitungan Pilpres 2019 yang curang.  "Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakbenaran dan ketidakjujuran," jelasnya.

Simak video tentang para pembayar pajak terbesar di Indonesia di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]


Lanjut ke halaman berikutnya >>>


Prabowo yang dicurangi dan aksi menolak hasil pilpres 2019 direspons oleh Wakil Ketua Partai Gerindra Arif Pouyono membuat sebuah gerakan. Ia mengajak masyarakat yang tak mengakui hasil Pilpres 2019 untuk tidak membayar pajak!

Menurutnya, langkah tersebut bisa dilakukan dan merupakan hak masyarakat.

Berikut ajakan Arif Poyuono melalui keterangannya : 


Masyarakat yang telah memberikan Pilihan pada Prabowo Sandi tidak perlu lagi mengakui hasil pilpres 2019 dengan kata lain jika terus dipaksakan hasil pilpres 2019 untuk membentuk pemerintahan baru maka masyarakat tidak perlu lagi mengakui pemerintahan yang dihasilkan Pilpres 2019. 


Langkah langkah yang bisa dilakukan masyarakat yang tidak mengakui hasil pemerintahan dari pilpres 2019 di antaranya:

Tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019. 

Melakukan gerakan diam seribu bahasa dan tidak perlu melakukan kritik-kritik apapun terhadap pemerintahan yang tidak Konstitusional karena dihasilkan dari pilpres yang tidak legitimate.

Kita lakukan gerakan boycott pemerintahan hasil Pilpres 2019 seperti yang pernah diajarkan oleh Ibu Megawati ketika melawan rezim Soeharto yang mirip dengan rezim saat ini.

Dengan Kita menolak bayar pajak dan tidak mengakui pemerintahan yang dihasilkan oleh Pilpres 2019 dan anggota DPR RI Gerindra dan Parpol koalisi tidak perlu ikut membentuk DPR RI 2019-2024 adalah jalan untuk tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019.

Yang pasti negara luar juga tidak akan mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019 nantinya. Ini penting agar sistem demokrasi yang jujur, bersih dan adil bisa kita pertahankan.

Arief Poyuono

Lanjut ke halaman berikutnya >>>



Wacana yang dilemparkan Waketum Gerindra Arif Pouyono ini pun ditanggapi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala Staff Kepresidenan Moeldoko.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa pembayaran pajak yang dilaksanakan wajib pajak akan kembali kepada yang bersangkutan dalam berbagai hal.

Dana tersebut akan dikembalikan dalam bentuk pembangunan berbagai fasilitas penunjang dan pendukung masyarakat, mulai dari pembangunan jalan raya, sekolah, rumah sakit, hingga pembangunan infrastruktur dasar di pedesaan.

"Kalau Anda tanya uang pajak untuk apa, untuk segala macam," kata Sri Mulyani usai konferensi pers APBN KiTa.


Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bahkan menekankan, seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik juga mencicipi dana dari kas keuangan negara, yang saat ini utamanya berasal dari penerimaan pajak.

"Partai politik pun juga mendapat APBN. Jangan lupa. Karena mereka mendapatkan per kepala. Jadi kalau enggak mau membayar pajak, masa negaranya enggak jalan," tegasnya.

Sri Mulyani pun menyayangkan munculnya ajakan dari politisi tersebut. Padahal, sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia adalah self asessment, artinya tidak ada kewajiban masyarakat harus membayar pajak kecuali yang memenuhi kriteria.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebutkan bahwa apa yang disampaikan Arif Poyuono sama sekali tak memiliki dasar yang jelas.

"Itu pendidikan yang tak baik. Warga negara itu punya hak dan kewajiban. Jangan menganjurkan [yang tidak benar]," kata Moeldoko di kompleks kepresidenan. "Orang politik malah memberikan pembelajaran politik yang tak bagus kepada masyarakat. Menurut saya enggak benar itu lah. Karena setelah Presiden terpilih, engak ada lagi berpikir 01-02, semua warga Indonesia," kata dia.

Moeldoko meyakini, ajakan boikot pajak tersebut bukan murni dari pemikiran Prabowo Subianto, sang pendiri Partai Gerindra. Menurutnya, seruan tersebut hanya berasal dari satu pihak saja.

"Kalau saya melihat Pak Prabowo itu seorang yang patriotik ya. Seorang kesatria. Perlu digarisbawahi. Saya yakin pak Prabowo memiliki itu. Hanya jangan yang [pejabat] di bawahnya itu malah melakukan hal-hal yang keluar dari pemikiran bosnya," jelasnya.

Lanjut ke halaman berikutnya >>>



Lalu, adakah sanksi bagi masyarakat yang menolak membayar pajak? pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, ajakan tersebut adalah tindakan yang nanti dampaknya akan merugikan masyarakat dan negara.

Selain itu, tidak membayar pajak sama artinya dengan tidak menjalankan kewajiban sebagai warna negara Indonesia.

"Ajakan tidak mengakui pemerintahan yang sah hasil pemilu yang demokratis dan sah, memiliki konsekuensi dan risiko pelanggaran pada kewajiban dan tanggung jawab kewargaan," ujar Yustinus kepada CNBC Indonesia, Jakarta, Kamis (16/5/2019).

Tidak menjalankan kewajiban sebagai warga negara yang telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan maka bisa dikenakan hukuman pidana.


"Sebagian pelanggaran tersebut bahkan memiliki konsekuensi hukum, termasuk pidana. Tidak membayar pajak padahal kita wajib membayarnya adalah pelanggaran Undang-undang Perpajakan. Perlu diingat bahwa pelanggaran ini melekat secara individual bagi tiap wajib pajak," tegasnya.

Tertuang dalam Undang-Undangn Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) pemberian sanksi terkait perpajakan ini ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah yaitu memberikan surat teguran, surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, pengumuman di media massa, penyitaan, lelang, pencegahan, dan penyanderaan gijzeling.

Tindakan gijzeling yang merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal itu dimasukkan ke penjara. Penyanderaan ini dapat dilakukan selama 6 bulan dan diperpanjang paling lama 6 bulan.




(roy/roy) Next Article Gerindra: Prabowo Maju Pilpres 2024

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular