Internasional
Perang Dagang, Apakah Jepang Jadi Target Trump Selanjutnya?
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
24 September 2018 18:14

Tokyo, CNBC Indonesia - Ketika Amerika Serikat (AS) menargetkan China, Kanada, dan Meksiko karena ketidakseimbangan dagang, Jepang tetap santai dan berharap persahabatan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dengan kawan golf sekaligus Presiden AS Donald Trump akan membuat Tokyo tetap aman dari ancaman perang dagang.
Namun, saat Abe dan Trump bersiap melakukan diskusi yang akan membahas friksi perdagangan, terdapat beberapa tanda bahwa Jepang akan menjadi target Trump selanjutnya. Apalagi negara itu sangat takut dengan tarif impor mobil yang lebih tinggi.
Berikut adalah data dan fakta terkait hubungan kedua negara sebagaimana dilansir dari AFP hari Senin (24/9/2018).
Trump seringkali mengeluh tentang "defisit yang sangat tinggi" dengan Jepang, negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia.
Dalam komentarnya ke Wall Street Journal, dia menekankan relasi yang baik dengan Jepang sebelum menambahkan ancaman: "Tentu saja, itu akan segera berakhir ketika saya mengatakan kepada mereka seberapa besar yang harus dibayar".
Defisit perdagangan barang dengan Jepang tahun lalu adalah US$68,8 miliar (Rp 1.022 triliun), nomor tiga setelah China sebesar US$375 miliar dan Meksiko senilai US$71 miliar. Defisit itu juga kurang dari sepersepuluh total defisit AS dengan seluruh dunia yang mencapai US$796 miliar.
Defisit tersebut mencapai US$40 miliar selama delapan bulan di tahun ini, menurut statistik resmi AS yang dilansir dari AFP.
Ekspor kendaraan dan onderdil dari sektor otomotif menyumbang 80% ketidakseimbangan dagang dan pemandangan "jutaan mobil Jepang" di jalanan Amerika-lah yang membuat Trump panas. Sementara hanya beberapa merek AS saja yang terlihat dikendarai di Jepang.
Tarif impor hanyalah bagian kecil dari masalah ini. Pasalnya, Jepang tidak memiliki bea masuk untuk mobil impor, tidak seperti AS yang memberlakukan tarif impor 2,5%.
Para analis mengatakan dengan ukurannya yang besar, kendaraan AS tidak cocok untuk jalanan ataupun selera konsumen Jepang.
Meskipun begitu, para kritikus berkata Jepang menerapkan serangkaian hambatan non-tarif, termasuk apa yang mereka sebut sebagai standar keamanan terlalu ketat, yang mempersulit impor.
Bagaimana diskusi berlangsung?
Negosiasi awal antara Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative/ USTR) Robert Lighthizer dan mitranya di Jepang yaitu Toshimitsu Motegi telah dilakukan tanpa terobosan. Negosiasi putaran kedua rencananya diadakan di hari Senin (24/9/2018).
Negosiasi berlangsung alot karena kedua belah pihak memiliki pandangan yang berlawanan. Tokyo ingin menyelesaikan sengketa dagang di dalam sebuah forum seperti Trans-Pacific Partnership yang merupakan sebuah pakta dagang multinegara, sementara Washington inginkan kesepakatan bilateral.
Tokyo mungkin menerima pendekatan bilateral jika Washington tidak menerapkan tarif impor tambahan terhadap sektor otomotif Jepang, menurut Kyodo News.
Untuk saat ini, kerusuhan belum benar-benar pecah tetapi ini bisa segera berubah, kata Harumi Taguchi selaku ekonom IHS Markit.
"Kemungkinan besar Donald Trump akan mengubah fokusnya ke Jepang ketika dia mencapai sebuah penyelesaian atau kesepakatan terkait tensi dagang AS dengan China dan diskusi NAFTA," katanya.
Apakah tarif impor mobil merugikan?
"Senjata paling efektif pemerintahan Trump dalam berbincang dengan Jepang masih menjadi ancaman untuk menerapkan bea masuk hingga 25% terhadap impor otomotif berdasarkan keamanan nasional," kata Tobias Harris dari Teneo Intelligence.
Tindakan semacam itu akan memberi dampak "besar" ke perekonomian Jepang, tambahnya.
Raksasa di sektor mobil seperti Toyota dan Nissan menjual jutaan mobil ke AS, sebagian besar adalah hasil produksi dari negara lain seperti Jepang, Meksiko, dan Kanada.
Taguchi mengatakan tarif impor 25% dapat memangkas produk domestik bruto (PDB) sebanyak 0,5%.
Pabrikan sudah memperingatkan mereka tidak akan bisa menyerap ongkos, sehingga tarif impor akan diteruskan ke para konsumen AS. Dalam kasus Toyota, hal ini bisa membuat konsumen membayar US$6.000 untuk satu unit mobil.
Trump kemungkinan akan meminta lebih banyak mobil Jepang buatan AS, tetapi ruang untuk bermanuver terbatas.
Perusahaan-perusahaan Jepang sudah memproduksi nyaris 4 juta unit per tahun di AS dan mempekerjakan 1,5 juta karyawan di sana, kata Taguchi.
Balas-berbalas tarif impor seperti China juga nampaknya tidak akan terjadi. Sebab, Abe sudah berkata bahwa tindakan semacam itu tidak akan menguntungkan siapapun.
Justru, Jepang kemungkinan akan mengajukan petisi ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) seperti yang diancamnya ketika AS memberlakukan tarif impor baja.
Apa yang harus Abe lakukan adalah berjanji meningkatkan pembelian "shale gas, barang-barang militer dan barang-barang lain yang secara substansi tidak akan berdampak ke produksi domestik," kata Taguchi.
Jepang sudah mengumumkan pembelian sistem pertahanan misil Aegis Ashore yang mahal, yang diproduksi oleh kontraktor asal AS, Lockheed Martin.
Meskipun begitu, transaksi ini kemungkinan tidak cukup dan Abe harus menggunakan keterampilan negosiasinya.
Jika Jepang menawarkan "paket konsesi memuaskan terkait akses pasar dalam jangka pendek, khususnya yang termasuk konsesi pertanian," negara itu kemungkinan bisa lolos dari murka Trump, kata Harris.
Namun, sektor itu sangat sensitif di Jepang, yang sudah memberlakukan tarif impor guna melindungi para petaninya.
(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Namun, saat Abe dan Trump bersiap melakukan diskusi yang akan membahas friksi perdagangan, terdapat beberapa tanda bahwa Jepang akan menjadi target Trump selanjutnya. Apalagi negara itu sangat takut dengan tarif impor mobil yang lebih tinggi.
![]() Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe |
Apa masalah Trump dengan Jepang?
Trump seringkali mengeluh tentang "defisit yang sangat tinggi" dengan Jepang, negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia.
Dalam komentarnya ke Wall Street Journal, dia menekankan relasi yang baik dengan Jepang sebelum menambahkan ancaman: "Tentu saja, itu akan segera berakhir ketika saya mengatakan kepada mereka seberapa besar yang harus dibayar".
Defisit perdagangan barang dengan Jepang tahun lalu adalah US$68,8 miliar (Rp 1.022 triliun), nomor tiga setelah China sebesar US$375 miliar dan Meksiko senilai US$71 miliar. Defisit itu juga kurang dari sepersepuluh total defisit AS dengan seluruh dunia yang mencapai US$796 miliar.
Defisit tersebut mencapai US$40 miliar selama delapan bulan di tahun ini, menurut statistik resmi AS yang dilansir dari AFP.
Ekspor kendaraan dan onderdil dari sektor otomotif menyumbang 80% ketidakseimbangan dagang dan pemandangan "jutaan mobil Jepang" di jalanan Amerika-lah yang membuat Trump panas. Sementara hanya beberapa merek AS saja yang terlihat dikendarai di Jepang.
Tarif impor hanyalah bagian kecil dari masalah ini. Pasalnya, Jepang tidak memiliki bea masuk untuk mobil impor, tidak seperti AS yang memberlakukan tarif impor 2,5%.
Para analis mengatakan dengan ukurannya yang besar, kendaraan AS tidak cocok untuk jalanan ataupun selera konsumen Jepang.
![]() |
Bagaimana diskusi berlangsung?
Negosiasi awal antara Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative/ USTR) Robert Lighthizer dan mitranya di Jepang yaitu Toshimitsu Motegi telah dilakukan tanpa terobosan. Negosiasi putaran kedua rencananya diadakan di hari Senin (24/9/2018).
Negosiasi berlangsung alot karena kedua belah pihak memiliki pandangan yang berlawanan. Tokyo ingin menyelesaikan sengketa dagang di dalam sebuah forum seperti Trans-Pacific Partnership yang merupakan sebuah pakta dagang multinegara, sementara Washington inginkan kesepakatan bilateral.
Tokyo mungkin menerima pendekatan bilateral jika Washington tidak menerapkan tarif impor tambahan terhadap sektor otomotif Jepang, menurut Kyodo News.
Untuk saat ini, kerusuhan belum benar-benar pecah tetapi ini bisa segera berubah, kata Harumi Taguchi selaku ekonom IHS Markit.
"Kemungkinan besar Donald Trump akan mengubah fokusnya ke Jepang ketika dia mencapai sebuah penyelesaian atau kesepakatan terkait tensi dagang AS dengan China dan diskusi NAFTA," katanya.
Apakah tarif impor mobil merugikan?
"Senjata paling efektif pemerintahan Trump dalam berbincang dengan Jepang masih menjadi ancaman untuk menerapkan bea masuk hingga 25% terhadap impor otomotif berdasarkan keamanan nasional," kata Tobias Harris dari Teneo Intelligence.
Tindakan semacam itu akan memberi dampak "besar" ke perekonomian Jepang, tambahnya.
Raksasa di sektor mobil seperti Toyota dan Nissan menjual jutaan mobil ke AS, sebagian besar adalah hasil produksi dari negara lain seperti Jepang, Meksiko, dan Kanada.
![]() |
Pabrikan sudah memperingatkan mereka tidak akan bisa menyerap ongkos, sehingga tarif impor akan diteruskan ke para konsumen AS. Dalam kasus Toyota, hal ini bisa membuat konsumen membayar US$6.000 untuk satu unit mobil.
Trump kemungkinan akan meminta lebih banyak mobil Jepang buatan AS, tetapi ruang untuk bermanuver terbatas.
Perusahaan-perusahaan Jepang sudah memproduksi nyaris 4 juta unit per tahun di AS dan mempekerjakan 1,5 juta karyawan di sana, kata Taguchi.
Balas-berbalas tarif impor seperti China juga nampaknya tidak akan terjadi. Sebab, Abe sudah berkata bahwa tindakan semacam itu tidak akan menguntungkan siapapun.
Justru, Jepang kemungkinan akan mengajukan petisi ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) seperti yang diancamnya ketika AS memberlakukan tarif impor baja.
Bisakah Jepang lolos?
Apa yang harus Abe lakukan adalah berjanji meningkatkan pembelian "shale gas, barang-barang militer dan barang-barang lain yang secara substansi tidak akan berdampak ke produksi domestik," kata Taguchi.
Jepang sudah mengumumkan pembelian sistem pertahanan misil Aegis Ashore yang mahal, yang diproduksi oleh kontraktor asal AS, Lockheed Martin.
Meskipun begitu, transaksi ini kemungkinan tidak cukup dan Abe harus menggunakan keterampilan negosiasinya.
Jika Jepang menawarkan "paket konsesi memuaskan terkait akses pasar dalam jangka pendek, khususnya yang termasuk konsesi pertanian," negara itu kemungkinan bisa lolos dari murka Trump, kata Harris.
Namun, sektor itu sangat sensitif di Jepang, yang sudah memberlakukan tarif impor guna melindungi para petaninya.
(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular