Lagi, Impor Migas Jadi Biang Kerok Defisit Neraca Dagang

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 September 2018 08:18
Lagi, Impor Migas Jadi Biang Kerok Defisit Neraca Dagang
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk kesekian kalinya, neraca perdagangan Indonesia periode Agustus kembali mengalami defisit. Sepanjang tahun berjalan, ini kali ke enam neraca perdagangan Indonesia mencetak defisit.

Terjadinya defisit tak lepas dari lonjakan impor yang tidak mampu diiringi dengan kinerja ekspor nasional. Ekspor Agustus hanya tumbuh 4,15% secara year on year (yoy), sementara impor melesat 24,65% yoy.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sampai-sampai dibuat heran, kinerja ekspor nasional hanya tumbuh tak sampai 5% dalam periode satu bulan. Bendahara negara menilai, seharusnya ekspor bisa tumbuh lebih.

"Dari sisi ekspor pertumbuhannya mendekati 5%. Tapi kalau menurut saya, itu masih bisa ditingkatkan kembali" kata Sri Mulyani.

Masalahnya di mana? Lagi, lagi, dan lagi, impor migas. Dalam beberapa bulan terakhir, defisit perdagangan migas menjadi salah satu sektor yang dianggap menjadi biang kerok defisit neraca perdagangan.

Sepanjang Januari - Agustus, total impor migas tercatat mencapai US$ 19,76 miliar melonjak cukup signifikkan dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya mencapai US$ 15,40 miliar.

Adapun di Agustus, impor migas tercatat tumbuh 51,43% atau sekitar US$ 3,05 miliar. Meroketnya defisit migas, tak lepas dari impor hasil minyak - termasuk di dalamnya impor bensin - yang cukup besar. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor hasil minyak menjadi komponen terbesar penyumbang impor sebesar US$ 2,54 miliar, di mana impor bahan bakar motor, minyak ringan mencapai US$ 1,69 miliar.

Alhasil, defisit perdagangan migas mencapai US$ 1,66 miliar, atau merupakan yang terparah tahun ini. Jika dibandingkan periode Juli 2018, defisit migas di Agustus sudah meningkat 35,18%.

Secara kumulatif, dari periode Januari - Juli 2018, defisit migas sudah mencapai US$ 8,35 miliar atau sekitar Rp 124,42 triliun (jika menggunakan kurs rupiah saat ini).

Sebagai negara penyandang status net importir minyak, ada dua alasan yang mendorong membengkaknya defisit migas. Pertama, adalah kenaikan harga minyak dunia dan melemahnya nilai tukar.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memperkirakan, defisit transaksi berjalan pada kuartal III bakal lebih besar. Sementara hingga akhir tahun, diproyeksikan maksimal 2,6% dari PDB.

Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan mencatatkan defisit sebesar 3,04% dari PDB. Neraca perdagangan yang kembali mencetak defisit membuat kemungkinan transaksi berjalan di kuartal III-2018 bengkak. 

Transaksi berjalan menggambarkan devisa yang masuk ke sebuah negara dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa. Devisa ekspor lebih diandalkan karena relatif lebih bertahan lama ketimbang hot money.

Karena itu, transaksi berjalan menjadi indikator utama kekuatan nilai tukar suatu mata uang. Saat transaksi berjalan menderita defisit, maka boleh dibilang tidak ada pijakan bagi mata uang tersebut untuk menguat.

Ketika investor melihat ada prospek transaksi berjalan Indonesia kembali defisit pada kuartal III-2018, maka nasib rupiah pun jadi sorotan. Rupiah akan sulit menguat jika transaksi berjalan kembali defisit.

Pemerintah memang sudah memiliki beberapa kebijakan untuk mengatasi persoalan transaksi berjalan seperti kewajiban penggunaan B20, dan menaikan tarif pajak impor untuk mengendalikan impor barang konsumsi.

Namun, kenaikan harga bensin menjadi salah satu solusi, apalagi jika tujuannya ingin mengurangi defisit transaksi berjalan dan menyelematkan rupiah. Tak sedikit, pihak pun mengutarakan hal ini.

Sebut saja, seperti mantan Menteri Keuangan Chatib Basri maupun Ekonom kawakan Faisal Basri. Kedua master ekonomi tersebut menilai, memang perlu ada penyesuaian harga bensin.

Namun, sekarang yang menghalangi pemerintah menerapkan kebijakan tersebut hanya gengsi. Mungkin bukan hal yang populer menaikkan harga bahan bakar minyak di tahun politik.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular