
Awal Mula Kisah AS Minta RI Tanggung Jawab Kerugian Rp 5 T
Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
07 August 2018 17:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) mengungkap, industri di dalam negerinya menderita kerugian hingga US$ 350 juta atau sekitar Rp 5 triliun, yang disebabkan kebijakan Indonesia bertahun-tahun lalu.
AS pun sudah menotifikasi WTO terkait upaya memberi sanksi atau meminta ganti rugi ini.
Sebetulnya kasus apa yang membuat Indonesia terseret tuntutan AS ini?
Dinyatakan oleh United States Trade Representatives (USTR) dalam siaran pers pada November 2017, kasus ini bermula dari kebijakan Indonesia di 2012.
Pada 2012 itu, USTR menilai Indonesia melancarkan tindakan pembatasan perdagangan yang tak adil bagi impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewan asal AS.
Produk-produk AS yang terdampak dari kebijakan Indonesia ini adalah buah, sayuran, bunga, buah kering dan sayuran kering, jus, ternak, sapi, unggas dan produk hewan lainnya.
Karena tidak terima perlakuan ini, USTR kemudian melapor ke WTO yang ditindaklanjuti oleh organisasi perdagangan dunia itu dengan membentuk panel pada 2015.
Pada laporan yang dirilis Desember 2016, panel kemudian menemukan 18 kebijakan yang dipertanyakan dinyatakan tidak konsisten dengan Artikel XI: 1 dari GATT 1994 karena adanya pembatasan dan pelarangan produk hortikultura.
Panel juga menemukan Indonesia gagal menunjukkan bahwa isu yang dipertanyakan itu berada di bawah koridor Artikel XX dari GATT 1994.
Kemudian, pada Februari 2017, Indonesia melakukan banding sejumlah isu atas temuan panel itu.
Namun sayangnya pada November 2017, WTO menolak banding dari Indonesia. USTR pun menyatakan ini kemenangan yang telak bagi AS dan Selandia Baru.
USTR juga menyebut petani dan peternak AS mengalami kerugian hingga jutaan dolar AS per tahun karena kehilangan peluang di pasar Indonesia.
"Ini adalah kemenangan signifikan bagi petani dan peternak AS," kata Duta Besar USTR Robert Lightizer.
"Pemerintahan Trump akan melanjutkan menggunakan alat yang ada, termasuk WTO dispute settlement dan mekanisme lain, untuk memastikan produk agrikultur AS mendapat akses yang adil di pasar seluruh dunia," kara Lightizer.
(ray/wed) Next Article Dari Positif Jadi Kacau: Ketika RI Digugat AS Rp 5 T
AS pun sudah menotifikasi WTO terkait upaya memberi sanksi atau meminta ganti rugi ini.
Sebetulnya kasus apa yang membuat Indonesia terseret tuntutan AS ini?
Pada 2012 itu, USTR menilai Indonesia melancarkan tindakan pembatasan perdagangan yang tak adil bagi impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewan asal AS.
Produk-produk AS yang terdampak dari kebijakan Indonesia ini adalah buah, sayuran, bunga, buah kering dan sayuran kering, jus, ternak, sapi, unggas dan produk hewan lainnya.
Karena tidak terima perlakuan ini, USTR kemudian melapor ke WTO yang ditindaklanjuti oleh organisasi perdagangan dunia itu dengan membentuk panel pada 2015.
Pada laporan yang dirilis Desember 2016, panel kemudian menemukan 18 kebijakan yang dipertanyakan dinyatakan tidak konsisten dengan Artikel XI: 1 dari GATT 1994 karena adanya pembatasan dan pelarangan produk hortikultura.
Panel juga menemukan Indonesia gagal menunjukkan bahwa isu yang dipertanyakan itu berada di bawah koridor Artikel XX dari GATT 1994.
Kemudian, pada Februari 2017, Indonesia melakukan banding sejumlah isu atas temuan panel itu.
Namun sayangnya pada November 2017, WTO menolak banding dari Indonesia. USTR pun menyatakan ini kemenangan yang telak bagi AS dan Selandia Baru.
USTR juga menyebut petani dan peternak AS mengalami kerugian hingga jutaan dolar AS per tahun karena kehilangan peluang di pasar Indonesia.
"Ini adalah kemenangan signifikan bagi petani dan peternak AS," kata Duta Besar USTR Robert Lightizer.
"Pemerintahan Trump akan melanjutkan menggunakan alat yang ada, termasuk WTO dispute settlement dan mekanisme lain, untuk memastikan produk agrikultur AS mendapat akses yang adil di pasar seluruh dunia," kara Lightizer.
(ray/wed) Next Article Dari Positif Jadi Kacau: Ketika RI Digugat AS Rp 5 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular