Internasional

Perang Dagang, China Lebih Banyak Berinvestasi di UE

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
18 July 2018 10:15
Perang Dagang, China Lebih Banyak Berinvestasi di UE
Foto: REUTERS/Jason Lee
Jakarta, CNBC Indonesia - China berinvestasi sembilan kali lebih banyak ke Eropa dibanding ke Amerika Utara karena kebijakan yang mengharuskan keberagaman. Fakta tersebut diungkap sebuah laporan yang dirilis pekan ini, dilansir dari CNBC International.

Penanaman modal asing (PMI) yang keluar dari China secara dramatis mengalir ke Eropa dalam semester I-2018. Sedangkan PMI yang digelontorkan ke Amerika Utara anjlok 92% tahun lalu, dari US$24 miliar (Rp 345,6 triliun) menjadi US$2 miliar, menurut firma hukum multinasional Baker Mackenzie.

Dalam semester pertama tahun ini, penggabungan dan akuisisi China ke Eropa yang baru diumumkan mencapai US$20 miliar, jauh lebih banyak dibandingkan dengan Amerika Utara senilai US$2,5 miliar. Sementara itu, investasi China di Eropa yang sudah diselesaikan enam kali lipat melampaui jumlah di Amerika Utara, yakni US$12 miliar dibandingkan US$2 miliar.

Kebijakan baik di China maupun Amerika Serikat (AS) mendorong pergeseran ini, seraya para anggota dewan mengambil langkah untuk melindungi industri ataupun mencegah aliran modal keluar. Di tengah peningkatan aliran modal keluar di tahun 2016, China memperketat regulasi terhadap investasi keluar dan menindak PMI yang keluar di semester kedua tahun itu.

Perusahaan-perusahaan China sudah melakukan divestasi yang pesat dari Amerika Utara di tengah kampanye pengetatan. Divestasi sebesar US$9,6 miliar diselesaikan di semester I-2018 dan sebanyak US$5 miliar masih tertunda, menurut laporan tersebut.

Eropa turut mengalami divestasi China dengan aset senilai US$1 miliar yang terjual dalam kerangka waktu tersebut dan US$7 miliar yang masih tertunda.

Sementara itu, regulator AS memperkuat penyaringan investasi keamanan nasional dan mengembangkan kerangka kerja untuk pengawasan lebih ketat terhadap transfer teknologi yang dikembangkan di dalam negeri.

Sebelumnya, pemerintah Presiden AS Donald Trump menerapkan larangan terhadap produsen alat telekomunikasi ZTE karena perusahaan asal China itu melanggar sanksi ke Iran dan Korea Utara.

Namun, tiga bulan kemudian Gedung Putih mencabut larangan setelah ZTE menghentikan operasinya. Pencabutan itu tetap dilakukan meski menerima penolakan dari Kongres yang menganggap penjualan teknologi AS ke perusahaan tersebuy sebagai ancaman keamanan nasional.

"Kebijakan membebani pembuatan kesepakatan," kata Rod Hunter selaku international trade partner di kantor Washington Baker McKenzie.

"Terkait segala kegaduhan tentang CFIUS [Committee  on Foreign Investment in the US/Komite Penanaman Modal Asing di AS] selama dua tahun terakhir, belakangan kami melihat evaluasi yang lebih bisa diramalkan. Undang-undang CFIUS yang akan datang seharusnya tidak mewakili banyaknya pembeli China yang pergi."

CFIUS merupakan panel antar lembaga dari pemerintah AS yang bertugas mengevaluasi implikasi keamanan nasional dari investasi asing.

Meskipun begitu, katanya, "Tidak mengejutkan peningkatan cekcok dagang Sino-AS berdampak ke investasi China di AS".

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, Beijing dan Washington terlibat dalam perang dagang dengan penerapan tarif terhadap barang impor satu sama lain senilai $34 miliar. 

Belakangan, Trump mengancam akan memberlakukan tarif terhadap produk impor lain dari China senilai $200 miliar.
Trump menyebut defisit perdagangan yang melebar antara AS dengan Negeri Tirai Bambu sebagai pemicu kunci dari konflik ini. 

Sementara, para investor mengeluhkan apa yang mereka sebut sebagai praktik perdagangan tidak adil dari China. Praktik yang dimaksud termasuk pemaksaan transfer teknologi, membatasi akses pasar secara tidak proporsional dan subsidi negara preferensial.



Imbas dari memanasnya perang dagang antara Trump dengan seluruh dunia, di mana dia menerapkan bea masuk terhadap semua baja dan aluminium impor tanpa terkecuali untuk mitra dagang terdekatnya yakni Meksiko, Kanada dan Uni Eropa (UE), adalah hubungan China dan Eropa yang semakin dekat.

Beijing sedang berupaya merayu Eropa. Dalam rapat tahunan di Beijing, Perdana Menteri China Li Keqiang menyambut para pemimpin UE dan menekankan perlunya menjunjung tinggi perdagangan bebas dan multilateralisme. 

Kesepakatan bersama yang dikeluarkan di akhir rapat menegaskan komitmen kedua belah pihak terhadap prinsip-prinsip tersebut, sesuatu yang gagal diraih beberapa tahun sebelumnya.

Dalam pernyataan itu, Beijing dan Brussels mengajukan penawaran akses pasar untuk pertama kalinya sebagai bagian dari diskusi perjanjian investasi. Mereka pun sepakat untuk menciptakan kelompok kerja bagi reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Sementara pesatnya diversifikasi jumlah PMI China yang keluar kuat, seharusnya hal itu tidak mengejutkan, kata Thomas Gilles selaku Kepala EMEA-China Group dari Baker McKenzie. 

"China secara aktif merayu UE dengan tawaran-tawaran akses pasar timbal-balik dalam upaya sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa investasi asing bukanlah jalan satu arah, sementara relasi dagang dengan AS terus menurun tajam."
Tetap saja, UE mengumandangkan banyak kekhawatiran dari AS terkait praktik perdagangan China. Mereka pun mengupayakan mekanisme penyaringan investasi ber-fokus pada keamanan nasional yang akan dilakukan ke seluruh blok.

Sebagai perekonomian terbesar kedua di dunia, sejumlah aliran dana keluar dari China yang sudah menunjukkan sinyal-sinyal perlambatan bisa sangat merugikan pertumbuhan global. Namun, Eropa dan kawasan lain yang menerima aliran dana tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar.

Swedia adalah destinasi nomor satu di Eropa untuk investasi China dalam semester pertama tahun 2018 dengan nilai $3,6 miliar, disusul oleh Inggris sebanyak $1,6 miliar, Jerman sebesar $1,5 miliar dan Prancis di angka $1,4 miliar. Otomotif, kesehatan dan bioteknologi, serta produk dan jasa konsumen menjadi penerima utama dari PMI China baik di AS maupun Eropa.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular