Dari Positif Jadi Kacau: Ketika RI Digugat AS Rp 5 T

Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
09 August 2018 08:45
AS menuntut RI ikut tanggung jawab kerugian industri sebesar Rp 5 triliun.
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pada 24-27 Juli 2018 melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS).

Di Negeri Paman Sam, Mendag bertemu berbagai kalangan, mulai dari importir produk-produk Indonesia di AS, pabrikan pesawat The Boeing Company, hingga Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross dan Duta Besar United States Trade Representative Robert Lightizer. 

Saat di AS, melalui siaran pers, Mendag mengabarkan kepada publik kemajuan-kemajuan dan respons positif yang didapat dari berbagai kalangan itu.

Seperti misalnya ketika bertemu Mendag AS Wilbur Ross, Enggar mengatakan, "Agar semakin efektif, target peningkatan perdagangan RI dan AS harus dibarengi dengan sebuah peta jalan yang penyusunannya harus melibatkan pihak swasta kedua negara. Kami mengusulkan target perdagangan US$ 50 miliar, dan Menteri Ross menyambut ajakan tersebut secara positif."

Kemudian, Mendag juga bertemu dengan Duta Besar United States Trade Representative Robert Lightizer.

"Dubes Lighthizer sangat menghargai dan menyambut baik pendekatan Pemerintah Indonesia untuk bekerja sama meningkatkan hubungan bilateral kedua negara sebagai mitra strategis. Kerja sama Indonesia-AS diharap dapat meningkatkan nilai perdagangan kedua negara yang menurut kami masih sangat rendah dibanding potensi yang ada," kata Enggar.

Ketika kembali ke Tanah Air, Mendag juga mengatakan Lightizer sangat senang saat bertemu dengannya.

"Pertemuannya sangat cair, almost no issue karena seluruh list keberatan mereka sudah diselesaikan juga oleh tim teknis atau tim negosiasi dari kementerian/lembaga. Lightizer katakan dia sangat happy dan segera dilaporkan ke Presiden Trump."

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan pun menyebut pihak AS merespons positif kunjungan Medang.

"Saya kan blm dapat info yang jelas apa, kelihatannya dari info yang beredar itu [kunjungannya berjalan] sukses dan dapat respons positif [dari AS]," ujarnya.

Tetapi, tiba-tiba badai itu datang. Amerika Serikat pada 2 Agustus 2018 menotifikasi World Trade Organization (WTO), menyatakan Indonesia belum sepenuhnya merevisi peraturan impor hortikultura, hewan dan produk hewan.


Kepada WTO, AS menyebut industri di dalam negerinya menderita kerugian hingga US$ 350 juta atau sekitar Rp 5 triliun.

Negeri Paman Sam meminta WTO agar diizinkan memberi sanksi ke Indonesia berupa penghentian konsesi atau lainnya, senilai kerugian yang diderita industri AS.

Menko Perekonomian Darmin Nasution pun seperti bingung dengan tindakan AS ini.

"Nah, jadi sebetunya tadinya di sana responsnya bagus. Tahu-tahu, minggu kemarin, pimpinan WTO menerima surat dari perwakilan AS. Itu mulai mengatakan bahwa Indonesia tidak memenuhi seperti yang mereka harapkan dalam beberapa bidang terutama pertanian, hortikultura, dan dalam hal akses mereka menjual produk-produknya, utamanya buah-buahan. Kedelai, kedelai AS banyak sekali, kita setiap hari makan tempe, itu kedelainya Amerika."

Melihat tindakan AS ini, Dirjen Perdagangan Perundingan Internasional Kemendag Iman Pambagyo melihat ada permasalahan ketidaktepatan waktu.

"Tampaknya ada masalah time-lag antara kesimpulan yang diambil oleh Perwakilan AS di WTO dengan kunjungan Menteri Perdagangan Indonesia ke Washington pada 24-27 Juli 2018 lalu, yang antara lain membahas penyelesaian sengketa di WTO ini," kata Iman.



(ray/ray) Next Article Peringatan WTO: Perdagangan Global Mulai Melambat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular