Neraca Dagang Non-Migas RI 2018 Diprediksi Surplus

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
18 September 2018 10:03
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, optimistis neraca perdagangan non-migas dapat surplus hingga akhir tahun.
Foto: Ilustrasi aktivitas bongkar muat di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor non-migas pada Agustus 2018 turun 2,86% dibandingkan dengan Juli 2018.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan turunnya ekspor disebabkan adanya larangan bagi trader untuk mengekspor batu bara serta kewajiban memenuhi kebutuhan pasar domestik bagi PLN sebesar 20% dari total produksi.

Tercatat, penurunan terbesar ekspor non-migas Agustus 2018 terhadap Juli 2018 memang terjadi pada bahan bakar mineral senilai US$ 380,7 juta atau turun sebesar 16,25%.

"Saya percaya bulan depan itu bisa lebih meningkat lagi," jelas Enggar di Hotel El Royale Kelapa Gading, Senin (17/9/2018).

Adapun Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan mengklaim neraca perdagangan non-migas sudah bergerak ke arah yang tepat, dengan defisit yang terus berkurang sejak bulan Mei hingga Agustus.

"Neraca non-migas kita surplus, artinya sudah oke, dari sejak bulan Mei minus US$ 500 juta, Juni minus US$ 200 juta, Juli naik dan Agustus terus naik. Arahnya sudah betul lah, karena trennya sudah ke arah surplus," kata Oke di tempat yang sama.



Pada Agustus 2018 neraca perdagangan non-migas memang mengalami surplus US$ 639,6 juta, dengan ekspor mencapai US$ 14,43miliar dan impor senilai US$ 13,79 miliar.

Oke berharap surplus non-migas dapat semakin meningkat di sisa tahun ini, terutama dengan diberlakukannya kenaikan pajak penghasilan (PPh) Pasal Pasal 22 yang bertujuan untuk mengendalikan impor.

Kendati demikian, Oke mengaku khawatir kenaikan PPh akan berdampak pada inflasi, karena kenaikan pajak bagi importir akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga.

"Mudah-mudahan [meningkat], ini kan kaitannya kemarin dengan PPh. PPh itu sebetulnya, yang saya agak khawatir, itu nanti adalah di inflasi, karena akan diteruskan ke konsumen," ujarnya.

Mendag sendiri sangat menaruh harapan pada ekspor industri manufaktur di sisa tahun ini, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT). Dia mengungkapkan adanya kemungkinan peningkatan ekspor ke Amerika Serikat (AS) dan Australia yang masing-masing dapat mencapai 20-25%.

"Dari kunjungan ke AS, kita dapat komitmen menyerap kapas dari AS dengan ekspor TPT-nya juga dapat meningkat cukup signifikan, sedang dihitung, bisa sekitar 20-25%. Dengan Indonesia-Australia CEPA ditandatangani November nanti, pertumbuhan ekspor TPT ke Australia sekitar 20-25% juga. Jadi kuncinya adalah membuka akses pasar," ujarnya yakin.
(ray/ray) Next Article 5 Fakta Impor Bawang Putih RI, Raja Impor Terbesar di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular