
Peternak Unggas: RI Sebaiknya Batasi Impor Produk Hewan AS
Exist In Exist, CNBC Indonesia
09 August 2018 10:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Peternak unggas berharap Pemerintah Indonesia dapat membatasi impor produk hewan dari Amerika Serikat (AS).
Namun, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Sigit Prabowo mengatakan pihaknya mengakui Indonesia memang tidak bisa menghindar dari keputusan World Trade Organization (WTO) beberapa waktu lalu yang menyebabkan Indonesia harus merevisi sejumlah aturan tentang importasi produk hewan.
"Ya [sebaiknya batasi impor dari AS] kalau pemerintah mampu mengendalikan/menstabilkan harga sehingga tidak terjadi gejolak yang membebani masyarakat konsumen. Tapi masalahnya Indonesia tidak bisa menghindar dari putusan WTO. Saya pikir pemerintah punya kalkulasi sendiri, sehingga bisa ditemukan jalan tengahnya yang terbaik," paparnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/8/2018).
Sigit menyebutkan regulasi yang harus direvisi sesuai dengan putusan WTO tersebut adalah:
1. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 23/2018 sebagai perubahan dari Permentan 34/2016 tentang pemasukan karkas, daging, jeroan, dan olahan ke dalam wilayah Republik Indonesia.
2. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 65/2018 ssebagai perubahan dari Permendag 59/2016 tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan.
Menurut Sigit untuk mencegah peluang tingginya impor produk hewan, pemerintah harus melakukan efisiensi nasional dari hulu hingga ke hilir.
"Dari penataan impor GPS [Grand Parent Stock/bibit indukan ternak] melalui nasional stok replacement [pengadaan ternak pengganti] yang terukur dan berkesinambungan, serta penataan pasca panen. Hendaknya hal ini menjadi semangat bersama antar pelaku budidaya agar terbangun buffer stok maupun buffer harga," jelasnya.
"Sehingga mampu meminimalkan gejolak harga, baik di waktu over yang harganya jauh di bawah HPP [harga pokok penjualan] sehingga merugikan peternak itu sendiri. Maupun di kala stoknya berkurang sepertu akhir-akhir ini harga meroket tinggi yang sangat membebani konsumen, dan memancing peluang bagi para importir daging ayam," pungkasnya.
Sebagai informasi, RI tengah menghadapi tuntutan Rp 5 triliun dari AS. Pasalnya, AS menilai kebijakan impor hortikultura, hewan dan produk hewan yang ditetapkan RI membuat industrinya merugi.
(ray) Next Article Dari Positif Jadi Kacau: Ketika RI Digugat AS Rp 5 T
Namun, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Sigit Prabowo mengatakan pihaknya mengakui Indonesia memang tidak bisa menghindar dari keputusan World Trade Organization (WTO) beberapa waktu lalu yang menyebabkan Indonesia harus merevisi sejumlah aturan tentang importasi produk hewan.
"Ya [sebaiknya batasi impor dari AS] kalau pemerintah mampu mengendalikan/menstabilkan harga sehingga tidak terjadi gejolak yang membebani masyarakat konsumen. Tapi masalahnya Indonesia tidak bisa menghindar dari putusan WTO. Saya pikir pemerintah punya kalkulasi sendiri, sehingga bisa ditemukan jalan tengahnya yang terbaik," paparnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/8/2018).
1. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 23/2018 sebagai perubahan dari Permentan 34/2016 tentang pemasukan karkas, daging, jeroan, dan olahan ke dalam wilayah Republik Indonesia.
2. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 65/2018 ssebagai perubahan dari Permendag 59/2016 tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan.
Menurut Sigit untuk mencegah peluang tingginya impor produk hewan, pemerintah harus melakukan efisiensi nasional dari hulu hingga ke hilir.
"Dari penataan impor GPS [Grand Parent Stock/bibit indukan ternak] melalui nasional stok replacement [pengadaan ternak pengganti] yang terukur dan berkesinambungan, serta penataan pasca panen. Hendaknya hal ini menjadi semangat bersama antar pelaku budidaya agar terbangun buffer stok maupun buffer harga," jelasnya.
"Sehingga mampu meminimalkan gejolak harga, baik di waktu over yang harganya jauh di bawah HPP [harga pokok penjualan] sehingga merugikan peternak itu sendiri. Maupun di kala stoknya berkurang sepertu akhir-akhir ini harga meroket tinggi yang sangat membebani konsumen, dan memancing peluang bagi para importir daging ayam," pungkasnya.
Sebagai informasi, RI tengah menghadapi tuntutan Rp 5 triliun dari AS. Pasalnya, AS menilai kebijakan impor hortikultura, hewan dan produk hewan yang ditetapkan RI membuat industrinya merugi.
(ray) Next Article Dari Positif Jadi Kacau: Ketika RI Digugat AS Rp 5 T
Most Popular