3 Pekerjaan Rumah Menanti Calon Bos SKK Migas

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
20 November 2018 15:14
Amien Sunaryadi resmi pensiun dari jabatannya sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) hari ini.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi (Foto: CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
Jakarta, CNBC Indonesia - Amien Sunaryadi resmi pensiun dari jabatannya sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) hari ini. Hal itu dikonfirmasi sendiri olehnya.

"Iya betul," jawabnya, kepada CNBC Indonesia, Selasa (20/11/2018).


Amien pensiun dengan meninggalkan tiga pekerjaan rumah penting yang harus dirampungkan oleh calon bos SKK Migas berikutnya, yaitu investasi migas yang loyo, cost recovery yang masih membengkak, serta produksi migas yang cenderung terus menurun.

Bagaimana kondisinya masing-masing?

Dari segi investasi, penanaman modal di sektor migas terbilang masih lesu.

Menurut data SKK Migas per September 2018, hanya terdapat 74 wilayah kerja (WK) migas yang sudah berproduksi dari total 224 WK yang ada di Indonesia. Hingga kuartal III-2018, SKK Migas mencatat investasi migas baru capai 56% dari target.

Amien Sunaryadi menuturkan 74 WK yang sudah berproduksi tersebut mayoritas adalah WK yang sudah mature (berumur tua). Ini menyiratkan bahwa lifting migas trennya memang sedang menurun sedangkan biaya produksi (cost recovery) trennya tidak menurun.

"Prioritas yang harus dilakukan Indonesia adalah eksplorasi. Sedangkan, eksplorasi membutuhkan capital (modal) tinggi, teknologi tinggi, dan kemampuan menghitung risiko," ujar Amien melalui keterangan resminya, Senin (15/10/2018).

3 Pekerjaan Rumah Menanti Calon Bos SKK MigasFoto: Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
Adapun, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) investasi migas yang sempat menyentuh level US$21,7 miliar di 2014, realisasi hingga kuartal III-2018 masih mencapai US$8 miliar. Angka ini baru 56% dari target tahun ini, artinya sulit untuk mengejar investasi mencapai US$14,2 miliar hingga akhir tahun yang tinggal kurang dari dua bulan lagi.

"Outlook akhir tahun US$11,2 miliar atau 79%," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam paparan yang disebarluaskan ke wartawan, Jumat (5/10/2018).

melihat harga minyak dunia yang tengah menanjak, loyonya investasi migas di RI jelas bukan karena kondisi eksternal. Pengamat energi Fabby Tumiwa menilai bahwa masih loyonya investasi migas di tahun 2018 tidak terlepas dari faktor regulasi.

"Tantangan utamanya adalah ketidakpastian regulasi. Investor masih wait and see mempelajari aturan baru seperti gross split," ujar Fabby saat dihubungi Jumat (5/10/2018).

Hal itu disebabka oleh sifat investasi migas yang capital intensive dan pengembalian investasi dalam jangka panjang. Investor biasanya mewaspadai perubahan kebijakan dan regulasi termasuk tendensi adanya ketentuan pengalihan aset-aset kepada perusahaan lokal/BUMN di masa depan.

Lebih lanjut, Fabby juga menuturkan adanya kekhawatiran akan kecenderungan nasionalisme oleh pemerintah. Menurut Fabby, investor sepertinya juga melihat Indonesia cukup berisiko dengan munculnya retorika "nasionalisme" yang sedikit banyaknya dipandang sebagai ancaman kestabilan usaha jangka panjang.

Masalah lain yakni masih tingginya cost recovery. Amien mengakui, dirinya sering mendapat omelan dari Menteri ESDM Ignasius Jonan lantaran angka cost recovery yang membengkak, tetapi tidak sejalan dengan produksi.

"Mature feed kita itu di bagian buntut saja, produksi turun, cost tidak turun. Saya dimarahi terus deh sama bos saya (Jonan)," ungkap Amien.

Salah satu contohnya yakni PT Pertamina (Persero). Dari data SKK Migas, Pertamina masuk sebagai 15 kontraktor dengan biaya ongkos produksi terbesar, padahal produksi minyak dan gas dari BUMN migas tersebut sedang cenderung terus menurun.

3 Pekerjaan Rumah Menanti Calon Bos SKK MigasFoto: Edward Ricardo
Rata-rata cost recoverable yang dihitung oleh SKK untuk produksi migas di 15 kontraktor adalah US$19 per barel setara minyak. Namun untuk Pertamina, hampir semuanya di atas rata-rata.

Cost recoverable Pertamina Hulu Mahakam diketahui US$23,1 per barel setara minyak, PT Pertamina EP US$23,3, dan PT PHE WMO lebih tinggi lagi yakni US$40,6 per barel setara minyak.

Hal ini membuat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan geram.

"Pertamina harusnya menjadi cost leadership di hulu migas Indonesia," ujar Jonan dalam pesan tertulisnya, Senin (19/11/2018).

Turunnya produksi migas ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi calon Kepala SKK Migas berikutnya. Ini adalah tantangan bagaimana untuk meningkatkan produksi atau paling tidak menahan dan mengurangi laju decline, dari lapangan-lapangan minyak sepuh di Indonesia. Tentunya juga sembari melakukan eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadangan baru di lapangan yang masih hijau.

Amien mengakui, lapangan minyak Indonesia saat ini memang cukup berisiko. Sebab, penemuan minyak di hulu kecil, sehingga butuh biaya yang besar untuk terus menggenjot.

"Sementara produksi tidak jalan, impor BBM terus naik karena populasi manusia bertambah dan konsumsi tetap," tutur Amien ketika menyampaikan sambutannya dalam sebuah diskusi energi di Jakarta, Rabu (7/11/2018).


Karena itu, tuturnya, dia meminta agar lapangan-lapangan tua ini diutak-atik agar tetap bisa berproduksi selain juga sambil mencari lapangan baru yang masih hijau.

"Jika tidak begitu, ya jadi impor saja terus. Tantangan kita produksi naik, discovery besar. Jadi paling enggak, coba lapangan eksisting diutak-atik. Sebanyak 47% lapangan kita umurnya di atas 25 tahun," pungkasnya.


(prm) Next Article SKK Migas: Lifting Turun, RI Tak Butuh Kontraktor Dhuafa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular