CNBC Indonesia Outlook 2019

Dianggap Penting Oleh JK, Ini Potret Industri Manufaktur Kita

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 February 2019 12:24
Dianggap Penting Oleh JK, Ini Potret Industri Manufaktur Kita
Foto: Ilustrasi pekerja. REUTERS / Beawiharta / File Foto
Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla (JK) menekankan pentingnya industri manufaktur bagi perekonomian Indonesia. Saat memberikan pidato kunci dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019, JK mengatakan bahwa yang bisa memajukan ekonomi Indonesia hanyalah industri manufaktur.

"Yang bisa memajukan republik ini hanya manufacturing," papar JK yang berlatarbelakang seorang pengusaha.

Menurut JK, seorang petani dengan tingkat etos kerja paling tinggi pun pendapatannya masih kalah dari seorang buruh yang bekerja di industri manufaktur.

Lantas, bagaimana sejatinya potret industri manufaktur tanah air?

Ternyata, pertumbuhan industri manufaktur tanah air berada dalam tren melemah. Pada 2014 kala Presiden Joko Widodo mengambilalih tahta kepresidenan dari Susilo Bambang Yudhoyono, industri manufaktur di Indonesia membukukan pertumbuhan sebesar 4,64%. Setahun berikutnya, pertumbuhan industri ini melemah karena hanya tumbuh 4,33%. Loncat ke tahun 2018, pertumbuhan industri manufaktur kembali melemah dengan hanya tumbuh 4,27%.



Akibat lambatnya pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia, serapan tenaga kerjanya juga menjadi kurang maksimal. Memang, jika melihat pertumbuhan serapan tenaga kerja industri manufaktur, angkanya terbilang menggembirakan, terlepas dari pertumbuhan industri yang melemah.



Namun, kalau saja pertumbuhan industri manufaktur tak melemah, maka serapan tenaga kerja tentu bisa lebih kencang lagi. Hal ini penting, mengingat industri manufaktur berkontribusi 14,7% dari total lapangan kerja di Indonesia (per tahun 2018), terbesar ketiga di bawah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (28,8%) dan perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (18,6%).


Secara pendapatan, mengonfirmasi ucapan JK, rata-rata pendapatan pekerja di industri manufaktur memang tinggi. Melansir data dari CEIC, rata-rata pendapatan bulanan pekerja manufaktur senilai Rp 2,59 juta (per Agustus 2018), di atas rata-rata pendapatan bulanan nasional (gabungan dari seluruh industri) Rp 2,55 juta. Sementara itu, rata-rata pendapatan bulanan dari pekerja di sektor pertanian hanya senilai Rp 1,41 juta.
Pemerintah punya pekerjaan rumah yang besar dalam menggenjot pertumbuhan industri manufaktur, guna mendongkrak kesejahteraan masyarakat. Sejatinya mestinya sudah meletakkan fondasi yang kuat dalam menggenjot industri ini yakni infrastruktur.

Semenjak resmi menjadi presiden pada Oktober 2014, Jokowi tampak begitu giat membangun infrastruktur.

Terhitung selama SBY menjabat sebagai presiden selama 10 tahun (2005-2014), total infrastruktur yang dibangun menggunakan dana pemerintah pusat senilai Rp 343,7 triliun. Sementara itu, 3 tahun Presiden Jokowi menjabat (2015-2017), dana yang dikeluarkan sudah mencapai Rp 235,5 triliun atau setara dengan 69% dari yang dicatatkan SBY selama 10 tahun.


Sebagai catatan, tahun 2004 tak dihitung masuk periode SBY karena dia baru menjabat presiden pada Oktober atau kurang dari 3 bulan sebelum tutup tahun. Hal yang sama juga berlaku untuk Jokowi, tahun 2014 tak dimasukkan.

Data untuk 2018 belum dirilis. Jika data 2018 dirilis, bukan tak mungkin apa yang dicapai SBY dalam 10 tahun bisa dilewati Jokowi hanya dalam 4 tahun.

Selain gelontoran dana yang besar, pembangunan infrastruktur di era Jokowi terbukti lebih menyeluruh.

Sebagai perbandingan, dari total infrastruktur yang dibangun dengan dana pemerintah pusat di zaman SBY senilai Rp 343,7 triliun, sebanyak Rp 169,2 triliun atau setara dengan 49,2% dialokasikan untuk Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Tak ayal jika pembangunan zaman SBY sering disebut sebagai Jawa-sentris.

Alokasi dana ke provinsi DKI Jakarta merupakan yang paling besar di zaman SBY, yakni senilai Rp 85,2 triliun atau setara dengan 24,8%.

Beralih ke zaman Jokowi, terlihat pemerintah sudah tak lagi Jawa-sentris. Sepanjang 2015-2017, pemerintah pusat hanya mengalokasikan 33,8% anggaran untuk membangun infrastruktur di DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sementara sisanya (Rp 156 triliun atau 66,2%) dialokasikan ke provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Dalam 3 tahun, anggaran pemerintah pusat untuk membangun infrastruktur di provinsi DKI Jakarta adalah Rp 38,4 triliun atau setara dengan 16,3% saja, jauh lebih rendah dibandingkan SBY yang mengalokasikan dana sebesar nyaris 25% untuk ‘memanjakan’ ibu kota.

Kini,

Pemerintah harus memutar otak guna memanfaatkan infrastruktur-infrastruktur yang sudah dibangun di berbagai wilayah Indonesia. Mungkin, insentif fiskal bagi industri manufaktur perlu diperbesar guna mendorong pertumbuhan agar menjadi lebih pesat.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular